Fiction
Cerpen : Yustina

9 Dec 2018


Hingga saat itu, pertengkaran agak gawat adalah tentang cara Erik bercinta. Yustina nyaris ‘mogok’ tidak mau disentuh lagi oleh suaminya. Alasannya Erik tidak romantis lagi. Yustina menginginkan kelembutan seperti dulu. Erik menjawab bahwa dia lelah karena seharian bekerja di kantor. Tetapi nyatanya, pada hari-hari libur pun kelembutan yang diharapkan istrinya tidak pernah hadir lagi. Yustina menuduh adanya perempuan lain. Erik menuduh Yustina terlalu manja, selalu ingin dituruti kehendaknya.
           
Dua hari kemudian, ibuYustina datang menghibur. Itu juga bukan kali pertama ibunya datang berusaha mentralkan suasana rumah tangga anaknya..
           
“Ayo, ikut pulang ke Jakarta bersamaku!” ibu Yustina mengajak “Tinggalkan suamimu selama satu atau dua bulan. Bawa anakmu bersama pengasuhnya sekalian. Biar Erik kelabakan.”
           
Yustina tidak menjawab. Bukankah Erik malahan akan terlalu senang mempunyai seluruh apartemen buat dirinya sendiri? Siapa tahu, keluarganya justru akan berpesta dan mondok di sana.
           
“Aku sungguh tidak tahan lagi mendengarkan sindiran-sindiran mereka,” Yustina melampiaskan kekesalan hatinya kepada ibunya, “Seolah-olah mereka tidak turut menikmati uang Ayah.”
           
“Jangan didengarkan!”
           
“Bagaimana bisa! Meskipun Ibu tidak pernah mengajarku bertengkar, akhirnya kesopananku runtuh. Aku membalas tingkah mereka yang menjengkelkan. Apa lagi si Sosialist! Sementara mengkritik terus, perutnya sendiri selalu kenyang dan makan enak!”
           
“Sekarang mereka masih kemari? Makan di sini?”
           
“Sudah seminggu ini tidak. Aku sudah menyiapkan kalimat jawaban bila ada yang telepon mengatakan akan makan di sini.”
           
“Apa yang akan kaukatakan?”
           
“Akan kuberitahu mereka, bahwa aku sekarang bekerja mencari nafkah. Bahwa uang dari Bapak tidak kugunakan buat membeli kebutuhan bahan pokok. Oleh karenanya, jika mereka akan kemari, sebaiknya membawa urunan makanan sendiri-sendiri.”
           
“Ah, kau ada-ada saja! Mana mereka percaya kamu akan bekerja!”
           
“Mereka harus percaya, karena aku memang akan bekerja!”
           
Ibu itu mengerutkan kening mendengar suara anaknya. Dia amati baik-baik  mata satu-satunya anak perempuan yang dia miliki itu.
           
“Benar, Ma! Aku akan bekerja. Hari Selasa depan aku dipanggil ke kedutaan sambil membawa surat lamaran.”
           
Ibu Yustina memandang heran ke arah anaknya. Benarkah anak perempuannya perlu bekerja? Bukankah ayahnya bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Apa yang dicari oleh Yustina ?

***

NH Dini


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?