Fiction
Cerpen : Yustina

9 Dec 2018

            
Belum setahun Erik dan Tina berkenalan, masa kontrak pemuda itu habis.
           
Dia akan memperbaruinya, tapi harus pulang dulu ke negerinya. Maka disepakati, sekembalinya ke Jakarta, Erik akan menempati rumah keluarga di Menteng atau Kebayoran yang belum dikontrak orang. Kendaraan juga akan disediakan. Erik akan banyak menulis, karena dia akan menyelesaikan studinya.
           
Benarlah, perkawinan Yustina menjadi berita besar di ibu kota RI. Semua anggota keluarga datang dari Prancis. Ayah Yustina menyewa satu lantai  suatu hotel bergengsi. Kontrak perkawinan adalah gono-gini. Semuanya adalah milik bersama walaupun apartemen lima ruang di Paris, ayah Yustina-lah yang membayari. Meskipun perjalanan pengantin ke Bali dan Lombok atas tanggungan ayah Yustina.
           
Yustina menikmati menata rumahnya.Sesungguhnya Erik juga mempunyai sebuah studio, atau apartemen beruang satu. Itu dia beli dengan uang warisan neneknya ditambah tabungan perumahan yang sejak kecil disimpankan ayahnya. Tetapi Yustina membutuhkan ruang tamu besar, kamar tidur besar, gudang yang besar pula.
           
Keenakan berumah tangga sendiri hanya beberapa waktu dia rasakan. Karena di Paris, semua harus dikerjakan sendiri. Untunglah punya uang. Ketika dia mulai merasa mual-mual mengidam, segera didatangkan wanita Spanyol sebagai pembersih rumah. Pada awalnya, Yustina bangun pagi menemani suami minum kopi. Tapi itu hanya sebentar berlangsung. Dia biarkan Erik bangun dan membuat kopinya sendiri. Suami itu menciumnya sekilas sebelum turun menuju ke tempat kerjanya. Sambil lalu, dia juga membawa sampah ke ruang bawah tanah.
           
Di dalam barang pindahan, Yustina tidak membawa bumbu-bumbu masakan Jawa. Dia tidak pernah berpikir akan membutuhkan gula merah untuk membuat sambal rujak atau terasi serta petis untuk dicampurkan pada tahu goreng. Ibunya tidak pernah memberinya pengarahan, kecuali harus memilik kain batik Iwan Tirta buat tirai,  memesan sutera batik untuk dijadikan hadiah-hadiah.
           
Maka jalan satu-satunya yang ditempuh adalah menelepon meminta kiriman. Sementara menunggu, bukankah di kedutaan ada seorang karyawati yang dulu membantu mereka,? Ibu Puji menawarkan jasanya jika Yustina memerlukan sesuatu. Dan segera itu dilakukan. Setelah berbasa-basi ini dan itu, sampailah pada keluhan ingin makan segala masakan yang mentradisi: rujak, tahu petis, klepon, bubur candil dan seterusnya lagi. Seperti yang diharapkan Yustina, Ibu Puji yang baik mempersilakan datang ke kedutaan. Kebetulan dia mempunyai cobek yang tidak dipakai. Kebetulan banyak gula merah, kebetulan ini dan semuanya serba kebetulan.
           
Belum pernah Tina, Neng Yustin, merasa kaya hanya karena mempunyai cobek dan muntu sebagai pasangannya. Sepulang dari kedutaan dia suruh taksinya singgah ke toko makanan Vietnam di Mauberg Mutualite. Bu Puji bahkan memberinya sebuah buku masakan lama. Sopir taksi menerima tip besar, maka dengan serta merta menawarkan jasa mengantarkan belanjaan sampai ke tingkat enam hingga di depan pintu rumah.
           
“Akan berpesta, Madame? Wah, pasti enak masakan Timur, ya!” katanya berkelakar, lalu mengucapkan Bonne Fete  (selamat berpesta) dan kembali turun.
           
Yustina pernah memberitahu Erik bahwa dia tidak bisa memasak.
           
“Tidak perlu memikirkan masakan. Bikin steik dan kentang goreng saja. Kalau ingin makan lainnya, kita ke restoran,” demikian tanggapan suaminya.
           
Kebalikannya, ibu mertuanya berkata, “Belajarlah memasak! Lelaki harus ‘dipegang’ lewat perutnya. Kalau dia tidak puas makan di rumah, pasti cari lainnya di luar. Erik gemar Le Mouton Grille Aux Petits Oignons. Resepnya ada di buku ini,” lalu ibu mertua itu memberikan sebuah buku masakan.
           
Sungguh membingungkan. Mana yang harus diikuti. Tapi sekarang Yustina akan menjadi tukang masak karena mual-mual di perut hanya dapat hilang jika dia makan masakan Jawa. Kalau tidak, dengan mata terpejam pun, bayangan makanan yang dia inginkan menari-nari di pelupuk matanya.
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?