Celebrity
Menjadi Quincy Jones

8 Apr 2015


    Dulu orang mengenalnya dengan sapaan “EQ Humania”, sosok santai dengan pakai ala anak pantai dan rambut berpilin mirip Bob Marley. Lewat bendera Humania, ia mendobrak pasar era 90-an lewat lagu Terserah yang membawa angin segar dengan warna musik baru R&B dan Funk. Kini, dunia industri musik mengenal Eki Puradiredja (45) sebagai sosok penting dalam tim sukses penyelenggaraan Java Jazz Festival (JJF), salah satu festival musik jazz terbesar di Indonesia dan diakui di dunia.

Menjadi Quincy Jones
Melihat seorang anak kecil mengoleksi piringan hitam jazz saja sudah aneh. Apalagi saat melihatnya berdiskusi asyik dengan sang pemilik toko tentang musikus jazz terkenal dunia era 70-an, seperti Art Lund, Herbie Hancock, hingga Bob James yang hingga kini menjadi legendaris dunia. Tetapi itulah Eki!

Ketika anak sekolah dasar seusianya merengek minta dibelikan mainan, Eki malah mengumpulkan uang jajannya untuk membeli piringan hitam vinyl musik jazz. Saat itu, ia masih mengikuti orang tuanya yang bertugas sebagai konsul di Hong Kong. Setiap hari ia pergi dan pulang bersama sang ayah, yang gedung kantornya satu kompleks dengan sekolah Indonesia – Hong Kong tempat ia belajar.

Jadi sembari menunggu ayahnya selesai kantor, ia berjalan seorang diri menuju toko piringan hitam langganan yang berada di kawasan Causeway Bay, dekat kantor Konsulat Indonesia. Awalnya, si penjual akan melihatnya dengan aneh, tapi lama-lama ia jadi terbiasa. “Ah, itu dia si anak kecil datang lagi,” ujar Eki, mengulang sapaan si penjual toko saat itu. Eki banyak mendapat rekomendasi karya-karya musikus jazz yang terkenal.
Meski ia tidak lahir dari keluarga musikus, tapi almarhum ayahnya, Idris Mohammad, pandai memainkan akordeon dan gitar. Dari koleksi musik orang tuanya inilah telinga Eki terasah oleh musik jazz yang menurutnya cukup unik dan dinamis.

Tetapi, kesempatan bermain musik di depan orang banyak didapatkannya secara tidak sengaja. Ia menggantikan posisi drummer yang biasa dipegang oleh kakak laki-lakinya yang saat itu pulang ke Indonesia. Itu artinya, di usia 8 tahun Eki harus bermain dengan band anak SMA!

Namun, visi besarnya untuk terjun ke dunia musik terjadi ketika ia kembali ke Indonesia. Lagi-lagi, ketika remaja SMA seusianya sibuk mencari cara memancing perhatian teman wanita, ia sudah mulai memikirkan masa depan kariernya. Pikirannya terbuka saat ia mengamati sampul album Back on the Block (1989), album musik R&B, Soul, dan Jazz yang ditelurkan oleh Quincy Jones. Majalah Time menyebut Quincy sebagai musikus jazz paling berpengaruh abad 20. Tapi ia tidak berhenti di situ, ia juga melahirkan bintang-bintang baru.

“Nah, pekerjaan seperti ini yang saya mau, seperti Quincy Jones! Saya tidak ingin berhenti hanya sebagai musikus, tapi saya ingin memproduseri musik,” ungkap Eki, masih dengan nada menggebu-gebu. Hingga kini, sudah beberapa musisi beraliran musik jazz yang ia produseri. Di antaranya, Indra Lesmana, Ermi Kulit, dan Maliq & d’Essentials, yang merupakan salah satu grup musik besutan Eki.

Lagi-lagi, visi menjadi acuannya dalam menjalani hasrat serta mimpinya di industri musik. Setelah 10 tahun ikut mengangkat musikus tanah air sejajar dengan musisi internasional di panggung Java Jazz, kini ia merasa sudah saatnya untuk membawa musikus Indonesia dan karyanya ke dunia internasional.

Visi going globally ini juga yang ditanamkannya saat memproduseri Art of Tree, grup musik yang menawarkan jenis musik crossover yang memadukan unsur reggae, rock, jazz, hip hop dan electronic & dance. Grup ini terdiri dari enam musikus muda, salah satunya mantan drummer cilik Muhammad Ibnu Raffi.

Selain menawarkan konsep musik alternatif yang menarik, untuk menembus pasar internasional, album mereka Art of Tree yang rilis pada 22 Oktober 2014 juga mengusung 12 lagu yang semuanya berlirik bahasa Inggris. Tidak hanya itu, seiring dengan pergeseran pasar musik ke era digital, Eki memakai media youtube untuk mempromosikan 'bayinya' yang lahir di tahun 2011 itu.(Naomi Jayalaksana)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?