BizNews
Konferensi ASEAN Public Relations 2017: Mengelola Krisis di Media Sosial

21 Dec 2017



Foto: Naomi Jayalaksana

Business as usual is not enough!” seru Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara, saat membuka 1st ASEAN Public Relations Conference (APRC) 2017, yang berlangsung 20-23 September 2017 di The Trans Resort, Bali. Menurutnya, di era pesatnya kemajuan teknologi digital dan media sosial, seorang humas memiliki peran penting dalam memanusiawikan dunia digital.
 
Konferensi pertama APRC ini menjadi momen signifikan bagi negara anggota ASEAN. Tidak hanya sebagai wadah untuk mempererat ikatan spirit persaudaraan, tapi juga sebagai medium sinergi dan laboratorium komunikasi bagi praktisi humas dalam menghadapi krisis di ASEAN.
 
“Saya berharap, ke depannya APRC bisa menghasilkan protokol komunikasi dan kehumasan yang menjadi acuan bersama negara anggota ASEAN,” lanjut Rudiantara.
 
Acara konferensi yang dihadiri tak kurang dari 250 praktisi PR di ASEAN dan akademisi di bidang komunikasi ini menggelar diskusi panel dengan berbagai topik dan pembicara yang sangat menginspirasi. Di antaranya, Jose Manuel Velasco, Chair Global Alliance for Public Relations and Communication Management PR Consultant, yang berbicara tentang bagaimana PR menghadapi tantangan budaya komunikasi di era digital dan media sosial.
 
“Bagaimana saat terjadi krisis di media sosial? Bukan dengan mengontrol isi pesan negatif, tapi dengan ikut mereka ulang isi pesan yang sudah tersebar di media sosial,” jelas trainer asal Spanyol itu. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggulirkan pesan positif di media sosial, sebagai penangkal atau penyeimbang berita negatif atau palsu yang tersebar. Dengan demikian, citra instansi bisa kembali terangkat.
 
Standardisasi kompetensi PR sangat penting di era kompetisi global. Ini pula yang menggerakkan Pendiri dan Pemilik London School of Public Relations (LSPR), Prita Kemal Gani, untuk memelopori program sertifikasi PR di Indonesia. Saat ini Lembaga Sertifikasi Profesi LSPR dan APRN telah mengadakan friendship agreement dengan Public Relations Institute of Australia. Inti dari kesepakatan itu adalah bahwa Australia memberikan pengakuan terhadap code of ethic dan framework dari sertifikat yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi LSPR. Sertifikat ini juga mendapat pengakuan dari berbagai organisasi PR lainnya di beberapa negara, seperti Institute of Public Relations Malaysia (IPRM), Institute of Public Relations of Singapore (IPRS), Sacramento’s Public Relations Association (SPRA), dan Public Relations Society of the Philippines (PRSP).
 
Dunia penelitian, bagaimanapun menjadi bagian integral dari pendorong kemajuan di dunia PR. Selain membekali para akademisi PR melalui Workshop: How To Get Into Academic Journals dari dua pakar komunikasi oleh dua pakar mentor Prof. Anne Gregory, mantan Pemimpin Redaksi Journal of Communication Management dan Guru Besar di University of Huddersfield, Inggris, dan Prof. Gregor Halff, Ketua Global Alliance untuk Public Relations & Communication Management, dan Wakil Dekan di Singapore Management University. APRC 2017 juga menggelar The Call for Abstracts, bertema Communicating ASEAN: Research and Practice. Dari 25 abstrak yang masuk seleksi, terpilih 7 karya terbaik yang akan diterbitkan di jurnal internasional Journal of Communication Management.(f)

Baca juga:
Peran Penting Humas Kantor Saat Menyampaikan Kabar Buruk Perusahaan
Cara Jadi Humas Pribadi Demi Kesuksesan Karier
Penghargaan untuk Peneliti Pada Acara 1st ASEAN Public Relations Regional Conference

 


Topic

#publicrelations, #mediasosial, #eradigital

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?