Gadget
Belajar Agama Lewat Digital Perlu Kedewasaan Dalam Memilah dan Menyaring Informasi Agar Tidak Terjebak Hoax

13 Jan 2018

Foto: Pixabay

Belajar agama di internet memang bisa menjadi begitu seru dan praktis. Hal yang paling dicari konsumen di era ini. Namun, dengan begitu banyaknya konten di dunia digital, ada baiknya kita memiliki ‘saringan’.

Menurut Romo Antonius Benny Susetyo, Rohaniwan Katolik, Penasihat Khusus Unit Kerja Presiden, yang juga berkecimpung dalam menangani konflik akibat masalah sosial politik, mengulang apa yang dikatakan Paus, bahwa jejaring sosial dapat memfasilitasi hubungan antarmanusia dan menyebarkan kebaikan dalam masyarakat, tapi juga dapat mendorong perbedaan dan perpecahan antarkelompok dan individu.

“Dalam pidatonya Paus mengingatkan, dunia digital adalah ruang publik, tempat untuk bertemu dan saling memberi dukungan atau menjatuhkan, menjadi tempat diskusi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat atau sebaliknya, saling menyerang dengan semena-mena,” ungkapnya.

Mohamad Syafi’ Ali, Direktur NU Online, yang biasa disapa Savic Ali pun menyoroti tentang belum adanya lembaga keagamaan yang mampu melakukan penyaringan terhadap konten-konten yang justru kontra produktif dengan keragaman hubungan sosial di masyarakat. “Mau tak mau, kita sendiri yang harus pandai-pandai menyikapi konten dan aplikasi yang banyak itu,” kata Savic.

Menurut Romo Benny, apa yang tersaji di ranah digital dan dipilih seseorang, semua kembali kepada penggunanya. “Perlu kedewasaan dalam menggunakannya, karena dalam dunia maya kendali ada pada diri masing-masing orang. Paus pun berpesan agar gereja membekali dan meminta anak-anak untuk didampingi saat menggunakan teknologi digital. Teknologi digital itu harus digunakan secara tepat guna. Problem kita hari ini adalah literasi digital kita masih rendah, sehingga masih mudah percaya hoax, informasi yang tidak benar,” ujarnya.

Teknologi, jika digunakan dengan bijak, dapat dipakai sebagai alat untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan saling terbuka untuk berbagi. Romo Benny juga mengingatkan untuk tetap menjaga hubungan dan komunikasi langsung, karena ada rasa kemanusiaan yang kurang, seperti solidaritas dan toleransi dalam berkomunikasi, yang sulit dipelajari tanpa berinteraksi langsung tatap muka.

Belajar agama secara online, meski lebih mudah dijangkau, sayangnya juga lebih mudah ditinggalkan saat menemui kesulitan. “Belajar langsung memungkinkan kita mengajukan pertanyaan dan mendapat respons langsung. Hal yang belum tentu bisa didapat saat belajar secara online,” jelas Savic. (f)

Baca juga:
 


Topic

#gadget, #literasidgital, #solidaritas, #kemanusiaan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?