Family
Ini Yang Perlu Dilakukan Untuk Mencegah Remaja Bunuh Diri

18 Sep 2018

Foto: Pixabay
 
Usia pelaku bunuh diri semakin dini. WHO menyatakan usia tertinggi pelaku bunuh diri diketahui 20 tahun! Angka bunuh diri juga semakin meningkat di kalangan remaja. Di Amerika, data dari Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan kenaikan 30% dari tahun 2000-2016. Sedihnya, angka itu disumbang terbanyak dari remaja putri berusia 10-14 tahun.
 
“Usaha bunuh diri ini memang unik, kompleks, dan heterogen. Jadi tantangan berat untuk menghadapinya, termasuk bagi dokter jiwa. Sebab, ada multifaktoral penyebabnya,” ungkap dr. Nova Riyanti Yusuf (Noriyu), Sp.KJ dalam sesi talkshow di konser amal bertajuk 'Let's Do Something, Stop Suicide!' di Universitas Multimedia Nusantara, Minggu (16/9/2018).   
 
Faktor-faktor penyebab bisa genetik, psikologis ataupun keadaan sosial. Seperti kasus yang terjadi di keluarga novelis kondang Ernest Hemingway. Dari 4 generasi ada 5 orang yang bunuh diri di keluarganya.  
 
Data dari WHO juga menyebutkan sekitar 51 persen kematian yang disebabkan oleh bunuh diri ditemukan adanya depresi.  “Tanda-tanda depresi itu biasanya sudah diberikan oleh calon pelaku bunuh diri. Semisal ia kerap mengatakan bosan hidup,” ujar dr. Noriyu.
 
Alih-alih peka akan warning signs tersebut, sayangnya, banyak dari kita yang mengabaikan kondisi psikologis orang yang tengah depresi tersebut. Bahkan, tak jarang justru orang terdekat seperti orang tua yang justru memberi banyak beban tekanan pada anak, seperti misalnya menuntut tinggi dan sering memarahi anak.
 
“Kita selalu sibuk untuk menempatkan value nilai diri harus sama seperti kita. Bukannya berempati dalam posisi dia, tapi justru memaksakan orang tersbut seharusnya baik-baik saja dan bisa mengatasi masalahnya,” tutur dr. Noriyu.  
 
Ia menegaskan pentingnya pencegahan di jenjang sekolah. “Pihak sekolah yang paling bisa mengetahui kapan siswa perlu dibantu,” kata dr. Noriyu. “Pendekatan harus dilakukan ke sekolah-sekolah, bagaimana sekolah jangan memberikan stigma pada anak,” katanya lebih lanjut.
 
Yang tak kalah penting adalah pendaampingan pada mereka yang berpotensi melakukan bunuh diri. Jika dilakukan pendampingan, seperti yang dilakukan komunitas Into The Light, bukan tidak mungkin angka bunuh diri bisa ditekan. “Ada 10 ribu jiwa yang berhasil diselamatkan selama kurun waktu 5 tahun, lewat pendampingan offline,” kata Benny Prawira, penggagas komunitas Into The Light, yang peduli pada kesehatan jiwa dan upaya pencegahan bunuh diri. Sayangnya, karena keterbatasan SDM dan biaya operasional layanan ini harus berhenti pada April 2018 lalu.
 
“Banyak juga email dilayangkan dan beberapa datang dari pelosok yang tidak ada layanan psikolog/psikiater-nya. Untuk mereka yang di kota besar pun banyak yang tidak tahu kalau jasa psikiater ditanggung oleh BPJS,” jelas Benny, yang berharap masyarakat untuk peduli dan mau menjadi tempat berbagi.

“Tidak perlu memberi solusi, orang yang depresi terkadang hanya ingin menumpahkan unek-uneknya saja,” katanya. Termasuk menanggapi lontaran putus asa yang diunggah di media sosial.

“Sebaiknya kirim japri saja, beritahu bahwa kamu ada di sana jika ia butuh teman bicara,” saran Benny. Apabila Anda ingin tahu lebih jauh tentang kegiatan di komunitas usaha pencegahan bunuh diri, atau membutuhkan bantuan, bisa menghubungi lewat www.intothelightid.org. (f)

Baca Juga: 

Dorongan Untuk Sempurna Memicu Depresi Pada Remaja, 4 Hal Ini Perlu Jadi Perhatian Orang Tua dan Pendidik
Belajar Dari Kasus Kate Spade Bunuh Diri, Stigma Pada Gangguan Kesehatan Jiwa Harus Dipupus
Penjelasan Psikologis Tentang Fenomena Bunuh Diri
Bunuh Diri Bisa Dicegah Dengan Cara Ini

 


Topic

#bunuhdiri, #remaja, #intothelight, #ksehatanjiwa

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?