Family
Perlukah Anak Ikut Bimbingan Belajar?

19 Jul 2016


Foto: Fotosearch

Kehadiran lembaga les atau  bimbingan belajar, kerap jadi andalan demi menengahi apa yang diinginkan orang tua dan apa yang dibutuhkan anak. Terlebih lagi, makin banyak orang tua yang sibuk dan tidak punya waktu untuk mengajarkan anak, sehingga guru les dan lembaga bimbingan belajar pun dinilai membantu menggantikan peran orang tua. Ini menjadi jembatan antara kesenjangan pengetahuan yang dipahami orang tua dengan kurikulum anak generasi sekarang yang kian rumit.
           
Menurut psikolog anak, Ine I. Aditya M.Psi, sah-sah saja menggunakan jasa guru les untuk membantu orang tua yang sibuk. Namun sayang, terkadang ada  sebagian orang tua yang melepaskan begitu saja tanggung jawab sebagai guru utama pendidikan dalam kehidupan anak ke tangan orang lain.
           
“Kendali tetap harus di tangan orang tua. Guru les boleh membantu belajar anak, tapi orang tua tetap harus meninjau perkembangan anak. Penting juga bagi orang tua untuk turut menentukan metode belajar anak, walau dengan guru les,” papar Ine.
           
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, beranggapan, apa pun kondisinya, orang tua yang bekerja harus berusaha sekeras mungkin  meluangkan waktunya untuk anak, walau hanya beberapa jam saja. “Sesibuk-sibuknya orang tua, sebenarnya masih punya kesempatan untuk mendampingi anak, yang penting egonya ditinggalkan,” jelasnya.
           
Di sisi lain, kurikulum yang terus berkembang dengan materi pelajaran yang kian kompleks menjadi kerikil bagi sebagian orang tua ketika mengajarkan anak-anak mereka. Seakan ada celah besar antara pengetahuan yang dimiliki orang tua dengan apa yang dipelajari anak-anak di sekolah saat ini. Mereka yang tidak bisa memahami pelajaran anaknya dengan cukup baik, terkadang memutuskan untuk menyerah atau mengandalkan lembaga les. (Baca juga: Hari Pertama Sekolah, Orang Tua Juga Harus Aktif)
            
Ninik Saemah (46) misalnya, yang kerap kewalahan menguasai materi saat menemani anaknya, Andhika (12), belajar dalam rangka mempersiapkan ujian nasional, April lalu. “Sulit sekali. Rasanya pelajaran tingkat SMP sudah diajarkan di SD,” cerita Ninik. Pada akhirnya, ia pun meminta tolong putri  tertuanya untuk mengajari adiknya tersebut.
           
Lain lagi dengan  Nina Susilo (32). Ia mengaku kesulitan membantu mengerjakan PR putranya, Andrew (10), yang bersekolah di sekolah berkurikulum Singapura dengan pengantar bahasa Inggris.  “Kendati saya bisa bahasa Inggris, bukan berarti bisa mengikuti pelajaran sekolah yang menggunakan bahasa Inggris,” ceritanya. Misalnya, saat menghitung luas segitiga sama kaki, tapi menggunakan istilah asing.
           
Kurikulum yang makin kompleks dan dianggap sulit bagi sebagian orang memang di luar jangkauan orang tua. Mengubah kebijakan pendidikan yang sudah ada, tidak semudah membalik telapak tangan. Pasalnya, demi mengejar ketertinggalan Indonesia di tengah perkembangan dunia pendidikan global yang berjalan pesat, lembaga pendidikan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
           
Henny menilai, penting bagi orang tua mengonsultasikan kesulitan ini kepada guru di sekolah dan mengetahui perkembangan belajar anak. “Jika perlu, pelajari lagi materi-materi pelajaran anak. Tidak perlu semuanya, perkaya diri dengan subjek yang dikuasai saja, karena akan lebih efisien,” cerita Henny. Setidaknya, orang tua harus aktif menanyakan perkembangan di sekolah dan mengenali proses belajar anak dari perspektif guru.

Polling yang dilakukan  femina terhadap 100 orang menunjukkan bahwa hanya 20,8 persen orang tua yang aktif berkonsultasi dengan guru secara rutin sebulan sekali. Sementara, sebagian besar orang tua melakukan konsultasi pada akhir semester atau saat pembagian rapor, dengan jumlah 76,4 persen. Malah, sekitar 2,8 persen tidak pernah melakukannya sama sekali. (f)
 


Topic

#SekolahAnak

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?