Family
Bersahabat dengan Mantan Pasangan

17 Mar 2019

Foto: Shutterstock
 
Keputusan berpisah dari pasangan dan menjadi ibu tunggal tak membuat Renatta (bukan nama sebenarnya) khawatir akan kehilangan pijakan. Kendati saat proses bercerai, ia sedang tidak bekerja. Ia tetap berprinsip untuk tidak bergantung kepada orang lain. Setelah berpisah, ia pun aktif mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dirinya dan anak perempuan semata wayangnya.
 
Bersyukur, pekerjaan segera ia dapat. Namun, ada tantangan lain harus dihadapi, membagi waktu untuk bekerja dan bersama putri. Diakuinya, tak jarang timbul perasaan sedih ketika ia tak bisa menemani putrinya mengerjakan pekerjaan rumah akibat kesibukan kantor.
 
Karenanya, meski lelah setelah bekerja dari Senin hingga Jumat, demi membangun waktu berkualitas dengan sang putri, Renatta selalu belabelain mengajak putrinya untuk bermain ke luar rumah setidaknya sekali seminggu.
 
“Saya juga sempat dihantui ketakutan merasa kesepian. Perasaan ini membuat saya merasa tidak percaya diri,” cerita Renatta.
 
Ia merasa tak ada lagi tempat untuk mengadu kesedihannya, pundak tempatnya menangis. Ia tak sampai hati untuk berkeluh kesah kepada orang tuanya. Ia tak mau membebani mereka yang sudah membuka tangan membantu Renatta mengasuh si kecil yang kini sudah berusia 10 tahun.
 
Di sisi lain, ia juga cemas bahwa perpisahannya dengan mantan suami akan berdampak besar pada sang putri. “Dulu saya banyak dengar bahwa anak dari broken family akan kosong hatinya, dia akan cari pelampiasan lain di luar.”
 
Tak tinggal diam, ia berkonsultasi kepada psikolog. Ia ingat betul kata-kata psikolog bahwa memang anak-anak dengan orang tua yang berpisah lebih rentan, tapi bukan berarti akan berakhir jadi anak bermasalah. Semua tergantung dari bagaimana membangun hubungan antara anak dengan ayah dan ibunya, kendatipun mereka tidak tinggal bersama.
 
“Kalau hubungan kita dengan mantan suami baik-baik saja, anak juga akan baik.”
 
Ia bersyukur hubungannya dengan mantan suami berjalan baik. “Kami sudah seperti sahabat. Ia sering datang main ke rumah untuk bermain dengan anak kapan pun, jika memungkinkan.” Ini membuatnya tak perlu khawatir putrinya kehilangan figur ayah.
 
“Saya tidak memiliki hidup anak dan tidak mau egois mengontrol hidup orang lain. Mau bertemu atau tidak dengan dengan ayahnya, semua kembali pada anak. Jika ingin, saya tidak akan melarang, jika dia sedang tak ingin, saya tidak pernah memaksa. Tunggu suasana hatinya membaik dulu,” ujar Renatta.

 


Topic

#family, #sex&relationship, #perceraian, #singleparents

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?