Food Trend
Mengemas Modern Kue Lokal: Packaging Naikkan Gengsi

9 Feb 2018


Foto: 123RF

Kue basah miskin inovasi? Apresiasi terhadap rasa lokal, mengikis anggapan ini perlahan-lahan dan melahirkan pandangan baru bahwa yang paling istimewa ada di dekat kita. Kue-kue lokal kini tampil dalam kemasan berkonsep modern dan bernilai tambah.

Berbeda dengan cake dan kue kering, kue basah tradisional jarang mendapat sentuhan modern. Kue basah--banyak ditemui sebagai jajanan pasar--dilewati begitu saja oleh anak muda karena tidak keluar dari cangkang lamanya. Cita rasanya sangat enak, tapi tidak memiliki branding sebagai added value. Terkadang kemasan khusus yang tahan lama juga membuat kue-kue rumahan ini sulit tiba dalam kondisi yang baik di tangan penerima.

Tidak demikian dengan Jepang, kue-kue basah mereka dikenal dunia dan tampil all out dengan kemasan imut-imut menggemaskan. Greget diciptakan oleh bangsa yang sangat menaruh perhatian pada detail itu. Prancis juga punya kemasan kue basah lokal seperti macaron (French macaroon) yang ikonis. Merek Ladurée dan Pierre Hermé Paris misalnya, menciptakan boks cantik berseri. Setelah kue habis, boksnya jadi barang koleksi!

Karena berlangsung begitu lama, orang Indonesia tidak menyadari hilangnya peran lebih kue lokal. Berbondong-bondong, cake dan cookies ala Barat dikirim sebagai kado di hari-hari besar. “Padahal, kue basah lokal itu enak dan beragam. Sayang sekali jika kita jarang mengonsumsinya kecuali di acara-acara tertentu,” ujar Kartika, staf pemasaran Fin’s Recipe, salah satu brand kue lokal dengan branding kekinian.

Secara perlahan, pengalaman traveling dan persentuhan dengan produk mancanegara mengasah kapabilitas bersaing UKM lokal. Kue Ijo–Fin’s Recipe disusun rapi dalam wadah plastik, disertai kelapa parut dan garpu terpisah. Informasi saran penyajian didesain dengan grafis modern. Merek ini menyasar pangsa pasar menengah ke atas. Nisa Quin, co-owner Tandur JKT, tidak ingin ketan durian kalah gengsi. Bersama Esach Rifky, kontestan MasterChef Indonesia - Season 2,  Tandur Mini Bites yang semula dikemas dalam kardus konvensional, lekas dibenahi. Pertengahan 2017, hadir packaging baru dengan hand lettering karya Letterhend Studio. “Harus instagrammable. Dari harga Rp44.000 per kotak, kini Rp55.000. Ganti packaging malah laris,” ucap alumnus sekolah perhotelan ini. 

Lapis Ijo Pandan khas Cina Bangka buatan chef Eddrian Tjhia juga berkonsep. Setelah kuenya memiliki penetrasi pasar yang baik, ia mengutuhkan branding dengan menggandeng Unique–Concept Design, untuk mendesain boks eksklusif. “Prosesnya tiga bulan sampai saya puas dengan kesan yang simpel dan elegan. Kue lokal jadi naik kelas,” ujarnya.

“So inventive. Bangga melihat anak muda begitu kreatif dan menghargai warisan kuliner peranakan Tionghoa. Salut!” ujar penulis kuliner, Hiang Marahimin, berbagi pendapat. Gupta Sitorus, praktisi branding dari Studio Geometry, menekankan bahwa strategi branding yang tepat jadi penentu dalam membangun  identitas produk di mata pelanggan. “Namun, branding jangan disalahartikan sebagai logo atau desain kemasan yang cantik semata. Dalam menciptakan branding untuk bisnis kuliner, dibutuhkan sebuah ‘esensi’ yang kuat yang menjadi brand positioning di pasar,” ujarnya.

Esensi ini menurut Gupta, yang selanjutnya diterjemahkan menjadi antara lain produk, logo, dan desain kemasan. Pada akhirnya, bisnis kuliner yang mampu
menampilkan esensinya secara selaras dan relevan dengan konsumen dapat memenangkan persaingan.(f)

Baca juga:
7 Promo Restoran yang Tidak Boleh Dilewatkan, Termasuk untuk Merayakan Natal dan Tahun Baru!
5 Strategi Sukses Memasarkan Bisnis Sendiri
Pentingnya Food Safety Bagi Pebisnis Kuliner

Trifitria Nuragustina


Topic

#trenpackaging

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?