Fiction
Cerita Pendek: Perempuan Penggemar Payung

2 Feb 2020

 

Butir air membentur mobilnya dengan deras, memukul-mukul perasaannya. Ia begitu merasa sendirian. Telepon selulernya berdering nyaring, membangunkannya dari buai pedih dan derai tangis, membangunkannya dari cerita panjang yang berputar-putar di kepalanya,

“Ya, halo…”

“Selamat pagi, Bu. Ini Tyas, Bu. Saya mau mengingatkan ada meeting jam 9, Bu.”

“Tolong batalkan. Saya mengubah agenda dan peserta meeting. Tolong siapkan ruang meeting kecil di samping ruangan saya. Tidak usah menyiapkan projector. Tidak ada presentasi. Tolong segera kabarkan Harry, Eron, Damar, dan Mira untuk hadir. Suruh mereka membatalkan semua jadwal pukul 09.00 hingga 12.00.” 

Tyas, sang sekretaris yang menyimpankan payung hijau besar di bawah komputernya, menelan ludah. Bosnya mendadak memanggil semua kepala divisi. Pelan ia bertanya, “Saya ikut hadir untuk membuat minutes of meeting, Bu?”

“Tidak perlu. Terima kasih, ya.”

Ini pasti kejadian genting.  Bu Bos tidak pernah dadakan. Semuanya terencana. Sangat detail, tidak pernah menoleransi kesalahan sedikit pun. Tidak, Bu Bos tidak pernah marah-marah, apalagi mengamuk. Ia hanya bicara dengan penuh tekanan, jika ada yang tidak sesuai dengan rencana. Lalu memastikan semua kembali berjalan benar,  tiap 30 menit sekali. 

Bu Bos juga tak pernah memanggil SELURUH kepala divisi. Pagi-pagi. Ada apa ini? Tyas mulai berkeringat dingin. Ia menyiapkan ruang rapat dengan perasaan tidak tenang. Hujan deras di luar sana menghasilkan embun di jendela ruang rapat yang  makin dingin. 

Hujan, seperti biasa, menuai macet panjang. Perempuan penggemar payung,   Bu Bos, menikmatinya. Ia melihat Umbra menari di kap mobilnya. Biasalah anak-anak, senang sekali mandi hujan. Tangannya  melambai-lambai. Ah… bahagia sekali anak itu. Tadinya ia ingin mengajaknya masuk ke dalam mobil atau memberikannya payung mungil yang ia simpan di laci dashboard, kalau-kalau Umbra membutuhkannya. 

Tapi tak usahlah. Biarlah ia menikmati  tiap tetes air yang jatuh, sambil menengadah lalu membuka bibir mungilnya. Lucu sekali. Pekik girang kecilnya terdengar sampai ke dalam mobil. Melihat Umbra senang membuat ia heran, mengapa ibu-ibu sering melarang anaknya main hujan, atas nama pilek? Tahukah mereka bahwa pilek tidak didatangkan bersama hujan? Pilek itu virus yang mampir ke dalam tubuh yang sakit. Jika hati gembira, manalah mungkin virus berani mampir? 

Sakit itu tak hanya tubuh, juga hati, juga pikiran, juga keinginan, juga kekuasaan, juga harapan, juga religi, juga makanan, juga minuman, juga meja-meja kantor, juga orang-orang.


*****


Pukul 08.50.

Tyas mendengar denting lift dan detak sepatu mendekat. Tak biasanya, Bu Bos langsung menuju ruang rapat tanpa menaruh tasnya terlebih dahulu. Cepat ia membagi tugas dan rencana tahun ini dengan begitu tergesa kepada seluruh kepala divisi yang sudah duduk kaku di hadapannya. 

“Ruangan ini panas. Saya perlu membuka jendela sedikit.” 

“Ada yang keberatan?” tanyanya.

Tidak seorang pun menjawab. Ruang rapat itu dinginnya luar biasa. Hujan dan AC central. Perpaduan sempurna.

Umbra bergelayut di ujung roknya. Tertawa-tawa gembira. Rambutnya dikibas-kibaskan dan memercik sisa air hujan dari luar tadi. Perempuan penggemar payung tersenyum. Hatinya tenang. Umbra tak ke mana-mana. Mereka bisa bermain bersama. Sesegera yang ia bisa. 

Gedung kantor riuh. Gema teriak pecah menabrak-nabrak dinding. Dari lantai 32, melayang tubuh perempuan, melompat dengan indah sambil mengembangkan payung besar, berwarna merah jambu transparan. (f)


 

Candra Widanarko - Tangerang 15139 
Cek koleksi fiksi femina lainnya di:
http://www.femina.co.id/fiction/ 



Baca Juga: 
Cerita Pendek: Wajah Dalam Cermin
Cerita Pendek: Rusmi
Cerita Pendek: Burung-Burung Yang Bersarang di Dalam Kepala






 
 


Topic

#cerpen, #fiksi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?