Food Trend
Ragam Umbi Alam Indonesia

3 May 2014



Rasanya, tak ada bangsa lain di dunia dilimpahi Tuhan bahan pangan sumber karbohidrat lebih beragam dari Indonesia. Tanah Nusantara yang subur tak cuma ditumbuhi padi-padian, tapi juga sagu, pohon sukun alias  breadfruit, dan umbi-umbian. Tapi, dari masa ke masa, pemerintah negeri ini lebih memilih mengimpor beras (karena sawah kita tak cukup menghasilkan padi) untuk mencukupi bahan pokok pangan dalam negeri. Di sisi lain, membiarkan limpahan umbi-umbian terbengkalai di pinggir kebun dan hutan. Padahal, banyak negara lain justru mengincar ragam bibit umbi alam Indonesia untuk bisa dikembangkan di negara tersebut. Ironis...!


SALAH KAPRAH BUDAYA BERAS

Beras memang bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Sulit mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras. Upaya melakukan variasi makanan pokok, belum berhasil. Konsumsi beras di Indonesia masih tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan itu, Indonesia kerap mengimpor beras. Padahal, negeri ini terekspos sebagai penghasil beras tertinggi di dunia. Ini diakui oleh Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, saat peluncuran Konsorsium Indonesia Sehat di Kantor Kementerian Perdagangan, di Jakarta, beberapa waktu lalu. 
Ketua Konsorsium Indonesia Sehat,  Prof. Dr. FG Winarno, juga menyebut, konsumsi beras Indonesia mencapai 139 kilogram (kg) per kapita per tahun. Tercatat paling tinggi di dunia, antara 400-500 gram/orang/hari. Sebagai perbandingan,  konsumsi beras di Malaysia hanya 90 kg per kapita per tahun, Brunei Darussalam mengonsumsi hanya 80 kg per kapita per tahun. Bahkan,  konsumsi beras masyarakat Jepang  hanya 70 kg per tahun per kapita, dan Cina  antara 90-100 kg per kapita per tahun.
“Ini terjadi karena tingkat penganekaragaman pangan masyarakat masih rendah. Padahal, sumber karbohidrat lain khas Indonesia berlimpah," ungkapnya.

PELAJARAN DARI JEPANG

Antara tahun 1942-1945, tentara Jepang pernah menduduki tanah Nusantara. Itu masa paling sulit yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Banyak orang honger, kurus kering kelaparan, karena kurang bahan pangan. Tapi, tidak untuk tentara pendudukan Jepang.
“Mereka melakukan gerakan massal. Di mana-mana, rakyat  disuruh mencari umbi iles-iles (umbi bunga bangkai) yang  tumbuh di banyak pekarangan dan hutan, diboyong ke kamp-kamp, dan diolah jadi roti,” cerita almarhum ayah saya, dulu.
Zaman susah itu berlalu. Pendudukan Jepang cuma ‘seumur jagung’. Indonesia merdeka dan berdaulat. Dan umbi iles-iles tetap tinggal di pinggir ladang dan hutan-hutan Indonesia. Nyaris tak ada masyarakat tradisional Indonesia memanfaatkannya, bahkan di daerah rawan pangan sekalipun. Padahal, di Jepang,    Korea, dan Cina, umbi iles-iles atau suweg atau kembang bangkai dicari bahkan diekspor untuk dibuat tepung, sebagai bahan kue-kue tradisional bergengsi!

1. SUWEG

Indonesia negara mega diversity dengan kekayaan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brasil, yang diperkirakan memiliki 10% dari flora dunia. Sebagian besar tersimpan dalam hutan hujan tropis Indonesia. Tapi hingga kini, eksploitasi sumber daya hutan hanya berorientasi pada kayu, padahal produk hasil hutan bukan kayu amat berpotensi menjadi penghasilan masyarakat sekitar hutan. Mereka bisa memakai tanaman liar marga Amorphophallus (keluarga iles-iles) yang populer sebagai porang. Kalangan industri makanan dan suplemen kesehatan meliriknya sebagai bahan baku berkat kandungan gizinya.
Potensi ini ditangkap Dion ……….. (31), seorang anak muda di Bogor. Sabtu Minggu, ayah satu anak ini keliling ke berbagai daerah di Indonesia, untuk membeli umbi iles-iles atau suweg yang dikumpulkan masyarakat sekitar hutan. Di Bogor, umbi liar itu diolah menjadi keripik dan diekspor ke Jepang!
Umbi yang bernama Latin, antara lain A. oncophyllus, A. rivierii, A. bulbifer dan A. konjac yang dikenal sebagai elephant foot yam, sweet yam, konjac plant ini banyak dimanfaatkan oleh Jepang. Di Indonesia jenis-jenis tanaman tersebut dikenal dengan nama daerah suweg, porang, walur, dan iles-iles yang morfologinya mirip satu sama lain. Di Jepang, umbi dimasak dan dilumatkan untuk mendapatkan pati, kemudian dipadatkan menggunakan air kapur menjadi gel yang disebut konnyaku. Diolah menjadi nata de coco atau mi (shirataki). Shirataki dan konnyaku biasanya menjadi campuran shabu-shabu.
Kelebihan suweg adalah tinggi kadar serat pangan, protein, dan karbohidrat, serta rendah  kadar lemak. Nilai indeks glikemik (IG) tepung umbi suweg tergolong rendah, yaitu 42, sehingga dapat menekan kadar gula darah, dapat digunakan untuk terapi penderita diabetes melitus. Konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan membantu tubuh dalam menangkal penyakit kronis.

2. GEMBILI
Keluarga gadung (Discorea sp.) yang populer adalah gembili (Dioscorea esculenta L). Umbi gembili rebus bertekstur kenyal dan pulen Sama seperti gadung ataupun jenis gadungan lainnya, gembili merupakan perdu rambat dengan daun berbentuk hati. Namun, berbeda dengan gadung, rambatan sulur gembili (juga jenis gadung lainnya) berputar ke arah kanan.
Umbinya sedikit agak pedas, yang akan hilang bila direbus. Pengolahannya tak serepot gadung. Barangkali karena itu sejak dulu gembili jadi tanaman pekarangan. Di beberapa tempat, orang juga menyebut gembili sebagai  uwi butul atau ubi jae. Sir Raffles dalam The Story of Java menyebutnya lesser yam. Selain  dimakan sebagai pengganti nasi beras, gembili kini juga mulai diekspor untuk diolah  jadi etanol atau minuman beralkohol. Nah, lho…!

3. UBI UDARA
Jenis umbi lain yang sudah ada sejak masa kerajaan di Nusantara adalah gembolo (Discorea bulbifera). Ciri khasnya mirip gembili, hingga keduanya sering disangka sama. Padahal, umbi gembolo lebih besar dari gembili. Yang menarik, selain menghasilkan umbi tanah, gembolo juga ditumbuhi buah-buah bergantungan (aerial) di ketiak daun dan udara terbuka.
Selain bisa dimakan juga dimanfaatkan untuk bibit memperbanyak tanaman. Karenanya, di beberapa daerah dikenal sebagai uwi blicik/jerubug, ubi udara, uwi buah, atau katibung. Sebagai sumber karbohidrat, bibit gembolo  Indonesia sejak lama ditanam di berbagai kawasan tropika dunia, dan bahkan kini jadi sumber karbohidrat penting di beberapa tempat di Afrika.

4. UWI ULO, UWI DEWATA
Masih termasuk ke dalam keluarga gadung, salah satunya dikenal masyarakat Morotai, Maluku Utara, sebagai tomboreso (Dioscorea pentaphilla). Di Bali disebut huwi sawut, uwi mantri, atau uwi dewata. Habitus perdu memanjat  ini dapat mencapai ketinggian 5-10 m. Umbi berbentuk bulat panjang dengan serabut akar halus. Daging umbi berwarna putih, kuning, dan kadang-kadang terlihat bercak ungu. Tidak bergetah, keras, tapi jika diremas hancur seperti pasir. Warna daging umbi sangat cepat berubah menjadi cokelat, lalu hitam setelah terkena udara.
Jenis lain adalah uwi ulo atau uwi ular (Dioscorea alata). Mengapa disebut begitu? Apa ada bagian dari vegetasinya yang mirip ular? Entahlah. Jenis yang secara umum populer sebagai uwi doang itu  memang  paling banyak dijumpai di Indonesia. Banyak varietasnya. Ada yang disebut uwi beras, uwi ungu, dan lain sebagainya.  Rasanya pun beragam, mulai dari yang tawar hingga manis.(f)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?