Trending Topic
Membangun Financial Security

5 Apr 2014

Di tahun pemilu, pada umumnya masyarakat memiliki optimisme tentang pemimpin baru yang lebih baik. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa optimisme ini penting dan memengaruhi kepercayaan investor terhadap pasar, yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, pada tahun pemilu biasanya juga tumbuh semangat atau spirit baru untuk melakukan kewajiban sebagai warga negara, yaitu memberikan suara untuk memilih wakil rakyat. Petinggi BEI yang akrab disapa Kiki ini berpendapat, memenuhi kewajiban sebagai warga negara ini juga bisa dilakukan melalui investasi, sekecil apa pun jumlahnya. “Saat berinvestasi, seseorang bukan hanya membantu diri sendiri atau keluarganya, ia juga membantu perekonomian negara,” katanya, mantap.

Ia memberi contoh kasus yang baru-baru ini terjadi. Sebuah perusahaan jamu baru saja mendaftarkan diri dalam listing pasar saham karena membutuhkan modal. Misalnya kita memiliki reksa dana dan manajer investasi memasukkan dana kita ke sana, artinya kita secara tidak langsung berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan tersebut. Ketika perusahaan ini maju, produksinya  makin besar dan pajak yang masuk untuk negara juga lebih besar. Ketika kios-kios jamu  makin banyak, artinya angka pengangguran juga bisa ditekan.

Pada tingkat individu, selain berpartisipasi dalam kemajuan ekonomi mereka yang berinvestasi, juga membangun financial security untuk diri sendiri dan keluarganya. Dengan gaya hidup masyarakat yang makin konsumtif, menciptakan keamanan finansial ini memang sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi.

“Kalau 10-20 tahun lalu makan di mal masih merupakan sesuatu yang mewah, kini siapa saja bisa melakukannya hampir  tiap minggu. Kalau gaya hidup ini terus dipertahankan tanpa ada persiapan untuk masa depan, bagaimana nantinya?” ujar Kiki, khawatir.

Menunda atau merasa ragu untuk investasi, dan keukeuh hanya mengandalkan tabungan atau investasi yang cenderung konvensional, seperti emas atau deposito, menurutnya wajar saja ketika seseorang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya investasi. Melihat generasi ibu atau nenek, sepertinya kehidupan mereka baik-baik saja tanpa pernah berurusan dengan reksa dana dan pasar saham.

Masalahnya, kondisi ekonomi dulu dan sekarang sudah jauh berbeda. Tiap orang harus melakukan effort lebih untuk menciptakan kehidupan yang mapan dari usia kerja produktif hingga masa pensiun nanti. Menurut pengamatan Kiki, kalangan kelas menengah ke atas sudah mulai melihat adanya kebutuhan untuk strategi keuangan yang lebih advanced dari sekadar catatan pemasukan dan pengeluaran.

“Kalau dunia investasi dulu didominasi bapak-bapak, sekarang banyak ibu-ibu yang tertarik pada berbagai jenis investasi yang bisa mereka jadikan passive income,” ungkap Kiki.

Lalu, berapa banyak uang yang bisa kita dedikasikan untuk investasi? Seseorang baru bisa memikirkan investasi setelah semua pengeluaran kebutuhannya tertutup dan tabungan sudah tersisihkan. Saat ada idle money atau dana lebih yang tidak terpakai, Irwanti menyarankan untuk menginvestasikan sebesar 30 persennya.

Menurut Kiki, investasi harus dialokasikan atau disisihkan dari awal. “Setelah semua kebutuhan terpenuhi, sisihkan untuk tabungan dan investasi. Baru uang yang tersisa boleh dipakai untuk bersenang-senang,” ujarnya.


Primaritas Smita
Foto: Corbis



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?