Merasakan yang Tak Terlihat

4 Mar 2016


Mendung yang menggelayut langit Jakarta pada Sabtu, 20 Februari 2016, tidak melunturkan antusiasme sahabat femina menghadiri acara nonton bareng film Jingga karya sutradara dan produser Lola Amaria yang juga Wajah Femina (WF) 1997. Pagi itu, suasana Studio 4 Gandaria City XXI mendadak cerah dengan kehadiran mereka yang kompak menggunakan busana oranye.
 
Penuh Harapan
Matahari pagi nan cerah mengawali kisah persahabatan empat penyandang tunanetra. Sebagai pendatang baru di sekolah luar biasa (SLB), Jingga (Hifzane Bob) mudah beradaptasi. Ia diajak bergabung sebagai penggebuk drum di band yang didirikan oleh Marun (Qausar HY), Magenta (Aufa Assegaf), dan Nila (Hany Valery). Tidak main-main, mereka bercita-cita untuk  ikut kompetisi band dan membuat album musik.
           
Hari-hari mereka jauh dari suram. Setelah jam sekolah, mereka berkumpul di studio musik untuk berlatih, mengunjungi toko gitar, bercengkerama di taman, menjelajah Bandung naik kendaraan umum, hingga nonton film di bioskop ditemani pembisik. Dalam keterbatasan, mereka tumbuh menjadi sahabat  yang saling menguatkan, berbagi suka-duka, merasakan cinta, dan juga merelakan kehilangan. Seperti cahaya mentari, warna oranye menjadi lambang harapan yang tumbuh tiap hari.
 

Menyebar Kepedulian

Selama 102 menit, sahabat femina diajak ‘mengintip’ ke dunia para penyandang tunanetra di Kota Bandung. Melalui sudut pandang sentuhan jari, pendengaran, dan penciuman, sang sutradara menyuguhkan perjuangan mereka untuk hidup mandiri dan normal. “Saya harap film ini dapat membuka mata masyarakat bahwa ada 3,7 juta penyandang tunanetra di Indonesia yang perlu kita perhatikan masa depannya,” ujar Lola, saat film usai.
           
Ketika Lola memanggil para pemeran film (kecuali Aufa Assegaf yang tidak hadir) untuk maju ke depan studio, serentak terdengar decak kagum sekaligus terkejut dari bangku penonton. Hifzane, Qausar, dan Nila ternyata bukan penyandang tunanetra seperti yang sahabat femina kira sebelumnya. “Kami mempelajari dan berlatih hidup sebagai tunanetra secara serius selama kurang lebih 2 bulan. Harus menghayati secara total karena kami ingin film ini bermanfaat untuk banyak orang, khususnya teman-teman tunanetra,” tutur Hany.
           
Dukungan juga ditunjukkan oleh Widia Loelang (WF 1986), Putri Windasari (WF 2015), dan pemenang lomba Wanita Wirausaha Mandiri Femina 2013, Anne Sri Arti, yang turut hadir hingga acara usai. “Pandangan mata saya lebih terbuka setelah nonton film ini. Lola menyampaikan perjuangan para tunanetra dengan sangat sederhana dan tidak cengeng,” tutur Anne.  

“Kami mendukung film Jingga bukan hanya karena ini karya anak bangsa, tetapi juga karena film ini mewakili bagian dari kehidupan kita. Kalau bukan kita yang mendukung, siapa lagi?” ujar Community Development Manager femina, Dewi Assaad.(f)  

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?