Family
Sulitnya Anak Berkebutuhan Khusus Mendapatkan Sekolah, Perlu Memperluas Jumlah Sekolah Inklusi

4 Sep 2017


Foto: RFF

Riset Save The Children yang baru dirilis tahun ini menyebutkan bahwa Indonesia ada di peringkat 101 dari 172 negara terbaik tempat tumbuh kembang anak-anak. Posisi Indonesia berada di bawah Singapura (33), Malaysia (65), dan Thailand (84), namun masih unggul dibandingkan negara Myanmar (112), Kamboja (117), dan Laos (130) untuk cakupan wilayah negara Asia Tenggara.
 
Mengapa posisi Indonesia begitu rendah? Faktanya, berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2016, ada 4,6 juta anak-anak usia pendidikan dasar dan menengah tidak bersekolah di negara ini. Dan 1 juta di antaranya merupakan anak-anak berkebutuhan khusus.
 
Kendala utama yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah adalah terbatasnya akses untuk mereka dapat bersekolah di satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebab, lokasi SLB umumnya berada di ibukota kabupaten dan dari sekitar 2000 SLB yand ada di Indonesia, 75 persennya merupakan SLB swasta yang biaya pendidikannya lebih tinggi dibandingkan SLB negeri.
 
Dua hal inilah yang menjadi hambatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat mengecap pendidikan. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh daerah, tak hanya di ibukota kabupaten. Keluarga yang datang dari ekonomi lemah terpaksa tidak dapat menyekolahkan anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus karena faktor biaya dan jarak.
 
Sebetulnya, pemerintah telah proaktif menyikapi permasalahan ini dengan diterbitkannya Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang menerima dan ramah bagi anak berkebutuhan khusus. Adanya pendidikan inklusif yang menghapus sekat diskriminatif ini jadi pencerah bagi khususnya masyarakat miskin yang tinggal di pedesaan.
 
Hanya saja, menurut data Kemendikbud, dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, 115 ribu bersekolah di SLB dan hanya 299 ribu atau sekitar 18 persen saja yang mencicipi pendidikan di sekolah reguler (inklusi). Artinya ada 1 juta lebih anak berkebutuhan khusus yang terabaikan haknya untuk mengecap pendidikan.
 
Untuk itu, LSM Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) – mitra Save the Children, menginisiasi berjalannya sekolah inklusi di Jawa Barat dalam program Inclusive Community Development and School for All (IDEAL) yang didukung oleh IKEA Foundation sejak 2012 hingga Desember 2018 mendatang.
 
“Anak-anak difabel sulit bersekolah karena sebaran SLB terbatas hanya di perkotaan dan biaya SLB yang kebanyakan swasta mahal dengan daya tampung terbatas. Karenanya, sekolah reguler terdekat yang diharapkan bisa menampung. Sayangnya, masih banyak sekolah reguler yang sulit menerima kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus ini dengan alasan ketiadaan sarana dan prasarana maupun tenaga pendidik yang kompeten dalam menangani anak berkebutuhan khusus,” ujar Dr. dr. Brian Sriprahastuti, MPH, Central Area Senior Manager YSTC-Save the Children.
 
Proyek IDEAL pun memberikan sosialisasi pada orang tua, masyarakat, lembaga sekolah dan pemerintahan, serta pendampingan dan pelatihan penyelenggaraan sekolah inklusi agar dapat memperluas ruang bagi anak difabel bersekolah. Namun. lagi-lagi karena terbentur persoalan kapabilitas SDM dan sarana, maka saat ini baru anak-anak disabilitas ringan (non cacat fisik) seperti hiperaktif, disleksia, autis yang umumnya diterima bersekolah di sekolah inklusi ini.
 
“Kami menyambut baik adanya program sekolah inklusi ini. Jika ada sekolah terdekat bisa bantu mereka, mengapa tidak. Berapa saja biaya yang harus dikeluarkan jika harus sekolah di SLB yang jauh di perkotaan. Sementara tak sedikit masih banyak orang tua yang juga malu menyekolahkan anak mereka ke SLB. Takut diejek. Sehingga lebih memilih ‘menyimpan’ anak mereka di rumah saja,” ungkap S. Muchtar, Ketua PGRI Kecamatan Cilawu, Garut.
 
Jawa Barat sendiri sejak 2013 sudah diikrarkan sebagai propinsi yang pro pada penyelenggaraan pendidikan inklusi. Total kini sudah ada 12 sekolah tingkat dasar dan 8 sekolah tingkat menengah di tiga kota dan empat kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, Cimahi, dan Tasikmalaya, serta Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut, dan Tasikmalaya, yang dijangkau oleh proyek IDEAL dari YSTC-Save the Children.

“Kami juga sedang proses melakukan avokasi agar Permendiknas No 70 Tahun 2009 untuk direvisi dari ketentuan 1 kecamatan 1 sekolah inklusi menjadi semua sekolah harus menerapkan inklusi. Sebab, kalau tidak ditunjuk, banyak sekolah menolak, padahal sekolah itu yang paling dekat dengan anak,” papar Wiwied Triesnadi, Project Manager IDEAL YSTC-Save the Children.(f)

Baca juga:
Video Bullying Mahasiswa Autis, Bentuk Ketidaksiapan Lingkungan Menerima Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Anda Siswa Sekolah Inklusi? Pahami 5 Hal Ini Agar Anak Siap Berinteraksi dengan Anak Berkebutuhan Khusus
Ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus Butuh Dukungan Penuh


Topic

#anakberkebutuhankhusus, #sekolahinklusi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?