Health & Diet
Pentingnya Pengobatan Paliatif untuk Pasien Kanker Anak

27 Sep 2017


Foto: Pexels

Bulan September adalah bulan untuk memperingati Hari Kanker Anak Internasional. Namun sayang, masih banyak anak yang harus terjebak dengan rasa sakit, nyeri, tidak nyaman, takut ataupun depresi karena kanker. Padahal seharusnya, tiap anak memiliki hak untuk bebas dari hal-hal tersebut.
 
Ada cara yang sebenarnya bisa ditempuh untuk meminimalkan penderitaan pasien kanker anak: melalui perawatan paliatif. Ini adalah pengobatan yang dapat mengurangi gangguan fisik, psikis, spiritual hingga meningkatkan kualitas hidupnya. Tentu saja juga tetap menerapkan pengobatan secara kuratif (medis).
 
World Health Organization (WHO) mendefinisikan paliatif sebagai perawatan terpadu oleh dokter, perawat, psikolog dan ahli spiritual yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit mengancam jiwa. Pengobatan ini berfungsi meringankan nyeri dan penderitaan lainnya, serta memberikan dukungan spiritual dan psikososial sejak penyakitnya sudah diagnosis hingga akhir hayatnya.
 
Perawatan paliatif pun dinilai kian penting mengingat dari tahun ke tahun penderita kanker terus bertambah. Belum lagi, gejala fisik yang dialami pasien kanker anak diperparah dengan kemungkinan mengalami berbagai macam masalah mental.
 
Penelitian David R. DeMaso dan Richard J. Shaw yang dituangkan dalam buku Pediatric Psychosomatic Medicine (2010) mengidentifikasi sejumlah masalah yang dialami anak dengan kanker saat menjalani pengobatan. Sebanyak 59 persennya memiliki masalah kesehatan mental, 15 persen mengalami kecemasan, 10 persen didiagnosis depresi, dan 15 persen menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
 
Menurut David dan Richard, aneka masalah mental ini disebabkan karena ketidaknyamanan saat proses pengobatan, ketidakmampuan untuk beraktivitas seperti sedia kala (sekolah, belajar dan bermain), hingga tekanan sosial dari keluarga maupun lingkungan sekitar.
 
Perawatan paliatif memiliki peranan penting dalam mengatasi gejala fisik ataupun tekanan emosi yang diderita anak.  RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, yang sudah menerapkan perawatan paliatif, membuktikan itu. Berdasarkan hasil analisis dari Tim Penanggulangan Penyakit Kanker RSUD Dr. Soetomo, 80-90 persen dari nyeri akibat kanker dapat ditanggulangi dengan tindakan paliatif.
 
Dalam praktiknya ada dua jenis perawatan paliatif, yaitu tahap manajemen gejala dan tata laksana akhir kehidupan. Dalam tahap manajemen gejala, paliatif berfungsi mengatasi rasa nyeri, luka, kelelahan, gangguan sistem pencernaan (mual dan konstipasi), gangguan pernapasan, hingga gangguan psikiatri (psikologi dan emosi) agar pasien kanker anak dapat menjalani kesehariannya sebaik mungkin.
 
Tahap tata laksana akhir kehidupan biasanya diberikan pada pasien yang tak lagi responsif pada pengobatan. Pada tahap ini para dokter, perawat, atau psikolog akan membantu meringankan rasa sakit dan keluhan fisik anak, menjaganya agar tetap merasa nyaman dalam menjalani hidup senormal mungkin hingga mempersiapkan dan mendukung pasien serta keluarganya dalam menghadapi kematian.
 
Di sisi lain, agar anak tetap dapat menikmati kehidupannya sehari-hari, hal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membuatnya merasa senang dan bahagia. Kendatipun mereka menderita penyakit kronis, aktivitas seperti sekolah, belajar dan bermain, harus tetap diberikan. Perlu dikondisikan agar pasien kanker anak dapat tetap bermain, mengikuti kegiatan belajar mengajar dan melalui kegiatan yang menyenangkan sesuai usianya.
 
Hanya saja, pengetahuan masyarakat tentang perawatan paliatif masih terbilang minim.
Minimnya pengetahuan masyarakat di Indonesia perihal manfaat paliatif membuat mereka masih terjebak dengan anggapan bahwa perawatan jenis ini hanya diberikan pada pasien yang sudah tidak tertolong lagi atau sudah mau mati. Ini membuat mereka enggan memberikan perawatan paliatif pada anak mereka yang menderita kanker.
 
“Padahal itu adalah konsep usang yang kini tidak dipakai lagi,” tutur dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA, spesialis kanker anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Ia pernah didatangi orang tua pasien kanker anak yang menolak anaknya dirawat dengan cara paliatif. Menurut dr. Edi, tidak peduli pasien didiagnosis kanker stadium berapapun, masih bisa disembuhkan atau tidak, perawatan paliatif penting untuk diberikan kepada pasien demi meningkatkan kualitas hidupnya.
 
Perawatan paliatif untuk pasien kanker anak yang masih dalam stadium awal berperan untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan emosi positifnya agar mereka lebih nyaman dalam menjalani pengobatan. Dr. Edi menyatakan, bukan tak mungkin melalui berbagai rangkaian dan proses pengobatan dengan perasaan nyaman dan bebas nyeri, akan membawa pasien pada kesembuhan.
 
Menurut dr. Edi, bagi pasien yang sudah masuk dalam tahap stadium lanjut atau tubuhnya tak lagi responsif terhadap berbagai pengobatan yang dilakukan, paliatif berfungsi untuk mempersiapkan sisa hayatnya dengan kualitas hidup terbaik hingga anak tersebut dapat meninggal dunia dengan bermartabat.  “Jadi, paliatif tidak hanya diberikan pada pasien yang sudah masuk tahap end-state saja,” katanya.
 
Dr. Edi menambahkan, penting untuk menjelaskan pada keluarga pasien kanker anak bahwa kematian adalah hal manusiawi dan bukan sesuatu yang perlu ditakuti. “Karena kematian adalah bagian dari kehidupan, yang mana semua orang akan menghadapinya. Sehingga pasien dan keluarga siap menghadapi realita dan anak tak perlu meninggal dalam kesakitan, melainkan dengan cara yang lebih bermartabat,” ujarnya.
 
Kenyataan memang tak semudah dalam teori. Tenaga medis yang memraktikkan perawatan paliatif terkadang harus menghadapi tantangan ketika menemui keluarga pasien kanker anak. Ada yang masih memelihara harapan tinggi agar anak sembuh dengan melakukan berbagai macam cara, walau realitasnya tak seperti yang ia kira.
 
“Mereka sudah tahu anaknya tidak lagi responsif pada kemoterapi, tapi mereka akan melakukan apapun dan masih berharap anaknya bisa sembuh. Padahal, dengan melakukan kemoterapi lagi, misalnya, anaknya akan makin merasa tersiksa,” kata dr. Edi. Namun di sisi lain, ada juga keluarga yang berusaha untuk memberikan pengobatan pada pasien walaupun kemungkinan sembuhnya sedikit tapi terkendala oleh masalah keuangan.
 
Tak Hanya Di Rumah Sakit
Pengobatan paliatif tak hanya bisa dilakukan di rumah sakit, tapi juga di rumah. Ketua Masyarakat Paliatif Jakarta, dr. Siti Annisa Nuhonni mengatakan, orang tua atau keluarga bisa belajar bagaimana menangani nyeri, memberikan nutrisi yang tepat untuk dipraktekkan di rumah. Kini pun kian banyak organisasi non-profit yang memberikan perawatan paliatif bersifat homecare (kunjungan ke rumah). Lembaga non-profit yang memberikan perawatan paliatif bagi anak-anak antara lain Rumah Rachel dan Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia.
 
Dr. Nuhonni menambahkan, paliatif tak berhenti hanya sampai ketika pasien meninggal dunia. Pasca kematian pun, asuhan paliatif masih diterapkan dengan memberikan bantuan pada keluarga dalam menghadapi proses kesedihan, menerima kenyataan, menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehadiran anak, hingga meredam emosi dan melanjutkan hidup.
 
“Peran dokter, perawat, psikolog, pakar spiritual atau bahkan lingkungan sekitarnya setelah kematian, akan membuat keluarga tidak merasa sendirian dalam menghadapi cobaan tersebut, sehingga mereka bisa melanjutkan kehidupannya seperti sedia kala,” tambahnya.
 
Dr. Edi menuturkan, terlepas dari penyakit berat yang mereka idap, tiap anak berhak untuk bebas dari rasa nyeri dan takut, merasakan kenyamanan dan kebahagiaan. Kalaupun tubuh pasien kanker anak tak lagi responsif pada berbagai pengobatan, seharusnya mereka mendapatkan kualitas hidup yang terbaik di sisa hidupnya. Jika kita bisa mempersiapkan sebuah kelahiran dengan penuh rasa suka dan kebahagiaan, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama dengan menyiapkan kematian. “Paliatif membantu memberikan kualitas hidup dan kematian yang baik,” ujarnya. (f)
 


Topic

#kesehatan, #kanker, #anak

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?