Fiction
Theo (11)

25 Jun 2012

<< cerita sebelumnya

Mata Theo memicing melihat Ivonne tersenyum kepada Alex. Senyum Ivonne terlihat lebih lebar dan lebih hangat. Ada rasa yang menggelitik dalam hatinya. Cemburu? Theo menggeleng. Membuang jauh rasa itu. Siapa dia? Siapa Ivonne? Siapa mereka?


Alex terlihat berbincang lagi dengan Ivonne. Ivonne tersenyum lagi. Theo mempertajam pendengarannya. Ingin mengetahui obrolan apa yang dapat memancing senyum Ivonne. 
Ivonne kembali tersenyum. Senyum itu kembali menarik perhatian Theo. Seperti magnet yang menarik besi. Theo kembali memperhatikan Ivonne. Alex masih terus saja asyik berbicara.
Pak Andi, sopir yang mengantar mereka, ikut memperhatikan Ivonne. 

”Bu Ivonne dan Pak Alex sempat dekat,” kata Pak Andi.

Alis Theo terangkat.

”Setahun yang lalu, Pak Alex gencar mendekati Bu Ivonne, tapi Bu Ivonne tidak pernah membalas semua perhatian Pak Alex. Bu Ivonne selalu menghindari Pak Alex. Sekarang, setahu saya, Pak Alex sudah pacaran dengan gadis lain,” ujar Pak Andi. Theo tersenyum. Dia menyadari nada suara Alex yang berbeda setiap kali dia menyebutkan nama Ivonne. Jadi Alex pernah menyukai Ivonne? Apakah Ivonne juga menyukainya?

Ivonne terlihat sudah selesai makan. Dia bangkit dari tempat duduknya. Menepuk punggung tangannya, dengan cepat, tiga kali, lalu berdiri untuk mencuci tangannya. Theo buru-buru mengikutinya.

Dia ikut mencuci tangannya di wastafel sebelah Ivonne. Theo melirik Ivonne dari pantulan cermin. Ivonne tersenyum tipis kepadanya. Dia tampak sudah selesai mencuci tangannya. Dia mengeringkan tangannya tiga kali, lalu saat terlihat bahwa dia akan menepuk punggung tangannya, Theo menahan kedua tangan itu.

Mata Ivonne terbelalak menyadari bahwa tangan Theo mencengkeram kedua tangannya. Cengkeramannya kuat, namun tidak menyakitkan. Tegas, namun tidak memaksa. 

“Tidak usah menepuk tanganmu tiga kali,” ujar Theo, dengan pelan. 
Tangan Ivonne mengejang. Bola matanya berputar dengan gelisah. Tangan Theo tetap menahan tangan Ivonne.

”Ayolah...,” bujuknya. ”Kamu tidak perlu menepuk tanganmu tiga kali, Ivi.”
Perlahan, Theo merasakan ketegangan Ivonne mengendur. Ivonne menghela napas panjang, lalu mengangguk.

Theo mengangguk, menyemangatinya.

Sore harinya, ketika mereka bermobil kembali ke kantor, Ivonne merasa lebih tenang. Tadi siang, Theo kembali membuatnya menghentikan kebiasaannya menepuk punggung tangannya, dan saat mereka kembali mengunjungi customer, semuanya berjalan dengan lancar. 
Tidak akan ada hal buruk yang terjadi kalau kamu tidak melakukan kebiasaan-kebiasaan itu.
Kata-kata Theo terus terngiang di benak Ivonne.

”Ivi....” 
”Ya, Mr. Theofilus Lundenberg,” sahut Ivonne. Mengalihkan tatapannya dari jendela mobil.

Theo tersenyum. ”Berapa kali harus saya bilang, panggil saja saya Theo.” 
Ivonne ikut tersenyum, tapi tidak menjawab.

”Saya minta laporan lengkap hasil kunjungan ke customer hari ini, ya. Besok siang, kalau kamu tidak keberatan,” pinta Theo.

Ivonne mengangguk. ”Saya rasa saya sanggup menyerahkannya besok pagi,” ujarnya,
Theo mengangguk, masih tersenyum.

Ivonne kembali mengalihkan pandangannya ke jendela. Ivonne suka melihat deretan gedung yang tampak berlari menjauh.  Tapi... mobil mereka tiba-tiba oleng! Ban mobil berdecit keras saat beradu dengan aspal. Kilau lampu motor menyorot tajam ke arahnya. Napas Ivonne tercekat. 

Suara itu! Suara yang dia dengar saat mobil Papa dan Mama bertabrakan dengan motor dan terpental jauh sebelum terempas kembali ke aspal 
Kilau lampu itu!!! Kilau lampu yang dia lihat sesaat sebelum kehilangan kesadaran!

”Ivi!’ 

Ivonne sempat mendengar Theo meneriakkan nama panggilannya, sama seperti suara Papa. Suara terakhir Papa yang sempat didengarnya....

Oleh: Irene Tjiunata

                                                                          cerita selanjutnya >>
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?