Career
Comfort Zone, Bukan Zona Mematikan

14 Sep 2017


Foto: Pixabay

Banyak anggapan bahwa ketika seseorang sudah berada di zona nyaman dirinya berhenti berkembang. Padahal tidak selalu begitu. Kita masih bisa berkembang sekalipun bertahan di perusahaan atau pekerjaan yang sama. Apa saja yang dilakukan mereka yang memilih tetap berada di zona ini dan bisa tetap eksis?
 
Mengapa Bertahan?
Menurut Lokadita Brahmana(38), owner perusahaan headhunting, Orly Consulting, seseorang bisa dikatakan telah memasuki ‘comfort zone’ketika ia telah merasa nyaman dengan lingkungan kerja seperti hubungan dengan bos maupun teman-teman satu departemen.

“Biasanya setelah 5 tahun bekerja orang mulai merasa comfort. Mereka sudah mengenali kultur dan cara kerja perusahaan. Hubungan dengan kolega dan atasan pun sudah solid,” katanya.
Zona nyaman terbentuk karena lingkungan pekerjaan misalnya punya bos yang enak, rekan kerja yang kompak, hubungan tim kerja solid. Sedangkan faktor yang datang dari perusahaan misalnya pekerjaan sesuai minat, benefit gaji kompetitif dengan standar pasar, bonus dan fleksibilitas.

Lokadita mengemukakan bahwa konteks ‘Comfort zone ’tidak selalu berdasar pada lingkungan pekerjaan dalam hal ini perusahaan.Tapi juga pada jenis pekerjaan.

Lokadita mengemukakan kecenderungannya orang masih suka berpindah-pindah kerja itu pada saat mereka berusia 25-35 tahun. “Setelah di atas usia 30 tahun biasanya orang malas pindah kerja karena malas menyesuaikan diri lagi, sudah berkeluarga atau mungkin telah meraih yang diinginkannya.” paparnya.
 
Bukan dosa besar
Lokadita menjelaskan bahwa kondisi comfort setiap orang itu berlainan tergantung dari kebutuhannya. Comfort zone bagi sebagian orang tidak berbahaya karena bagi mereka yang penting balance antara karier dan kehidupan pribadinya.

“Biasanya, wanita yang sudah menikah tidak akan terlalu mengejar gaji lagi. Mereka akan mencari pekerjaan yang cocok untuk seorang ibu atau tidak akan keluar kalau perusahaan tempat mereka bekerja bisa fleksibel, seperti member izin jika anak mereka sakit atau mengantar sekolah misalnya,” ungkap Lokadita.

Selama ini banyak pakar SDM dan motivator yang mendorong orang untuk segera keluar dari comfort zone karena umumnya orang-orang yang sukses, biasanya, secara regular keluar dari comfort zone-nya.

Pendapat ini tidak sepenuhnya disanggah Lokadita. “Setiap orang memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya dan terlalu lama di suatu perusahaan atau mengerjakan tugas yang sama akan membuat orang merasa stuck atau jenuh,” katanya.
Namun demikian, orang yang memilih bertahan di zona nyaman sebetulnya masih dapat terus berkembang. “Asalkan ada kemauan dari si pekerja untuk terus belajar dan perusahaan masih memberikan tantangan atau karier baru,” ungkapnya.

“Tapi perlu juga diingat bahwa seseorang harus mulai mengevaluasi kariernya ketika tidak ada lagi kontribusi baru yang bisa diberikan ke perusahaan,” tambah Lokadita. (f)
 


Topic

#karier, #zonanyaman

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?