Health & Diet
Penggunaan Morfin untuk Perawatan Paliatif Pasien Kanker Tingkat Lanjut, Sejauh Mana?

26 Sep 2017


Foto: Pixabay

Demi membebaskan para penderita kanker, termasuk pasien kanker anak, pemerintah sedang menggencarkan penerapan perawatan paliatif demi meminimalisasi penderitaan pasien. Ini adalah pengobatan yang dapat mengurangi gangguan fisik, psikis, spiritual hingga meningkatkan kualitas hidup penderita. Tentu saja juga tetap menerapkan pengobatan secara kuratif (medis).
 
World Health Organization (WHO) mendefinisikan paliatif sebagai perawatan terpadu oleh dokter, perawat, psikolog dan ahli spiritual yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit mengancam jiwa. Pengobatan ini berfungsi meringankan nyeri dan penderitaan lainnya, serta memberikan dukungan spiritual dan psikososial sejak penyakitnya sudah diagnosis hingga akhir hayatnya.
 
Pemerintah sudah sejak 2007 mengimbau rumah sakit dan berbagai fasilitas layanan kesehatan lainnya untuk menerapkan perawatan paliatif. Himbauan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
 
Melalui kebijakan tersebut diharapkan terlaksana perawatan paliatif bermutu sesuai standar pada tiap layanan kesehatan, ada pedoman pelaksanaan, tersedia tenaga medis dan non-medis terlatih, hingga sarana serta prasarana yang diperlukan.
 
Sayangnya, implementasinya merayap lambat dan belum maksimal. Di Indonesia, baru lima kota besar yang menerapkan perawatan paliatif, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Itupun belum semua rumah sakit secara rata menerapkannya. Hanya rumah sakit besar tertentu saja yang mempraktikkan paliatif.
 
Minimnya Pemahaman
Potret ini dapat dilihat tidak hanya dari minimnya pemahaman tentang perawatan paliatif di masyarakat, tapi juga di tenaga medisnya sendiri. “Misal, dokternya sudah memraktikkan paliatif, tapi perawatnya tidak paham. Atau sebaliknya. Ini kadang membuat pasien dan keluarga bingung. Jadi kurang terintegrasi antar tenaga medis dan non-medisnya,” kata Ketua Masyarakat Paliatif Jakarta, dr. Siti Annisa Nuhonni.
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati mengakui adanya masalah ini. Ia menyebut minimnya pemahaman soal paliatif di kalangan tenaga medis sebagai salah satu tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
 
Lily mengatakan, untuk mengejar keterlambatan dalam mempraktikkan perawatan paliatif, Kementerian Kesehatan  melakukan pelatihan di 12 provinsi, 2016 lalu.
 
“Pelatihan diberikan kepada perwakilan dokter spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dokter umum dan perawat pada masing-masing provinsi. Dari pelatihan ini diharapkan dapat menyebarkan ilmu paliatif ke banyak tenaga medis di seluruh Indonesia,” kata dr. Lily. Ia berharap semua fasilitas layanan kesehatan dapat memraktikkan paliatif, walaupun saat ini belum ada sanksi bagi rumah sakit yang tak menerapkannya.
 
Jakarta, sebagai kota dengan rumah sakit terbanyak yang bisa menangani kanker dan menerima banyak pasien dari berbagai kota, justru bisa dibilang tertinggal dari Surabaya. Ibu kota Provinsi Jawa Timur itu terkenal sebagai Kota Paliatif sejak tahun 1992.
 
RSU Dr.Soetomo Surabaya bisa dikatakan sebagai cikal bakal pelayanan perawatan paliatif di Indonesia. Sistem perawatan paliatif pun cukup terintegrasi dengan baik, di mana tersedia Poli Khusus Paliatif dan Bebas Nyeri. Terdapat setidaknya 15 dokter paliatif di rumah sakit itu.  
 
Kendala lain dalam pelaksanaan paliatif adalah soal pemakaian morfin. Menurut dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA, spesialis kanker anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, banyak alasan yang mengganjal pemberian morfin pada anak. Morfin itu diberikan untuk membebaskan pasien kanker anak dari rasa nyeri akibat kanker.
 
Ada yang takut memakainya karena khawatir memunculkan ketergantungan. Tapi ada juga yang beralasan morfin itu haram. Penolakan pemakaian morfin tidak hanya datang dari orang tua pasien, tapi kadang kala juga dari tenaga medis itu sendiri. “Padahal, yang membuat morfin mendapatkan stigma negatif itu adalah oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan dari situ. Dan sebenarnya morfin itu terbuat dari tumbuhan, dan bukan sesuatu yang haram,” kata dr. Edi.
 
Dokter yang juga membantu memberikan pelatihan paliatif pada sejumlah tenaga medis ini juga menceritakan bagaimana pilunya mendengar teriakan pasien kanker anak ketika merasakan nyeri hebat. Di satu sisi orang tua mereka menolak memberikan izin pada dokter untuk memberikan morfin.
 
“Bisa bayangkan bagaimana tersiksanya anak tersebut karena harus menahan rasa sakit? Seharusnya hak tiap anak adalah bebas dari rasa nyeri,” kata dia. Teriakan itu juga kadang didengar oleh pasien anak lainnya. “Ini akan membuat pasien lain merasa stres, tertekan, dan takut juga.”
 
Dr. Edi menjelaskan, 50 persen pasien kanker anak yang datang ke RS Dharmais sudah masuk dalam golongan stadium lanjut. Umumnya, jika sudah dalam tahap ini, nyeri yang dirasakan oleh pasien kanker anak adalah nyeri hebat. Dalam situasi seperti itu, morfin adalah pilihan terbaik untuk memerdekakan anak dari rasa nyeri.
 
“Paliatif tanpa morfin itu bukan paliatif,” kata dr. Edi. Membebaskan pasien dari rasa nyeri adalah bagian dari tata laksana perawatan paliatif, selain hak setiap orang untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik selama hidupnya.
 
Indonesia merupakan salah satu negara di posisi bawah dalam penggunaan morfin. Berdasarkan data International Narcotics Control Board (2011), Indonesia berada di posisi ke-132 dari 152 negara pengguna morfin medis. Pemanfaatan morfin medis di tanah air juga masih tergolong sangat rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara, seperti Kamboja yang berada di urutan 127, Vietnam 112, dan Malaysia 52. (f)

Baca juga:
Ini Cara Para Penyintas Kanker Payudara Saling Menguatkan
Kanker Jadi Penyebab Kematian Kedua Pada Anak
Fakta: 59% Anak dengan Kanker Memiliki Masalah Kesehatan Mental


Topic

#kesehatan, #kanker, #paliatif

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?