Fiction
The Second Chance Show [2]

4 Jul 2011

<< cerita sebelumnya

“Yuk, turun,” ajak Anggi, sambil berteriak, mencoba menembus bisingnya musik yang dimainkan DJ.

Aldi menggeleng. Kepalanya makin berat. Asupan alkohol membuatnya sulit bergerak, biarpun sekadar mengangkat kepala. Tenggorokan terasa pahit akibat menelan minuman keras bertubi-tubi. Aldi berusaha berdiri dan perlahan berjalan gontai menuju toilet. Aku harus muntah, ucapnya dalam hati. Jika tidak dimuntahkan, alkohol bisa membuat kepala dan perutnya sakit hingga pagi.

Aldi merasa ponsel di sakunya bergetar. Suara dering ponselnya sampai tidak terdengar tertelan bisingnya musik. Margi.

“Ada apa, Gi?” tanya Aldi.

Terdengar suara Margi sayup, namun jelas. “Kau di mana? Di tempat dugem, ya? Ke tempat sepi dulu, aku mau bicara.”

Aldi masuk ke dalam restroom pria. “Ada apa?” tanyanya.

“Aku sedang di City TV. Ada tawaran untukmu….”

“Berapa bayarannya?” potong Aldi.

“Bayarannya lebih besar dari yang pernah kau terima, tapi….”

“Tanda tangan saja! Aku setuju!” ucap Aldi dan langsung menutup ponselnya.

Yes! Ada acara baru untukku. Popularitasku akan kembali! Dia berucap dalam hati.

“Bagaimana?” tanya Toni. Margi yang duduk di depannya masih diam. Margi memandangi ruang rapat City TV yang sebenarnya sudah sering didatanginya.

“Tidak usah berpikir terlalu lama. Kau untung, pihakku juga untung! Acara ini pasti sangat menarik,” ucap Toni.

Margi menarik napas sejenak. Lalu menandatangani kontrak di depannya.

Aldi berusaha membuka matanya. Dia baru menyadari tubuhnya tergeletak di kasur empuk di apartemennya. Bagaimana dia bisa tertidur di sini? Aldi pun tidak tahu. Yang jelas akhir pekan kemarin Aldi gentayangan sedari Jumat sore hingga Minggu malam di bar. Tiba-tiba sekarang sudah terbaring di ranjangnya. Aldi menatap jam dan kalender di meja kecil yang tertata manis di samping ranjangnya. Ini sudah Senin pagi sekitar pukul 10.

Aldi masih berbaring dengan malas. Tangannya menyambar remote televisi yang tergeletak di ranjang. Di ganti-ganti channel seenaknya. Aldi tersenyum saat menonton sebuah tayangan infotainment tentang dirinya.

“Bagaimana hubungan Anda dengan Anggi? Anda sudah resmi berpacaran?” tanya para wartawan yang mengitarinya.

Aldi tertawa pelan. Kalau sekadar bersenang-senang, untuk apa pakai resmi-resmian.

“Kami hanya teman dekat,” ucapnya, sambil tersenyum. Aldi kembali tersenyum. Dekat, sepanjang mau sama mau.

“Tetapi, kalian sering terlihat bersama,” wartawan yang lain langsung bertanya. Terlihat di layar kaca, Aldi harus memperlahan langkahnya, karena dipepet oleh beberapa pengejar berita.

“Sudah kubilang. Kami hanya teman,” bela Aldi.

“Tapi, Anggi sudah bersuami, dan kabarnya rencana perceraian Anggi dan suaminya, karena Anda hadir sebagai orang ketiga.”

“Saya pria yang tidak mau main-main dengan wanita. Saya mengidamkan sosok wanita yang alim, baik, dan bisa menjadi ibu bagi anak-anak saya kelak. Saya berprinsip wanita adalah sosok yang terhormat. Surga ada di bawah telapak kaki ibu. Itu prinsip yang saya pegang,” ucap Aldi, diplomatis.

“Tetapi, predikat playboy melekat pada diri Anda, karena Anda sering berganti pasangan,” kejar wartawan yang lain.

“Jangan berprasangka buruk. Pacar boleh banyak, tetapi kelak di hati saya hanya ada satu wanita,” ujar Aldi, sambil meninggalkan para wartawan yang tampaknya tidak puas menginterogasi Aldi.

Aldi tertawa pelan melihat tayangan infotainment di depannya. Sosok Aldi memang playboy, namun banyak wanita yang memujanya seperti dewa. Seolah Aldi adalah pangeran berkuda putih yang sedang mencari Cinderella. Terkadang Aldi sendiri tidak percaya betapa gombalnya dia di media.

Aldi kembali mengganti saluran televisi, karena infotainment yang ditontonnya sedang diselingi iklan. Tanpa sengaja dia melihat City TV. Cuplikan fotonya dengan berbagai pose ditata apik oleh sang motion grafer. Aldi mengerutkan dahinya. Apa-apaan ini?

“The Second Chance Show. Dengan sang idola Aldi Surya. Saksikan segera di City TV. City TV is your favorite channel,” ucap sang narator.

What! Aldi mencari ponselnya. Harus segera menghubungi Margi. Acara apa itu? Sudah ada iklannya, tetapi Aldi sebagai tokoh utama justru tidak tahu. Oh, ternyata ponselnya tergeletak di lantai. Di layarnya sudah tertera puluhan panggilan tak terjawab dan pesan dari Margi, yang intinya Aldi harus segera datang ke City TV pukul 10 pagi. Ha… ini kan sudah hampir pukul 11!

Aldi memasuki gedung City TV. Dilihatnya banner bertuliskan The Second Chance Show lengkap dengan gambar dirinya terpampang di dekat meja resepsionis. Aldi mengerutkan dahinya. Tadi di sepanjang jalan dilihatnya ada billboard iklan acara ini. Bahkan, mobil operasional City TV dicat dengan tema acara ini juga. Ini pasti tidak main-main. Aldi langsung naik ke lantai 7 menuju ruang rapat City TV.

”Hai, Aldi, kami sudah menunggumu,” sapa Toni, saat melihat Aldi masuk ruang rapat.

Margi, Toni, dan beberapa kru yang sering dilihat Aldi sudah ada di ruang rapat. Aldi segera duduk di samping Margi.

Toni segera berdiri, sambil menyalakan televisi yang ada di ruang rapat. ”Nah, Aldi, kami sudah siapkan segalanya untukmu...”

”Sebentar! Aku tidak mengerti,” potong Aldi tiba-tiba.

Toni menatap Margi, Margi hanya mengangkat bahu. Toni segera paham, dia tahu Aldi belum dapat penjelasan apa-apa dari Margi.

Toni menarik napas. ”Al, ke mana saja kau beberapa hari? Tertidur di lantai bar?”

Aldi menatap Toni dengan kesal. Teman kuliahnya yang satu ini memang orang yang paling Aldi benci. Sedari kuliah mereka tidak akur, namun apa boleh buat, mereka adalah pasangan produser dan artis yang sering menjalin kerja sama.

”Begini, Al, kami punya konsep acara reality show yang akan tayang. Nama acara ini The Second Chance Show,” terang Toni.

”To the point saja, Ton!” sahut Aldi ketus.

Toni tesenyum tipis. “Jadi begini, Al, kami akan mengumpulkan mantan-mantan kekasihmu untuk ikut reality show ini dan memilih satu di antara mereka yang bakal menjadi kekasihmu lagi!”

Aldi terdiam. Sekilas melirik Margi yang cuek, lalu kembali memandangi Toni yang menyetel senyum menawan di wajahnya. ”Apa aku tidak salah dengar?” tanya Aldi.

”Tidak,” Toni langsung menjawab.

Aldi melirik Margi, ”Apa-apaan ini, Margi?”

”Kau perlu uang dan kau sudah menyuruhku untuk tanda tangan. Jadi the show must go on,” bela Margi.

Aldi masih kebingungan.

“Aldi Surya Pratama. Kau kupilih setelah kupertimbangkan baik-baik. Kau memiliki predikat playboy dan mantan kekasihmu banyak. Di antara mereka pasti ada beberapa yang suka publikasi dan sensasi. Aku yakin mereka dengan senang hati mau ikut acara ini,” kata Toni.

”Kau gila,” ucap Aldi. Ia tidak membayangkan bertemu dengan lusinan mantan kekasihnya bersamaan. Ini gila!

”Aku memang gila. Kau sudah tahu itu. Tetapi, bagaimanapun, manajermu sudah tanda tangan kontrak. Al, aku akan membuat drama yang bagus untukmu. Dan kau bakal meraih popularitas yang lebih dari yang lalu.”

Aldi terdiam sesaat. ”Kuharap begitu,” ucap Aldi perlahan, kekhawatiran tidak bisa disingkirkan dari raut wajahnya.


Penulis: Yenny Renati
Pemenang Penghargaan Sayembara Menulis Cerber femina 2008



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?