Career
Ingin Membentuk Citra Diri yang Baik di Dunia Maya? Baca Ini

9 Mar 2017


Foto: 123RF
 
Bisa dimengerti jika berusaha menampilkan hal-hal yang positif tanpa cela menjadi keharusan oleh mereka yang mewakili perusahaan seperti orang-orang dengan profesi humas, brand manager, atau public figure. Tentunya mereka tak bisa sesantai dan sebebas mereka yang hanya mewakili dirinya sendiri.

“Harus lebih selektif ketika akan mengunggah sesuatu ke media sosial atau blog pribadi. Meski akun milik pribadi, tapi karena pendapat, gaya hidup, dan preferensi mereka bagikan di ruang publik, maka akan lebih disorot orang terkait profesinya,” kata Brand Consultant and Ethnographer Director ETNOMARK Consulting, Amalia E. Maulana, Ph.D. Persepsi orang akan terbentuk lewat citra diri atau gaya hidup yang diperlihatkannya, baik di ruang nyata maupun digital.

Sebagai contoh, Donald Trump, dikecam banyak pihak karena kerap melontarkan rasa tidak sukanya pada Islam, menghina kaum imigran, dan melecehkan tokoh-tokoh yang tak disukainya lewat komentarnya di Twitter. Tak ayal, ia membentuk citra dirinya sebagai seorang yang rasis dan seksis.

Begitu juga untuk orang yang diangkat menjadi duta lingkungan hidup, misalnya, tentu akan terlihat konyol jika ada foto dirinya yang tengah memegang seikat bunga edelweis. Atau seorang make up artist, tapi riasan untuk dirinya sendiri selalu asal-asalan. Contoh lain adalah brand manager atau brand ambassador suatu produk. Sebaiknya ia berhati-hati agar foto dirinya yang tengah menggunakan brand kompetitor tidak ‘bocor’ ke media sosial.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang ‘biasa’ yang bukan public figure? Apakah mereka juga butuh membangun pencitraan yang positif atau bisa lebih bebas tanpa filter di media sosial?

Menurut Amalia, seseorang yang bekerja di perusahaan, di bagian apa pun, sudah otomatis menjadi duta bagi perusahaannya. Tidak hanya itu, tiap individu juga merupakan duta dari keluarga, organisasi, komunitas, dan wilayah/kota/negara/benuanya. “Sehingga, seseorang sebaiknya berpikir beberapa kali sebelum mengunggah pesan-pesan dan foto di media sosial atau blog pribadinya,” sarannya.

Sebab, tak hanya akan berdampak pada kehidupan karier, kehidupan pribadi dan sosial juga bisa terpengaruh akibat pencitraan yang ditampilkan. Bukan rahasia lagi, melakukan background check di media sosial sudah umum di kalangan HRD.

Survei yang dirilis oleh The Society for Human Resource Management mengungkap fakta bahwa 43% organisasi di Amerika Serikat menggunakan media sosial untuk screening kandidat pekerja mereka di sepanjang tahun 2015. Tren ini meningkat sebesar 21% sejak tahun 2011. Facebook menjadi media sosial yang paling banyak diintip para perekrut dengan persentase penggunaan sebesar 63%, setelah Linked In yang mencapai 93%.

Baca juga:

4 Cara Meningkatkan Kualitas Profil LinkedIn Anda

Bayangkan jika isi timeline Anda di Facebook penuh sumpah serapah, kata-kata kasar bernada rasisme, foto-foto vulgar, atau hal-hal negatif lainnya. Kemungkinan besar Anda akan kehilangan kesempatan meraih pekerjaan impian tersebut. Tak ada orang atau organisasi yang suka berurusan dengan orang yang punya citra diri negatif atau menyebarkan aura negatif kepada orang di sekelilingnya.

Kita bisa berkaca lewat Awkarin yang namanya sempat menjadi pembicaraan publik pada awal tahun 2016 karena postingan-nya yang dianggap kontroversial. Remaja ini mendadak jadi selebgram (baca: terkenal) karena sering tampil dengan mengenakan pakaian terbuka di Instagram dan membuka gaya pacarannya dengan blakblakan, lengkap dengan pose-pose mesra mereka. Kata-katanya yang terlontar dalam vlog-nya pun kasar dan memperlihatkan gaya hidup hedon. Usianya yang masih 16 tahun dinilai netizen kurang pantas menampilkan konten seperti itu.

Baca juga:
Fenomena Karin 'Awkarin' Novilda dan 'Generasi Swag', Inilah 7 Alasan Kenapa Para Orang Tua Perlu Cemas

“Citra diri negatif yang telah terekam di dunia digital tak bisa terhapus. Bayangkan kesulitan yang dihadapinya dalam dunia nyata. Bagaimana menghadapi pandangan masyarakat dan orang terdekatnya, seperti orang tua dan keluarga, juga bagaimana kelak jika ia ingin melakukan kerja sama bisnis atau bekerja di sebuah perusahaan dengan track record seperti itu?” ujar Prita.

Itu sebabnya, sangatlah penting untuk memilah hal-hal yang positif saja untuk konsumsi di media sosial. Sebab, apa yang Anda unggah akan menjadi positioning untuk menjual diri Anda. Citra diri yang baik jadi aset yang luar biasa. Tak sedikit orang yang kemudian digandeng perusahaan untuk menjadi endorser setelah melihat image diri yang dianggap selaras dengan produk mereka. (f)
 


Topic

#mediasosial, #personalbranding

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?