Family
Tantangan Baru Keluarga Dengan Satu Anak, Ini Kata Pakar

30 Dec 2017



Foto: 123RF

Menurut sosiolog Desintha Dwi Asriani, meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk memiliki satu anak saja nantinya akan menciptakan paradoks tersendiri. Di satu sisi, ada pergeseran tujuan hidup masyarakat tentang pilihan anak, tapi di sisi lain justru akan menimbulkan tantangan baru.

“Tantangannya adalah negara akan kekurangan generasi muda. Artinya, kekurangan tenaga-tenaga produktif di masa mendatang. Ini sudah terjadi di Korea Selatan. Namun, sepertinya akan masih sangat lama terjadi di Indonesia,” jelasnya.

Hal ini mengingat bahwa rata-rata kelahiran ibu di Indonesia masih belum mencapai target BKKBN, yaitu di angka 2.1. Namun memang, Desintha memaparkan bahwa kecenderungan pilihan masyarakat untuk memiliki satu anak biasanya datang dari mereka yang berpikir modern dan pro terhadap ide-ide modernitas.

“Maksudnya, keputusan tersebut datang atas dasar pertimbangan efisiensi dan efektivitas yang diimplementasikan dalam pernikahan dan soal pilihan jumlah anak,” ujarnya.
 
Terlepas dari perspektif anjuran pemerintah melalui BKKBN dengan program ‘2 Anak Cukup’, menurut Desintha, keputusan untuk memiliki satu anak saja lebih kepada pilihan logis masyarakat.

“Karena memang, masyarakat kelompok ini lebih mengedepankan perhitungan rasionalitas, dan banyak generasi muda sekarang sangat career oriented dan efisiensi finansial dalam kehidupan sehari-hari, termasuk soal pernikahan dan biaya untuk memenuhi kebutuhan anak,” tutur Desintha. Ia juga menilai bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin rasional cara pandangnya.

Psikolog keluarga Anna Surti Ariani menambahkan, pilihan orang tua untuk memiliki satu anak memang berdasarkan pada alasan efektivitas. “Kehidupan masyarakat modern yang kian kompleks membuat pasangan era kini lebih matang dalam mempertimbangkan pilihan soal anak,” jelas wanita yang akrab dipanggil Nina ini.

Dalam penelitian yang dilakukan femina, setidaknya ada lima alasan utama orang tua ingin memiliki satu anak saja, yaitu masalah finansial, masalah kesehatan, suami dan istri bekerja, agar bisa maksimal mencurahkan kasih sayang dan supaya bisa memberikan pendidikan terbaik.

Di luar masalah kesehatan yang tak memungkinkan seseorang memiliki anak banyak, perhitungan finansial jadi pertimbangan penting para orang tua dalam memutuskan jumlah anak yang ingin mereka miliki, di tengah biaya kehidupan yang kian mahal.

“Biaya sekolah anak SD saja sekarang sudah mahal sekali. Dengan makin banyaknya pasangan yang melek finansial, mereka sudah mempertimbangkan bahwa dengan memiliki satu anak dapat meringankan beban keuangan domestik,” jelas Nina.

Belum lagi dengan kesibukan dan kemacetan yang jadi makanan sehari-hari di kota-kota besar, membuat orang tua tak memiliki banyak waktu di rumah. Terlebih jika suami dan istri sama-sama bekerja, akan makin menyulitkan pasangan untuk membagi waktu buat keluarga jika memiliki banyak anak.

“Akhirnya mereka memutuskan untuk punya satu anak saja, supaya bisa fokus mengasuh anak dan
mencurahkan waktunya secara lebih maksimal,” tambahnya.

Keputusan untuk memiliki anak satu bisa juga datang karena pernikahan dengan pasangan terdapat masalah. Misalnya, suami dan istri bertengkar terus, atau mereka tak percaya bahwa pernikahan tersebut akan bertahan lama.

“Terkadang pernikahan mereka penuh dengan tekanan dari keluarga besar dan lingkungan, yang pada akhirnya menimbulkan stres. Sehingga, pasangan tersebut hanya memiliki satu anak saja,” cerita Nina, yang banyak menemukan kasus ini di ruangan praktiknya.

Namun, keputusan untuk memiliki satu anak tak lantas membuat orang tua lepas dari masalah, tapi juga menghadirkan tantangan baru. Salah satunya adalah tekanan dari keluarga atau masyarakat sekitar, yang masih memercayai bahwa keluarga ideal adalah keluarga dengan dua anak atau lebih.

Seperti yang dialami Sera. Walau ia sudah mengumumkan pada keluarga bahwa ia tidak berniat untuk menambah momongan lagi, tekanan dari keluarga masih terus harus ia hadapi. “Khususnya ibu mertua, ia masih berusaha mendorong saya untuk memberikan adik bagi Bhima. Tentu alasannya klise, agar Bhima ada teman mainnya dan tidak merasa kesepian,” cerita Sera, yang kerap bingung menghadapi tekanan lingkungan sekitar perihal pilihannya tentang anak.

Tekanan keluarga untuk memiliki anak lagi juga dialami oleh 57 persen responden femina yang sudah memiliki satu anak. Keluarga mereka berharap mereka bisa memiliki anak lebih banyak lagi. (f)


Topic

#anak, #keluarga

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?