Fiction
Cerpen : Kembang Singkong

7 Sep 2018


 
Tapi, hati Ratmi sepi. Senyap. Lebih senyap dari senja setelah semua anak-anaknya pulang. Gerimis membekukan daun-daun. Tidak ada suara apa pun yang terdengar. Sengaja. Dulu ketika membeli rumah ini, sengaja memilih yang paling ujung, yang berdekatan dengan hutan. Ratmi dan Dira, suaminya, sama-sama menyukai tempat sepi. Dari sini, tidak terdengar suara kendaraan.
 
Tapi, sunyi kali ini tidak sebanding. Tidak sebanding dengan hati Ratmi. Hati Ratmi lebih sunyi, lebih senyap. Ya, karena ulang tahun kali ini Dayan tidak datang. Anak bungsunya itu tidak berkabar apa pun. Tidak ada ucapan selamat. Tidak ada surat. Tidak ada telepon. Tidak ada e-mail. Tidak ada SMS.
 
Kean, anak semata wayang Dayan, cucunya yang mungkin sekarang sudah tujuh tahun, apa kabarnya sekarang? Tiap tahun, kalau semua anaknya berkumpul, anak itu yang banyak berceria. Cerita tentang serunya main di sungai, mencari ikan, bermain di sawah, membuat baling-baling daun kelapa, memelihara kelinci, memanen ubi, dan banyak lagi ceritanya yang unik. Unik bagi saudara-saudaranya yang tinggal di kota. Karenanya, Kean selalu menjadi bintang mendongeng.

Tiap Kean selesai mendongeng, saudara-saudaranya bertepuk tangan. Tante dan pamannya memeluk dan mencium. Kang Dira tentu lebih lagi perhatiannya terhadap Kean. Ratmi tahu, Kang Dira sering membeli hadiah-hadiah buat Kean, lebih sering dan lebih bagus disbanding buat cucu-cucunya yang lain.
 
Dan Ningsih, menantunya yang tidak pernah berias berlebihan, tidak pernah memakai riasan kecuali bedak, kenapa tidak datang kali ini? Hampir sepuluh tahun sejak Dayan pertama kali mengenalkannya, menantunya itu seperti tidak berubah. Rambutnya yang panjang selalu tersisir rapi. Tidak pernah bicara yang tidak perlu. Hanya senyumnya. Hanya senyumnya yang diumbar menjadi wakil kata-katanya.
 
Mengapa Dayan tidak datang kali ini? Biasanya, tiap tahun menjelang ulang tahunnya, Dayan selalu datang paling dulu. Motornya parkir di bawah pohon jambu air. Cucu-cucu yang sudah remaja sering meminjam motor Dayan untuk berkeliling kompleks, atau ke pedesaan. Mereka senang bisa naik motor sepuasnya.
 
Apa Dayan kecewa dengan sikapnya? Sikap diamnya sejak belasan tahun yang lalu? “Kecewa dan sangat bersedih, Mih,” kata Kang Dira, setahun yang lalu. “Dayan menangis, memeluk Papih erat sekali. Katanya, mengapa Mamih sampai sebegitu marahnya?
 
Belasan tahun Mamih tidak menyapanya.”Ratmi berdiri, lalu ke kamar. Selalu begitu. Siapa pun yang ingin membicarakan Dayan, selalu ditinggalkannya. Hatinya terlalu sakit. Ya, hanya anak itu yang sanggup menjatuhkan kebanggaannya, egonya, kehormatannya.
 


Topic

#fiksi, #ceritapendek

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?