Food Trend
Pipiltin Cocoa Membawa Cokelat Flores dan Banyuwangi Sampai ke Jepang!

31 May 2017


Foto: Dok. Pipiltin

Banyak pebisnis kuliner punya impian menembus Jepang, negeri berselera tinggi. Merek cokelat Indonesia, Pipiltin Cocoa, melakukannya baru-baru ini di mal premium Tokyu Plaza Ginza. Femina berbincang dengan pendirinya, Tissa Aunilla, di sela-sela kesibukannya menangani Pipiltin Cocoa pop-up store di Alun-Alun Indonesia.
 
Femina (F): Pipiltin Cocoa mendapatkan space di Tokyu Plaza Ginza. Berapa lama?
Tissa Aunilla (TA): Empat hari dan kami melakukan chocolate tasting untuk cokelat Tabanan (Bali), Pidie (Aceh), Flores, dan Glenmore (Banyuwangi). Apresiasi datang lebih bila cerita diutarakan langsung oleh pendiri.
 
F: Bagaimana bisa menembus mal premium ini?
TA: Saya bermitra dengan pebisnis lokal. Mereka yang selama ini memasarkan produk kami melalui www.pipiltin.jp, mendesain lebih jauh kemasan cokelat yang dikirim dari Indonesia, hingga mencari jenis pasar yang paling menguntungkan. Di Jepang, banyak produk niche cocok memasarkan produknya melalui segmen perusahaan.
 
F: Orang Jepang memang suka cokelat, ‘kan?
TA: Banget! Jepang, seperti Dubai, jadi tempat nama-nama sebesar Dandelion dan Cacao Sampaka untuk buka butik cokelat berkonsep bean-to-bar. Di sana, cokelat tak hanya dibedakan berdasarkan origin-nya, tapi sudah hingga conching time. Saya lebih mudah jualan karena konsumennya sudah di level itu.
 
F: Tiga kali chocolate tasting Anda digemari. Bagaimana memasarkannya?
TA: Kami berpromosi di media lokal dan bloggers. Popularitas Bali memang mempermudah dan mereka suka karakter cokelatnya yang gurih. Mereka berucap “Wow!” ketika selanjutnya mencoba cokelat Flores. Cokelat Tabanan dan Flores paling laku karena berbeda dengan cokelat Afrika yang umum di sana.

F: Pipiltin, lewat cokelat Indonesia, jadi diferensiasi. Bagaimana mereka memandang Indonesia?
TA: Negeri kita dipandang eksotik. Karenanya, saya membesarkan judul “100% Indonesian Chocolate Tasting”. Mereka lumayan sedih cokelat kita kurang terangkat di dunia.
 
F: Bagaimana karakter konsumennya?
TA: Ekspektasinya tinggi sehingga produk harus berbeda karena banyak saingan. Tastebud mereka terasah sehingga mudah mengenali penurunan rasa. Makanya, jangan kompromi kualitas. Mereka suka produk organik dan kami menanam dengan prinsip-prinsip ini walau belum disertifikasi. Oh ya, tiap kali saya menyodorkan icip-icip, nyaris tidak ada pelintas yang menolak. Walaupun tidak beli, mereka mau mendengarkan. Etikanya luar  biasa.
 
F: Bagaimana desain gerai Pipiltin mengikuti tren visual di sana?
TA: Ilustrasi itu penting bagi orang Jepang. Makanya, gambar petani kami besarkan. Definisi bean to bar dijelaskan dalam bentuk gambar. Flavor wheel diganti dengan flavor bubble yang lebih jenaka dan memancing game selama tasting. Leaflet hingga yang kecil-kecil banget disiapkan oleh mitra bisnis. Konsumen Jepang ‘kan, sangat peduli pada detail.
 
F: Seberapa pentingnya punya mitra usaha di negeri lain?  
TA: Mereka mengatasi hambatan bahasa, paham analisis pasardan cara mendekati konsumen. Dari mereka, saya tahu tren kemasan: cokelat single origin sebaiknya dikemas-kemas kecil dan disatukan dalam pouch. Praktis dimasukkan dalam tas.
Dulu sekali, saya sempat putus asa 6 bulan enggak dengar kabar dari mereka. Ternyata mereka lagi fokus analisis pasar di sana. Keputusan kerja samanya tidak instan. Mereka enggak pernah bisnis kuliner, tapi cinta cokelat Indonesia. Rencananya, mereka akan ke kebun di Tabanan dan Glenmore untuk membuat dokumentasi yang berkonsep. (f)

Baca juga:
Eskrim Rasa Nasi Uduk dan Ketoprak dari Eskimomo Hadir di Malaysia!
Chef Degan Septoaji Pengajar Indonesia Pertama di Le Cordon Bleu

Trifitria Nuragustina


Topic

#Cokelat, #TrenKuliner

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?