Health & Diet
Orang Dewasa Juga Perlu Imunisasi, lho!

16 May 2016



Foto: Fotosearch
 
Bukan hanya balita, orang dewasa pun memerlukan suntikan kekebalan tubuh. Selain untuk membentengi diri dari berbagai penyakit, imunisasi juga bisa memangkas budget kesehatan tahunan Anda. Tak percaya? Buktikan...
 
Dibandingkan dengan imunisasi pada bayi dan anak-anak, imunisasi bagi orang dewasa memang belum terlalu populer. Padahal, cukup banyak jenis penyakit berbahaya yang bisa dihindari dengan melakukan imunisasi. Pada pertemuan tahunan American Society Medicine di Atlanta, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu, terungkap bahwa imunisasi pada orang dewasa mampu mencegah kematian hingga 100 kali lipat dibandingkan imunisasi pada anak-anak. Angka yang cukup mencengangkan, bukan?
 
Imunisasi Aktif VS Pasif
Imunisasi dengan kata dasar ‘imun’ berasal dari bahasa Latin, yakni immunitas, yang artinya pembebasan atau kekebalan. Dalam sejarah, istilah ini berkembang menjadi perlindungan terhadap penyakit, terutama terhadap penyakit menular. Sebenarnya, bagaimana cara tubuh melindungi diri dari penyakit?
Pada saat sejenis kuman (misalnya, kuman cacar air) untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum pernah memiliki ‘pengalaman’ serupa. Tetapi, pada reaksi kedua, ketiga, dan seterusnya, tubuh sudah memiliki memori untuk mengenali kuman tersebut. Dengan demikian, pembentukan antibodi terjadi dalam waktu lebih cepat dan dalam jumlah lebih banyak pula.

Agar tubuh dapat mengalami reaksi kedua, ketiga, dan seterusnya, menurut dr. U.F. Bagazi, Sp.OG, dari Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta, perlu dilakukan imunisasi aktif dengan cara vaksinasi. Dengan cara ini, tubuh diberikan kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Tujuannya untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. “Biasanya, vaksinasi dilakukan untuk menghadapi beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, seperti tetanus, cacar air, atau polio,” kata dr. Bagazi.

Selain imunisasi aktif (vaksinasi), dikenal juga imunisasi pasif, yakni penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi di dalam tubuh seseorang meningkat. Dalam imunisasi jenis ini, tubuh tidak dirangsang untuk membentuk antibodi sendiri, melainkan mendapat dukungan asupan antibodi dari luar. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang baru saja mengalami kecelakaan.
 
Hemat Waktu dan Biaya
Menurut dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI dari Subbagian Alergi-Imunologi Klinik, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSPUN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, orang dewasa membutuhkan imunisasi aktif agar terlindung dari penyakit berbahaya tertentu. Sayangnya, saat ini belum banyak orang dewasa yang melakukannya.

Kalaupun ada, jenis imunisasi yang dilakukan terbatas pada hepatitis B, hepatitis A, meningokok, dan influenza. Kedua jenis imunisasi yang belakangan, terutama diberikan kepada jemaah calon haji untuk menangkis serangan penyakit meningitis dan influenza, yang mungkin terpapar saat berada di Tanah Suci.
Penyebabnya, kata dr. Iris, “Banyak orang dewasa merasa tidak membutuhkan kekebalan tubuh tambahan. Jika sudah menjaga higienitas lingkungan serta memiliki pola makan dan pola hidup yang baik, maka mereka menganggap dirinya sudah memiliki kekebalan tubuh yang baik pula.” Pendapat ini, tambah dr. Iris, memang tak sepenuhnya salah. Namun, perlu diingat bahwa kuman, seperti juga bakteri dan virus, bisa berkembang di mana-mana. Terlebih di iklim tropis semacam Indonesia, kuman lebih mudah berkembang biak.

Selain itu, biaya vaksinasi yang besarnya antara Rp200.000-Rp350.000  (perkiraan harga di RSUPN Cipto Mangunkusumo, harga bisa berubah sesuai kebijakan RS), juga sering dinilai terlalu mahal. Terlebih, biaya vaksinasi umumnya tidak ditanggung asuransi. Padahal, ambil contoh vaksinasi influenza, dengan biaya Rp200.000 (termasuk biaya dokter), tubuh Anda akan memiliki kekebalan atas serangan influenza selama setahun. Kalaupun sampai terserang, dampaknya tidak akan parah.

Tanpa vaksinasi, Anda akan mudah terserang penyakit influenza. Sangat jarang bukan, orang terkena flu hanya sekali dalam setahun? Padahal, setiap kali berobat, Anda harus mengeluarkan biaya dokter tak kurang dari Rp50.000. Jumlah itu belum termasuk biaya obat-obatan yang biasanya lebih dari Rp100.000. Belum lagi kerugian fisik dan waktu yang Anda derita. Karena sakit, pastinya konsentrasi kerja dan kegiatan harian Anda juga akan terganggu.

Pada beberapa orang, ada yang enggan melakukan imunisasi karena mengkhawatirkan keamanan dan efek sampingnya. “Tak bisa dipungkiri, beberapa jenis vaksinasi memang memiliki efek samping tertentu. Yah, namanya juga memasukkan zat asing ke dalam  tubuh. Tapi, efek samping tersebut terbilang jarang terjadi, dan sifatnya tidak berbahaya. Yang jauh lebih penting adalah manfaat imunisasi itu sendiri,” papar dr. Iris.

Efek samping vaksinasi antara lain adalah timbulnya rasa nyeri atau pembengkakan pada kulit pascapenyuntikan. Reaksi ini terbilang normal dan akan lenyap dalam waktu 48 jam. “Biasanya, reaksi tersebut muncul setelah dilakukan suntikan jenis Intra Dermal (ID) atau suntikan di bawah kulit. Karena itu, kini jenis penyuntikan ID sering kali diganti dengan suntikan Intra Muscular (IM) yang langsung ke daging,” dr. Iris menjelaskan.

Keluhan lain yang juga biasa dialami adalah demam, timbul rasa lemah, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada suntikan vaksin influenza, terkadang juga timbul nyeri otot atau nyeri kepala, yang akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 48 jam. Selain itu, ada pula kemungkinan pasien terserang kaligata, yaitu gatal-gatal seperti yang dialami oleh penderita alergi.

“Namun, Anda tak perlu khawatir, karena berbagai efek samping tersebut sebetulnya jarang terjadi. Sebelum melakukan penyuntikan, dokter atau petugas medis akan memeriksa apakah Anda menderita alergi atau tidak. Lagi pula, setiap kali dilakukan penyuntikan, Anda akan diberi obat penawar yang dapat diminum apabila timbul efek samping yang disebutkan tadi,” tambah dr. Iris. (f)

Yuniarti Tanjung

Baca juga: Menilik Kontroversi Imunisasi


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?