Trending Topic
Tidak Ada Privasi

17 Feb 2014


“Sudah saatnya para orang tua membuka mata lebar-lebar. Fenomena pornografi di kalangan anak-anak usia 7 sampai 17 tahun bukan satu kejadian semata, tapi ini hanya merupakan puncak gunung es,” ucap Elly Risman, psikolog dan Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati yang bergerak di bidang konsultasi parenting.

Sebagai pucuk gunung es, tentu kalau ditelusuri terus ke bawah, akan semakin luas dan menyeramkan. Yang sayangnya selama ini hal-hal mneyeramkan itu selalu tertutup permukaan laut. Jika Anda masih belum yakin, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dikutip www.suarapembaruan.com, menunjukkan kenyataan ini. Pada Oktober 2013, ada 84 laporan pornografi dan pornoaksi yang dilakukan pelajar di bawah usia 17 yang diterima KPAI. Laporan tersebut terdiri dari pergaulan seks bebas dan kepemilikan media pornografi.

Sebetulnya, fakta-fakta ini bukan monopoli remaja masa kini. “Sejak dulu, katakanlah 20-30 tahun lalu, dunia pelajar usia 12 -18 tahun, juga begitu. Hal itu dipicu oleh dorongan libido seseorang pada usia demikian memang sedang tinggi-tingginya,” ujar psikolog dan pemerhati anak, Seto Mulyadi atau Kak Seto. Yang menjadi masalah adalah, tidak ada pengelolaan dan penyaluran yang benar. Apalagi zaman sekarang akses menemukan pornografi sangat banyak dan terbuka lebar. 

Hal ini diperkuat oleh data dari Yayasan Kita dan Buah Hati yang diperoleh saat melalukan penyuluhan terhadap anak-anak, dari Januari sampai Oktober 2013. Bayangkan, dari 1.553 anak yang ikut penyuluhan, 95% dari mereka mengaku sudah terpapar pornografi!
 “Kalau dulu, paling anak-anak melihatnya dari majalah dewasa luar negeri yang tak mudah didapat, atau film biru yang nontonnya pun biasanya beramai-ramai dan masih takut ketahuan,” jelas Elly yang baru meraih gelar Guardian of The Light dari The Lighted Candle Society yang bermarkas di Salt Lake City, Amerika Serikat atas usahanya selama puluhan tahun menyerukan antipornografi bagi anak-anak dan keluarga di Indonesia.

Tapi sekarang semua anak dibekali gadget canggih atau smartphone yang bisa mengakses pornografi dengan mudah. “Bahkan mereka bisa saja melakukannya saat sedang di sekolah atau malah di rumah saat sedang bersama orang tuanya,” cetus Elly. Buktinya,dari survei Elly, 18% anak melihatnya lewat internet yang bisa diakses lewat smartphone, dan 15% dari games baik online atau offline, yang tersedia dalam gadget. Kemudian 14% dari DVD atau VCD, 14% dari film bioskop, 14% dari komik, dan sisanya dari sinetron, media cetak, video klip dan iklan. Dan ironisnya, lebih dari separuh mengaku melihatnya pertama kali justru di rumah sendiri.

Sebagai orang tua, kita memang tidak bisa marah-marah saja ketika tahu anak-anak kita menyalahgunakan smartphone mereka. Karena, ketika memberikan gadget canggih itu artinya kita juga harus memberikan petunjuk-petunjuk sekaligus peraturan serta larangannya. Dan yang tak kalah penting, menurut Elly, Anda juga harus memiliki akses ke ponsel mereka. “Tidak ada privasi bagi mereka yang masih berusia di bawah 20 tahun,” tegasnya.

Argarini Devi



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?