Profile
Eka Kurniawan Pencinta Buku

11 Jan 2016

Kecintaan pada buku sudah ia mulai sejak usia remaja. Dibesarkan di Pangandaran, Jawa Barat, membuat Eka Kurniawan tak memiliki keistimewaan dalam memilih hiburan. Maka,  tiap kali ayahnya pulang dari pekerjaannya dan membawa buku, ia akan melonjak kegirangan. Karena, itu artinya ada hiburan baru sebagai pengisi waktu luangnya. Apalagi jika ayahnya membawa buku-buku stensilan dan cerita silat Ko Ping Hoo favoritnya.
   
Kebiasaan membaca dari ayah ini terus berlanjut, bahkan  makin menjadi-jadi, ketika ia pindah ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah. Ia bisa menghabiskan waktu seharian hanya dengan duduk di perpustakaan untuk membaca buku, bukan buku filsafat, melainkan novel. Bahkan, tak jarang ia bolos dari perkuliahan demi memenuhi hasrat membacanya. “Rasanya saya lebih banyak menghabiskan waktu kuliah di perpustakaan daripada di dalam kelas,” kelakarnya.

Baginya, buku seperti sahabat yang membuka alam imajinasinya untuk berkarya. Buku pulalah yang menuntunnya untuk menekuni dunia tulis-menulis. Suatu ketika, ia membaca novel berjudul Lapar, yang bercerita tentang seorang penulis pemula yang ingin menjadi penulis profesional, namun tidak berhasil dan akhirnya menjadi kelasi kapal.

Gara-gara buku itu, ia jadi berkeinginan menjadi seorang penulis, meski ia sadar pekerjaan sebagai penulis bukanlah profesi yang menjanjikan gelimang harta. Ia harus berani hidup pas-pasan. Eka mengakui, dirinya bukan penulis novel yang produktif  --dalam 10 tahun ia baru memiliki dua novel-- toh, ia tetap konsisten melakoni ‘career path’-nya ini.

Di sela-sela menulis buku, ia menyambung hidupnya dengan menjadi penulis cerpen, jurnalis, hingga menulis skrip untuk film televisi. Semua pekerjaan yang ia jalani memang tak jauh-jauh dari kecintaannya pada dunia tulis-menulis.
“Sempat berpikir, kalau memang sampai pada satu titik menjadi penulis benar-benar tidak bisa membiayai hidup, saya akan kembali ke Pangandaran dan membantu menjalankan bisnis sablon kaus milik orang tua saya,” kata pria yang sempat bekerja sebagai script writer di sebuah production house ini, tersenyum.

Baginya, harus ‘jumping’ dari satu proyek tulisan ke proyek tulisan  lain bukan masalah. Pernah, ia menyelesaikan sebuah skrip film sebanyak 40 halaman hanya dalam waktu satu malam. Tapi, ia juga bisa menulis hingga bertahun-tahun namun tak kunjung selesai, seperti proyek novel keempatnya yang rencananya akan rilis tahun depan.
“Dalam menulis terutama novel, prinsip saya tidak menetapkan jangka waktu. Yang penting tulisan itu harus bisa saya nikmati dulu,” katanya. Ia pun mengaku tak butuh waktu tertentu atau tempat khusus untuk menuangkan ide-ide tulisannya.
Selain menulis, kesenangan Eka adalah menggambar dan  mendengarkan musik. Hampir semua jenis musik ia gemari, dari Metallica hingga K-pop. “Saya suka nonton konser K-pop, terutama SNSD,” katanya, tersenyum.

Baru-baru ini, di Ubud Writers and Readers Festival 2015, ia menjadi salah satu juri untuk program Emerging Writer. Menurut Eka, ajang tersebut  adalah pemilihan untuk penulis muda berbakat. Eka mengatakan, secara umum generasi penulis muda ini lebih maju, tak hanya dalam cerita, juga dalam hal wawasan dan teknik penulisannya. “Dibandingkan ketika saya seusia mereka, variasi mereka lebih banyak. Ada cerpen yang bertema kontemporer, urban, tetapi ada pula yang mengangkat aspek kedaerahan,” jelasnya.
Menurut Eka, ada banyak budaya besar yang menjadi latar belakang penulis Indonesia sehingga memberikan variasi karya sastra yang luas. Ia melihat sastra Indonesia sebagai sebuah kekayaan. Itu sebabnya, ia merasa terusik dengan menurunnya minat baca di kalangan generasi muda masa kini.

Eka pun melihat gejala itu sebagai dampak dari kurangnya fasilitas untuk mendapatkan buku bacaan yang baik dan benar. “Bagaimana meningkatkan minat baca, jika fasilitas untuk mendapatkan buku sebagai bacaan saja masih sulit,” sesalnya, menutup wawancara dengan femina. (f) 


Faunda Liswijayanti


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?