Health & Diet
Orang Sekarang Lebih Gampang Stres?

26 Jul 2018

Foto : 123RF

Itu memang benar dan beralasan. Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2017 menemukan, ada sekitar 4.600 orang di Jakarta yang mengalami gangguan jiwa dan belum tertangani. Apa pemicunya? 

Menurut dr. Nova Riyanti Yusuf Sp.KJ, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa DKI Jakarta yang juga mantan anggota DPR periode 2009-2014, melihat kondisi saat ini, kehidupan yang makin kompleks membuat orang mudah mengalami stres hingga depresi yang mengganggu kesehatan jiwa. “

Kalau melihat kondisi saat ini, bisa dibilang kemungkinan orang stres bisa saja makin tinggi. Misalnya, dulu belum ada hoax, sekarang ini hoax bertebaran, memicu stres,” ungkap wanita yang akrab disapa Noriyu ini. 

Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak stresor psikososial, yaitu kondisi sosial yang bisa memengaruhi psikologis seseorang. Tiap orang memiliki stresor --pemicu terjadinya stres-- yang berbeda-beda. Stresor ini ada yang positif, ada juga yang negatif. 

Stresor positif mendorong seseorang menjadi lebih baik. Sedangkan stresor negatif mendorong melakukan hal yang bisa merugikan. Keadaan sosial yang bisa memicu stres ini bisa mulai dari rutinitas sederhana. “Contohnya, macet. Baru membuka mata saja, yang pertama kali dipikirkan warga Jakarta adalah harus menembus kemacetan jalan. Sementara ada empat meeting yang tempatnya berjauhan. Lalu, ternyata rapatnya molor, tidak bisa mengejar meeting berikutnya. Ini hanya dari satu kondisi macet. Hal-hal seperti ini bikin stres dan membuat kita jadi selalu khawatir,” jelasnya. 

Di tempat kerja, stresor bisa berupa beban kerja, hubungan dengan rekan kerja, dan lain￾lain. Penting untuk mengetahui stresor di tempat kerja, apakah lingkungan kerja kita masih sehat. Manajemen perusahaan pun harus lebih peduli. “Mereka harus mengenali sekaligus mencari strategi yang akan diterapkan untuk menangani stresor tersebut,” katanya. 

Stresor juga bisa muncul dari lingkungan sosial. Stresor negatif, seperti dicontohkan Noriyu, misalnya ketika melihat teman pakai tas mahal, lalu ingin memilikinya juga. Namun, secara kemampuan ia mungkin belum bisa memiliki tas mahal tersebut. Ada dorongan eksternal untuk sesuatu yang tidak mungkin atau tidak sampai, yang bisa menjadi stresor. Padahal, sebenarnya bukan hal yang penting dan tidak perlu. 

Kondisi politik dan kebijakan pemerintah, juga menjadi salah satu stresor yang patut dipertimbangkan. Sebuah penelitian yang dilakukan di AS untuk menilai tingkat stres secara nasional juga memasukkan Donald Trump ke dalam penelitiannya. Hasilnya, ternyata sosok Donald Trump ini menjadi stresor yang cukup signifikan bagi kedua kubu, baik Republik maupun Demokrat. 

Baru-baru ini Noriyu bersama dengan Bukalapak membuat penelitian bernama Selasar. Ada sekitar 107 responden yang merupakan pengguna aktif Bukalapak yang menjawab secara lengkap semua pertanyaan dengan instrumen kecemasan. Responden berasal dari Jakarta, pengguna aktif media sosial, dan datang dari usia millennial. Hasilnya, 52% merasa cemas dengan kondisi saat pemilu. 

Setelah dihubungkan, ternyata mereka yang menjawab merasa lebih cemas kehilangan teman gara-gara beda pandangan politik. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran teman atau orang lain. Ini artinya ada trigger stresor dari masalah politik yang berhubungan dengan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. “Untuk ini, seseorang harus bisa santai sedikit, menahan diri, tidak saling menyerang atas pilihan politik,” katanya. 

Dalam hal ini, media sosial juga bisa menjadi stresor psikososial yang perlu diperhitungkan. Tingkat penggunaan gadget, termasuk di dalamnya adalah media sosial, games, dan lain-lainnya, bisa menimbulkan suatu kondisi ketergantungan. Ini tentu saja bisa memengaruhi kondisi kejiwaan seseorang. (f)

Baca Juga:
Imunisasi MR di 28 Provinsi Segera Dimulai
5 Inovasi Kesehatan Ini Bikin Warga Gorontalo Lebih Sehat. Dari Wisuda Bayi Sampai Bank Darah Digital
Squat Jump Bisa Menyebabkan Lumpuh Kaki, Benarkah?

Faunda Liswijayanti


Topic

#kesehatanjiwa, #kesehatan, #stres

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?