Fiction
Cerpen : Kawin Perak

8 Dec 2018


“Kamu selalu merasa lebih pandai, ya. Merasa paling pandai sendiri!” Karyono berteriak.

Waktu itu mereka sekeluarga berada di dalam kendaraan bermerek, di jalan tol Jagorawi, akan kembali ke Bogor. Sejak awal perjalanan, Karyono berusaha mendahului mobil yang ada di depannya.Sesuai dengan sifatnya, Karyono selalu menjalankan kendaraan ekstra cepat, juga tidak mau bila orang lain meluncur di hadapannya. Dia harus yang paling depan.
           
engan suaranya yang amat biasa, perlahan dan halus, Darini mencoba mengingatkan bahwa jalan licin, baru hujan deras. Jarak Jakarta-Bogor tidak terlalu jauh. Tidak perlu tergesa-gesa. Sebetulnya Darini dan anak-anak ingin cepat pulang begitu acara makan siang di rumah kakak Karyono selesai. Namun si suami dan ayah itu mungkin merasa malu bila menyetujui permintaan istri serta anak-anaknya. Dia bersikeras menonton pameran mobil-mobil baru, karena Karyono selalu mengganti kendaraan pribadinya dengan merek yang paling bergengsi.
           
"Bukan begitu, Mas. Aku hanya ...
           
Belum sempat Darini menyelesaikan kalimatnya, satu tamparan, disusul satu lagi datang dari samping. Anak terkecil menjerit. Yang sulung berseru,
           
Ada apa sih, Papa? Mengapa tiba-tiba Mama dipukul?”
           
“Diam! Apa kamu juga mau, ya. Ini, rasakan ...!”
           
Tangan kanan tetap memegang kemudi,  yang kiri terulur ke belakang, menjangkau, meraih, hendak menarik kepala Si Sulung. Anak-anak yang waktu itu masih duduk di bangku SD menjadi ribut. Semua bertindihan memojok untuk menjauhi tangan bapak yang sedang kehilangan akal itu. Sebentar kendaraan oleng. Meleot  ke kanan, berombak ke kiri. Anak yang paling kecil menjerit lagi. Lalu mobil berhenti.
           
“Kamu keluar! Sana! Keluar!” Karyono menghardik sambil mendorong-dorong Darini keluar dari kendaraan.
           
"Papaaa ..., kenapa Papa jahat kepada Mamaaa ...”
           
Darini terhuyung keluar. Mobil berjalan lagi.
           
Jalan basah. Hujan masih turun. Jaket Darini  berada di dalam mobil. Sekarang dia mendekapkan kedua tangan  di dada,  berdiri di tepi jalan . Dia belum sadar apa yang terjadi. Kepalanya pusing terkena hantaman suaminya.
           
Peristiwa itu hanya salah satu dari pengalaman padat yang menggambarkan bagaimana lelaki bergelar Doktor Insinyur itu memperlakukan dirinya sebagai istri. Laki-laki yang dalam pergaulan terlihat selalu ramah, tersenyum, merunduk-runduk sopan itu menjadikan istri dan anak- anaknya objek pelampiasan ‘kejantanannya’. Biasanya, setelah memukul, beberapa saat berselang, sementara si korban masih menangis, karena sakit dan terhina, suami dan ayah itu datang memeluk-meluk membelai-belai. Lalu katanya, suaranya biasa, tanpa nuasansa penyesalan.
           
“Aku ini, ‘kan seperti Bima. Aku suka marah, suka memukul, tapi hatiku sangat baik. Sudah, diam. Aku cinta kepadamu.”
           
Sebagai bukti kebenaran kata-kata itu,  di ruang tamu, terpampang sehelai lukisan batik murahan tapi berbingkai ratusan ribu rupiah, menggambarkan  tokoh wayang tersebut sedang bergulat dengan seekor naga di tengah samudra. Lalu kepada siapa pun yang datang, tidak pernah terlupakan dia berkata,
           
“Itu simbol saya. Saya ini seperti Bima,” sambil mulutnya meringis, kepalanya terangguk-angguk, Karyono menatap sang tamu.
           
Dan bagi orang-orang yang mengenal dia sebagai pemukul istri, dia bukan Bima. Bukankah Pandawa itu hanya memukul orang yang bersalah, tidak sombong atau pun tidak semena-mena. Di dalam hati, tamu yang kenal betul siapa dirinya berbisik sendirian: “Kamulah Rahwana, si Muka Sepuluh, karena kamu bisa tersenyum-senyum selagi hatimu dihuni ulat.”
           
Amit-amit! Darini muak jika mengingat kembali semua itu.
           
Celakanya, itulah suami pilihannya sendiri. Waktu itu Karyono baru kembali dari Amerika, meraih gelar doktor termuda Indonesia lulusan negeri. Darini baru saja ditinggal kawin pemuda yang selama setahun mengencani dia. Karyono belum botak. Pandai bicara lagi! Keruan Darini cepat terpikat.
 


Topic

#fiksi, #cerpen, #NHDini

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?