Career
Cara Melawan Diskriminasi Karena Penampilan di Lingkungan Kerja

18 Oct 2017

Buah bibir selama ini, wanita yang cantik akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan, peningkatan karier yang mulus, dan gaji lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang dianggap berpenampilan kurang  menarik. Ternyata, faktanya tidak selalu begitu.
 
Urusan penampilan bukan perkara remeh-temeh. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, iskriminasi berdasarkan penampilan di lingkungan kerja dianggap sebagai kejahatan serius. Di Michigan, Santa Cruz, California, Wisconsin, San Francisco, dan beberapa negara bagian lainnya memiliki hukum khusus untuk melawan diskriminasi berdasarkan penampilan.Hukum itu melarang pencantuman persyaratan ‘berpenampilan menarik’ dalam lowongan kerja. Hal ini sesuai dengan Civil Right Act 1964 yang menjamin bahwa tak ada seorang pun yang boleh diberikan kesempatan kerja hanya berdasarkan penampilan.
 
Elvi Fianita M.Psi, konsultan karier dari Enlighten Consultant,  pun setuju, bahwa seharusnya kecantikan atau penampilan tak jadi bahan penilaian kinerja seseorang dalam bekerja, karena kecantikan adalah sesuatu yang subjektif. Menghadapi diskriminasi di lingkungan kerja karena faktor penampilan tak bisa gegabah.
 
Karyawan bisa saja mengadukan diskriminasi yang dilakukan oleh atasan atau rekan kerja kepada HRD. Namun sayangnya, sering kali prosesnya memakan waktu panjang, menguras tenaga, sulit untuk dibuktikan, bahkan justru berpotensi membuka konflik dengan atasan atau rekan kerja.
 
Jadi, daripada sibuk ‘melawan’ atasan atau rekan kerja yang mendiskriminasi kita dan berusaha menjadi seperti seseorang yang mereka inginkan, Elvi menyarankan untuk lebih fokus pada pengembangan keterampilan dan nilai tambah terhadap pekerjaan. Cara ini lebih minim risiko.
 
“Pertajam kekuatan kerjamu. Karena, begitu kita cemerlang dengan kekuatan-kekuatan itu, atasan dan rekan kerja akan melihat dan menyadari keterampilan kerja kita. Sehingga, faktor penampilan akan diabaikan dan yang dilihat adalah kompetensi kita yang sesungguhnya,” saran Elvi.
 
Misal, jika kekuatan kita adalah debat, maka kita perlu menguatkannya dengan memperkaya wawasan, memperdalam kemampuan persuasif dan negosiasi. “Asah kekuatan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kepiawaian yang kita miliki,” tambah Elvi.
 
Kendati demikian, tak dapat dipungkiri, hal pertama yang dilihat dan kemudian dinilai dari seseorang adalah penampilan. Sebab, penampilan seseorang ternyata bermanfaat untuk membangun kepercayaan dari lawan bicara. Relasi kerja yang baik juga bisa terbangun dari situ.
 
Seperti yang ditunjukkan studi gabungan Universitas Boston, Universitas Harvard, dan Dana-Farber  Cancer Institute, wanita berpenampilan menarik sesuai dengan citra perusahaan tempatnya bekerja ternyata lebih disukai, dianggap kompeten, dan lebih dipercaya. Sementara, kecerdasan dan kompetensi dianggap lebih memainkan peran dalam peningkatan karier.
 
“Tapi ingat, berpenampilan baik itu tidak harus selalu cantik. Yang penting, mengenakan pakaian sesuai dengan norma serta citra perusahaan,” tambah Elvi.
 
Tak hanya ‘brain and beauty’, Elvi menambahkan, karyawan juga harus memiliki etos kerja yang baik, yakni soft skill dan inner beauty. “Misal, kemampuan komunikasinya bagus, rasa percaya dirinya tinggi, mudah bekerja sama dengan pihak lain, hingga pembawaan diri yang baik. Soft skill ini lebih penting untuk menunjang karier,” jelas Elvi.
 
Brain atau beauty, semuanya kembali lagi pada Anda. Apa yang Anda pilih sebagai modal untuk  membangun karier?(f)
 

Baca juga:
Cantik VS Pintar di Kantor
Kiat Menjadikan Penampilan Sebagai Kunci Kesuksesan
8 Rahasia Karier Sukses Dengan Hidup Lebih Seimbang

 


Topic

#karierdanpenampilan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?