Blog
Sendiri Tak Berarti Sepi

16 Apr 2016


Foto: Stocksnap.io

Pertanyaan, “Kapan nikah?” itu buat saya sekarang justru bersifat produktif. Ibu saya selalu menanyakan pertanyaan itu. Bapak saya yang tadinya tidak bertanya, belakangan juga ikut-ikutan bertanya. Makin tahun, pola kalimatnya berubah. Kalau dulu kalimat tanya, lama-kelamaan berubah menjadi kalimat perintah, “Kapan nikah!”

Hampir  tiap hari,  tiap ketemu, saya   diajak bicara serius soal topik yang sama. Dari yang tadinya masuk lewat topik-topik kontekstual, seperti acara pernikahan teman, sekarang sudah mulai tidak kontekstual. Ketika saya butuh obat untuk alergi, jawaban ibu saya malah, “Makanya punya istri….” Padahal, sama sekali enggak ada hubungannya antara punya istri dan obat alergi.

Semua kejadian itu justru jadi materi saya saat melakukan stand up comedy, buku-buku yang saya tulis, atau skrip film. Buat saya ini lucu  dan saya tidak bermasalah dengan status ‘masih sendiri’. Saya single by choice.

Ada perbedaan mendasar antara kesepian dan sendirian. Tidak semua orang rupanya tahu tentang hal ini. Sendirian itu tidak lantas membuat seseorang jadi kesepian. Saya pernah mengarungi masa-masa jomblo total, tanpa kekasih, tetapi saya tetap happy.

Saya enggak pernah merasa kesepian dari dulu. Karena memang saya dilahirkan sebagai orang introver. Saya damai jika sendirian, membaca buku, main game, menulis, atau membuat sebuah karya. Saya senang melakukan itu semua. Teman-teman saya adalah karya-karya saya, buku-buku saya, dan keempat kucing yang rajin saya ajak ngobrol dan latih.

Beberapa minggu lalu saya baru kembali dari liburan ke Thailand, seminggu full sendirian. Tapi, saya enggak merasa sepi. Ada sesuatu yang bisa saya tulis, ada tempat-tempat nongkrong yang bisa saya datangi, makanan yang saya coba.

Sebenarnya, bagi saya, tekanan terbesar bukan dari keluarga, tapi justru dari media sosial. Di lingkungan pertemanan, hanya saya yang belum menikah. Rata-rata teman-teman saya menikah muda, di usia sekitar 25 tahun. Jadi, halaman Facebook saya sudah seperti buku harian Unyil dengan foto profil yang bersalin rupa wajah-wajah bayi dengan kepala botak dan mata belok mereka yang innocent. Pemandangan ini praktis kontras dengan foto profil saya yang sedang bengong sendirian di taman. Saya seperti out of place. Buat saya, ini tekanan tersendiri.

Saya juga masih punya rencana menikah. Bahkan, sejak 6 tahun belakangan, saya sudah menabung untuk pendidikan anak-anak saya yang belum lahir hingga mereka mencapai jenjang sarjana. Saya juga bukan tipe pria yang fobia dengan komitmen, hanya saja saya sangat berhati-hati. Contohnya dengan kekasih saya saat ini. Butuh sekitar delapan bulan bagi saya untuk benar-benar yakin dan menyatakan cinta saya.

Kalaupun hingga sekarang saya belum menikah, itu karena saya masih menunggu. Saya masih mencari tahu sampai sejauh mana passion akan membawa saya pergi. Saat ini saya masih --tidak ada habisnya-- berpikir soal pekerjaan dan karier. Saya masih menunggu sampai akhirnya saya bisa memprioritaskan orang lain di atas itu. Sebab, jika tidak demikian, akan sangat tidak adil bagi pasangan saya.

Raditya Dika
Comic, Penulis, dan Sutradara Film


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?