Career
Sikap Lempeng Bisa Memengaruhi Karier

29 Aug 2017


Foto: Fotosearch

“Oh, begitu,” ujar A—salah seorang senior Anda di kantor—setelah mendengar cerita Anda tentang kegagalan proyek kerja timnya.

Nggak ada ekspresi panik atau cemas di wjahnya. Anda sendiri gemas—kesannya dia nggak peduli pada nasib rekan kerjanya. Jangankan masalah kantor, jika Anda bercerita tentang masalah lain seperti kabar duka, reaksinya tetap lempeng seakan minim empati.

Bertemu dengan seseorang yang memiliki wajah tanpa ekspresi dan seakan nggak punya emosi ketika berinteraksi, dingin, sekaligus cuek, memang menyebalkan. Seheboh apa pun cerita Anda, reaksinya datar saja—seakan-akan hal itu wajar.

Ingin si A berubah atau minimal lebih peduli pada sekelilingnya? Cari tahu cara menghadapi si lempeng tersebut melalui penjelasan psikolog Elizabeth T. Santosa, M.Psi, berikut.

Hindari kenyatan
Setiap orang memiliki level atau intensitas berbeda saat mengekspresikan emosi. Sering kali, orang yang berwajah datar saat berinteraksi dikaitkan dengan kepribadian introver. Pasalnya, orang yang introver lebih memilih menyembunyikan emosinya. Walau begitu, belum tentu orang yang introver pasti lempeng.

Sebenarnya, penyebab si introver terlalu lempeng adalah dia cenderung takut untuk mengungkapkan perasaan. Dia khawatir bila memperlihatkan diri dan sering ‘buka suara’, dia akan dipandang negatif dan terlalu kritis, bahkan dapat dimusuhi.

Gambaran seperti ini diperoleh dari pengalaman di masa lalu. Misalnya, waktu kecil orangtua atau orang terdekat lainnya cenderung cuek. Bisa juga karena sering dimarahi atau dipaksa jadi penurut sehingga dia (akhirnya) menekan eskpresi emosinya.

“Sudah sifat manusia untuk mengindari ‘rasa sakit’ karena kecewa atau trauma. Bila bertemu lagi dengan rasa sakit itu, dia mencoba mengatasi sendiri dengan cara menghindari atau menjauhkan diri dari interaksi dengan dunia nyata. Itulah yang membuat dia menjadi tampak tanpa emosi.”

Penyebab lainnya adalah cara berpikir yang sangat didominasi logika. Dia cenderung fokus pada solusi dan hasil akhir. Dengan begitu, dia akan menyampingkan emosi dan perasaan karena dianggap nggak efektif dan nggak menyelesaikan masalah.

Takut dicap lemah
Menampilkan diri yang minim ekspresi sebenarnya menjadi cara orang tersebut untuk melindungi diri. Baginya, menunjukkan ekspresi-terutama ekspresi sedih—merupakan kelemahan. Dia cemas dicap lembek.

Masalahnya, ketika sikap tanpa emosi tersebut ditampilkan berulang kali, hubungan sosialnya dengan orang lain dapat terganggu. Dia akan terus menjauhkan diri dari kehidupan sosial supaya nggak merasakan trauma, terutama karena tidak ingin membicarakan isi hatinya gara-gara tidak mau merasakan emosi negatif.

“Kesulitan berekspresi memengaruhi karier. Dia akan dianggap lamban dan tidak bergairah dalam bekerja, terutama jika dia bekerja dalam bidang kreatif. Soalnya pekerjaan tersebut membutuhkan semangat yang energik, kan.”

Amati sekitar
Seseorang yang minim empati nggak akan berubah jika nggak diingatkan oleh orang di sekitarnya. Untuk itu, nggak ada salahnya menyampaikan keberatan Anda atas sikapnya. Apalagi, sikap ini dapat diubah dengan mengamati lingkungan sekitar. Mintalah dia melihat bagaimana reaksi orang lain menghadapi masalah tertentu. Beri pemahaman kalau tindakan itu bukan meniru, melainkan belajar untuk bisa menempatkan diri lebih baik lagi.

Yang perlu diwaspadai, kesulitan berekspresi dapat menjadi salah satu gejala gangguan mental seperti skizofrenia, bipolar, depresi, atau post-traumatic stress disorder.

“Namun, untuk memvonis hal ini, perlu diagnosis lebih lanjut dari psikolog. Karena itu, jika perlu, dia dapat minta bantuan psikolog untuk memberikan diagnosis yang lebih tepat. Setelah itu, barulah akan diputuskan bentuk pengobatan atau konsultasi yang tepat.”(f)


Baca juga:


Topic

#TipKarier, #Psikologi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?