Celebrity
Gita Gutawa Ingin Lebih Diperhitungkan

29 Mar 2016


Rumahku adalah kamu
Tempat hatiku berlabuh. Sepi di sini tanpamu
Rumahku adalah kamu
Ohh aku ingin pulang, bersamamu aku tenang….”
 
Lagu bernada melankolis penuh kerinduan ini menjadi bagian dari album terbarunya, The Next Chapter. Siapa sebenarnya yang tengah dirindukannya? ucap Gita Gutawa  (22) tersenyum.

“Jujur, Rumahku adalah lagu paling personal buat saya,” ujarnya. Lagu ini ditulisnya saat masih menyelesaikan masa kuliahnya di London. Namun, lagu ini tidak berbicara tentang cinta dua insan. “I am still single and very happy,” katanya, tertawa renyah.

Saat lagu itu tercipta ia sedang dalam kondisi homesick berat. Ia merasa memiliki tempat tinggal, tapi tetap merasa hampa. Deraan kangen ini terutama muncul ketika ia harus bergulat dengan tugas-tugas kuliah, seperti essay, skripsi, dan disertasinya. Tak jarang, ia menangis.
“Saya mulai mempertanyakan arti rumah. Rumah saya adalah keluarga saya,” jelas Gita, tentang makna rumah baginya.
           
Empat tahun belajar di negeri asing tidak hanya diperlengkapi dengan teori ilmiah, tapi menjadi kesempatannya untuk memapar diri dengan ilmu hidup. Sempat tinggal di dorm selama setahun, ia mesti hidup mandiri di sebuah apartemen. Ia harus berani bertanggung jawab terhadap  tiap risiko dari keputusan-keputusan yang diambilnya secara mandiri.
           
Kini, ia pulang sebagai sosok yang lebih dewasa dan siap membuat suaranya diperhitungkan secara serius. Tidak hanya sebagai ‘putri Erwin Gutawa’, tapi sebagai Gita Gutawa, seutuhnya. Ia merasa wajar bahwa di masa-masa awal kariernya di industri musik, namanya tak pernah lepas dari figur sang ayah, salah satu komposer terkenal di tanah air.

“Saat ini, tantangan terbesar saya di karier adalah keluar dari bayang-bayang Papa. Di usia 22 tahun ini saya merasa perlu punya sudut pandang dan suara sendiri. Saya bersyukur Papa memberikan kesempatan kepada saya untuk membuktikannya,” ungkap Gita, yang mengaku cukup sering beradu argumen dengan Erwin Gutawa saat bicara soal proyek bersama mereka di dunia musik.

Gita telah membuktikan ucapannya. Selain menjadi produser di balik penggarapan proyek Di Atas Rata-Rata, ia juga menulis dan memproduseri sendiri album terbarunya, The Next Chapter. “Di album ini saya juga mulai belajar mengaransemen lagu sendiri, paling tidak dasar-dasarnya,” lanjutnya, antusias.

Bagaimanapun, lantaran sang ayahlah visi kuat Gita terhadap dunia musik dan vokal terbuka. Ia baru duduk di kelas 2 sekolah dasar saat diajak sang ayah menyaksikan pertunjukan musikal Phantom of the Opera di Jakarta. “Saya ingat betul,  Tante Lea Simanjuntak yang menjadi peran utama. Pulang dari situ, saya bilang ke Papa, ‘Pa, aku ingin serius belajar nyanyi klasik,’” ujar Gita.

Rupanya, sang ayah memiliki partitur dan not balok dari repertoire yang dibawakan dalam lakon opera klasik itu. Berbekal kepandaiannya bermain piano, secara autodidak Gita mempelajari sendiri beberapa repertoire yang dibawakan dalam Phantom of the Opera itu. “Dari situ titik balik terpenting dalam hidup saya,” lanjut Gita, bernostalgia.

Pertunjukan musikal menjadi salah satu stimulusnya dalam berkesenian. Selama di London, hampir  tiap minggu ia memperkaya diri dengan menonton berbagai pergelaran kesenian, termasuk pertunjukan seni musikal yang bertebaran di kota yang menjadi salah satu poros seni di dunia itu. Dan jangan heran jika Phantom of the Opera adalah salah satu pertunjukan musikal yang ditontonnya lebih dari 10 kali!

Ia sangat terpikat pada bagaimana seluruh bentuk kesenian, seperti musik, teatrikal, tata kostum, tata lampu, bisa berpadu menghasilkan sebuah pertunjukan yang luar biasa. “Apabila tak ada halangan dana dan kesempatan, maka salah satu impian terbesar saya adalah memproduksi pertunjukan musikal,” ungkap Gita, dengan mata berbinar. (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?