Tiap orang punya reaksi berbeda dalam menghadapi masalah. Memang tidak mudah untuk memahami, bagaimana orang yang satu mengalami stres berat dan yang lain tetap santai, ketika mereka mengalami putus cinta. Demikian juga rasa senang yang Anda alami saat melihat mantan kekasih disakiti oleh kekasih barunya, padahal biasanya rasa prihatin muncul ketika melihat seseorang mengalami kesusahan. Tentu ada alasan di balik tiap reaksi ini.
Banyak hal melatarbelakangi munculnya reaksi seperti kemarahan, sakit hati, sedih, lega, atau santai ketika putus cinta. Ini tak hanya ditentukan oleh berat ringannya masalah yang dihadapi, atau kedalaman cinta seseorang, tetapi juga kondisi yang bersangkutan pada saat itu, karakter, serta kemandiriannya sangat menentukan bagaimana yang bersangkutan menyikapi masalahnya.
Kedalaman cinta seseorang bisa juga turut berperan, bergantung bagaimana mereka memahami cintanya. Bagi orang yang mencintai pasangannya dengan tulus, biasanya ia mementingkan kebahagiaan orang yang dicintainya. Ia pun akan dengan ikhlas memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup yang diinginkan, walaupun tidak bersamanya.
Tetapi, bagi yang menggunakan cinta sebagai alasan untuk memiliki dan mengendalikan pasangannya, mereka pada dasarnya bergantung pada pasangannya sehingga akan marah besar atau stres berat ketika ditinggal pasangannya.
Pada umumnya orang akan merasa sakit hati dan marah bila dikhianati pasangannya. Ini lumrah. Tetapi, sebaiknya tidak membiarkan diri larut berkepanjangan. Bagi mereka yang mandiri biasanya sadar, kebahagiaan berada dalam dirinya sendiri sehingga akan lebih baik dalam menerima kegagalan hubungan cintanya.
Lain halnya bila yang bersangkutan bergantung pada pasangannya. Mereka biasanya merasa bahwa kebahagiaannya ikut hilang bersama kepergian pasangannya, sehingga akan larut dalam kedukaan. Bila kondisi ini dibiarkan terus, bisa saja menjadi depresi.
Sedangkan menurut psikolog Monty Satiadarma, cinta adalah ikatan emosional yang secara analogis dapat disamakan dengan senyawa emosi antarmanusia. Ketika terjadi senyawa, maka akan terbentuk wujud emosi dalam formasi baru. Ketika cinta memudar atau menghilang, maka emosi itu akan kehilangan bentuk lagi, mungkin kembali ke bentuk semula, tetapi mungkin juga tidak karena efek senyawa yang pernah terjadi. Akibatnya, ada rasa kehilangan, dan rasa kehilangan inilah yang menimbulkan stres.
Jika ada yang putus cinta dan merasa biasa saja maka sesungguhnya proses senyawa emosi tersebut belum atau tidak berlangsung cukup sempurna. Sehingga, ketika terjadi perpisahan, efek senyawa tidak begitu terasa. Ada sebagian individu yang memang mampu menanggulangi rasa kehilangan. Mereka sesungguhnya juga merasakan stres yang besar, namun individualisasi (kemandirian) mereka kokoh untuk bertahan, sehingga mereka bisa mengatasi stres. Mereka bukan merasa biasa saja, tetapi mampu mengatasi rasa kehilangan.(f)