Celebrity
Tertantang Peran Tersulit

18 Mar 2015


Tahun lalu, Chicco Jerikho (30) mencuri perhatian lewat film layar lebar. Dalam film Cahaya dari Timur (Beta Maluku) Chicco justru tampil lusuh dengan kumis lebat, rambut gondrong, dan jenggot tak beraturan. Berkat film itu, piala Citra sebagai Aktor Terbaik pun berhasil diraihnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2014.

Jangankan menang, masuk nominasi saja tak pernah dibayangkan pria berdarah campuran Batak dan Thailand ini. “Saking enggak nyangka bakal menang, saya sempat terdiam beberapa detik ketika nama saya disebut sebagai pemenang. Saya baru benar-benar nyadar saat Reza Rahadian menarik lengan saya agar naik ke panggung menerima piala,” tutur Chicco, antusias.

Wajar saja jika aktor yang bisa dibilang anak bawang di industri sinema tanah air ini tak terlalu membubungkan harapannya. Dalam kompetisi akting bergengsi ini namanya bersanding dengan beberapa nama besar yang sudah eksis di dunia perfilman, seperti Abimana (Haji Backpacker), Herjunot Ali (Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk), Vino G. Bastian (3 Nafas Likas), dan Ario Bayu (Soekarno). “Padahal, ini pertama kalinya saya bermain film layar lebar, lho,” kata Chicco, yang saat itu malah menjagokan Ario Bayu.

Meski demikian, pria yang mengidolakan aktor legendaris Slamet Rahardjo ini mengaku bahwa meraih penghargaan bukanlah tujuan utama dari kerja kerasnya. “Saya memang mendapatkan kenikmatan tersendiri ketika meleburkan diri sepenuhnya ke dalam karakter yang saya perankan, sehingga terlihat saya memberikan yang terbaik dalam film perdana saya,” jelasnya, semringah.

Memerankan karakter Sani, seorang pria Tulehu, Maluku, yang berprofesi sebagai tukang ojek dan pelatih sepak bola, ia tak mau setengah-setengah. Berbagai upaya ia lakukan demi bisa menghidupkan peran dalam film yang mengangkat persoalan etnis tersebut. Ia pun tak keberatan harus tinggal selama sebulan di Tulehu agar bisa berinteraksi lebih dekat dengan tokoh asli Sani.

Selama di sana, Chicco tinggal di rumah Sani. Dengan tekun ia mempelajari segala gerak-gerik Sani, mulai dari gaya berbicara, dialek khas Tulehu, bahasa tubuh, cara melatih sepak bola, hingga gaya Sani saat menarik ojek  tiap pagi. “Saya pernah ikut ngojek sampai ke Ambon yang waktu tempuh perjalanannya mencapai 45 menit dari Tulehu. Saya juga sengaja menghitamkan kulit, memanjangkan rambut, serta menumbuhkan kumis dan jenggot agar benar-benar terlihat seperti pria Ambon tulen,” kisah pria kelahiran Jakarta, 3 Juli 1984, ini.

Kerja keras Chicco dan seluruh kru film ini tak sia-sia. Film Cahaya dari Timur (Beta Maluku) juga berhasil dinobatkan sebagai Film Terbaik 2014 pilihan FFI. Diakui Chicco, memiliki kesempatan berakting dalam sebuah film saja sebetulnya sudah membuatnya bersyukur. Maklum, sebelumnya ia pernah berkali-kali tak lolos casting. Ketika itu, beberapa pembuat film menganggap aktingnya terlalu cemen, sehingga tak cocok untuk film layar lebar.

Untungnya, penolakan itu tak membuat dirinya patah semangat. Pria penyuka  traveling ini tetap rajin mengikuti casting hingga akhirnya berhasil mendapatkan peran utama di film garapan Angga Dwimas Sasongko itu. “Beruntung saya bisa bertemu Angga. Dialah orang pertama yang memberi saya kesempatan untuk maju. Di saat banyak orang meremehkan saya, Angga justru menaruh kepercayaan bahwa saya mampu,” tutur Chicco, menerawang.

Chicco mengaku, ia mendapat banyak pelajaran berharga tentang hidup dari tokoh asli Sani. “Dia paham benar cara membakar ‘api’ semangat murid-muridnya saat melatih mereka bermain sepak bola. Tak heran, beberapa anak didiknya itu kini sudah sukses berkarier di tim sepak bola nasional. Saya belajar banyak dari Sani, bagaimana menjadi orang yang tak mudah putus asa,” ungkap aktor yang juga piawai bermain gitar ini, sambil tersenyum.

Rizka Azizah


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?