Food Trend
Buah Gayam, Potensi Yogya untuk Mata Dunia

16 Dec 2017

Kenangan di masa sulit pangan bisa menjadi penggerak kreativitas seseorang dalam berkarya di meja dapur. Komunitas Slow Food - Yogyakarta menghidupkan cara lama ini di temu komunitas, Climate Change Campaign phase#2 : Cook up General.
 
Mengusung tema Gegayuh Ayem, potensi pohon gayam dipromosikan dalam sebuah makan siang berbasis gayam dan diskusi mengenai potensi kekayaan lokal ini.
 
Di bawah rintikan hujan pagi, acara berlangsung akrab di Omah Garengpoeng Homestay, penginapan etnik dekat Borobudur milik penggiat pangan lokal, Lily T. Erwin. Minuman sari gayam, keripik gayam, gayam rebus, krawu gayam menjadi pembuka, disusul dengan hidangan berbahan dasar buah gayam dan daun muda gayam, seperti rendang, semur, tempe besengek, perkedel (lentho), dan sayur lodeh. Bahkan ada tempe dari buah gayam yang dibungkus menggunakan daun gayam, sajian khas biodiversitas Desa Mulyodadi.
 
Gayam, pangan alternatif bernama latin Inocarpus fagiferus, dikenal di beberapa daerah Indonesia dalam nama angkaeng, bosua, gatep, ganyem, ganyang. Bahasa asingnya, polynesian chesnut. Kandungan buahnya adalah sekitar 75% karbohidrat, 10,5% protein, dan 7% lemak.
 
Pohon gayam punya kemampuan mengikat air tanah ke permukaan dengan akar tunjang yang kokoh. Daunnya yang lebar menjadi pembungkus ramah lingkungan. Daun mudanya mantap dimasak sebagai sayuran sehat.
 
Uniknya, nilai filosofi gayam dalam budaya Jawa  diceritakan dalam bentuk tembang jawa oleh ahli budaya pangan Prof. Murdijati Gardjito. Ini diperkaya pemaparan dari pemerintah Desa Mulyodadi  terkait program konservasi pohon gayam.
 
Keberagaman pangan adalah cara memahami warisan budaya, sesuatu yang menjadi perhatian besar komunitas Slow Food di belahan dunia mana pun. Komunitas ini di Indonesia, bergerak sangat aktif di Yogyakarta, di mana pasar-pasar organik khas alam terbentuk di beberapa tempat dan kesempatan, bermodal kesadaran bersama komunitas gaya hidup sehatnya yang cepat berkembang.
 
Di temu komunitas di Yogyakarta, diskusi turut menekankan pentingnya pangan yang tumbuh sesuai musim agar kembali ke meja makan keluarga, sejalan dengan kampanye Menu for Change tahun ini oleh Slow Food dunia, mengaitkan makanan dan climate change. Bagaimanapun, produksi pangan besar-besaran skala industri dan distribusi jarak jauh menjadi faktor terbesar ketiga dalam tren kenaikan emisi gas rumah kaca. 
 
Pohon gayam masih banyak ditemui di kawasan pedesaan, salah satunya di Desa Mulyodadi, Bambanglipuro, Kabupaten Bantul,  18 KM arah selatan Kota Yogyakarta. Pohon tuanya bisa kita lihat di sepanjang bantaran aliran irigasi desa.  Tingginya bisa mencapai 30 meter dengan diameter batang 70 cm.  Pohon asli Asia Tenggara ini mampu hidup subur di Indonesia, baik di tanah marginal,  area dekat pantai, hingga di ketinggian 500 m dpl.
 
Dua kali setahun, bermunculan bunga bertajuk kecil putih-kekuningan seharum kemuning. Sekitar tiga bulan dari bunga ini, akan hadir buah gayam yang berjatuhan ke tanah, warnanya kuning kecoklatan.  
 
“Sekitar tahun 1950-an, berebut buah gayam tua jadi kebiasaan masyarakat. Kegiatan mengupas atau nglecopi gayam juga perlu kemahiran tersendiri. Butuh parang yang tajam dan kemampuan membaca galur buah gayam. Buah direbus hingga empuk atau dibakar. Nikmat walau hanya dicocol garam,” ujar Lily T. Erwin, mengenang.
 
Pohon gayam punya area khusus di lingkungan dalam Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, khususnya di area antara Pagelaran dan  Siti Hinggil. Pohon ini, bersama pohon asam, juga tumbuh meneduhkan warga di sepanjang jalur dari Tugu menuju arah Kraton.
 
Slow Food sendiri adalah jejaring internasional non-profit yang berdiri di Italia di tahun 1984 dan kini tersebar di hampir 160 negara. Keanggotaan Slow Food terdiri dari petani, masyarakat awam, ibu rumah tangga, akademisi, chef, hingga penggerak masyarakat. Slow Food merupakan suatu gerakan yang memandang bahwa semua yang terkait dengan pangan, dari hulu ke hilir, merupakan proses yang harus berprinsip pada Fair, Good, and Clean.
 
Slow Food memiliki satu katalog online yang mendata makanan yang hampir punah dari seluruh dunia, yakni Ark of Taste. Makanan tersebut memiliki peran penting dalam suatu area dan terhubung erat dengan sosial-budaya setempat. Gayam, tercatat di dalamnya dan menjadi salah satu dari 20 Ark of Taste yang merepresentasikan biodiversitas Indonesia.  

 
Penulis: Amaliah – Koordinator Presidia & Ark of Taste, Slow Food – Yogyakarta (Kontributor – Yogyakarta). Penyunting: Tria Nuragustina
 


Topic

#pangan, #yogyakarta, #gayam

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?