Trending Topic
Live Life To The Fullest

5 Nov 2013


Hedonisme memang ‘memabukkan’, membuat manusia lupa akan realitas kehidupan yang terkadang menyedihkan dan menyakitkan. Faktor ekonomi dan media seperti iklan seolah sepakat mengajak kita semua menikmati hidup.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Faktor ekonomi adalah faktor pendorong utama. Makin tinggi peluang ekonomi,  makin besar kemungkinan hedonisme,” ujar Tommy F. Awuy, pengamat sosial dan dosen filsafat Universitas Indonesia.

Meski sangat berkonotasi dengan hal negatif, menurut Tommy, hedonisme punya sisi positif juga, yaitu dorongan untuk bekerja lebih keras. Setidaknya karena memiliki motivasi untuk bersenang-senang, seseorang jadi lebih giat dan gigih bekerja mendapatkan uang demi bisa ‘mendanai’ hedonismenya. Tommy memandang itu semua adalah pilihan  tiap manusia, bagaimana mereka menjalani hidupnya.

Tapi, tidak menganut hedonisme bukan berarti Anda tak boleh bersenang-senang. “Ada yang disebut prinsip carpe diem, sieze the day. Celebrate your life to the fullest, in the proper way, alias tetap menikmati hidup, tapi tetap berada dalam koridor yaitu hukum, agama, sosial, dan tahu batasannya,” ujar Ratih. Itu yang namanya have fun yang bertanggung jawab. “Tanggung jawab yang dimaksud adalah bagaimana akal sehat dan logika Anda masih bisa berfungsi sehingga konsekuensi atas perbuatan bisa diterima,” tambahnya.

Anda mungkin pernah mendengar berita tentang sebuah mobil mewah menabrak beberapa toko dan motor, saat menjelang subuh. Pengemudinya wanita muda, dalam keadaan mabuk sepulang dari sebuah pesta pada tengah malam atau dini hari. Bahkan, entah mengapa, sudah berapa mobil nyemplung di kolam air mancur di pusat kota Jakarta, yang akhirnya diketahui pengemudinya dalam keadaan mabuk. Jika kebetulan pelakunya selebritas,   media masa pun akan dipenuhi beritanya. Reputasi dan pekerjaan si selebritas pun berantakan.

Bukan hanya merugikan diri mereka sendiri, kesalahan akibat mabuk bisa merugikan orang lain. Tentu Anda masih ingat pada Afriani Susanti, yang menabrak trotoar di sebuah persimpangan di Jakarta Pusat, hingga menewaskan sembilan orang. Belakangan ia diketahui menyetir dalam keadaan mabuk sepulang dari pesta.

“Yang seperti inilah yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Ratih. Ia memberi gambaran seperti ini: saat minum wine atau bir, misalnya, Anda tahu konsekuensinya:   Anda bisa mabuk. Maka Anda membatasi minum sesuai dengan batas kemampuan tubuh Anda. Jika menggunakan akal sehat, Anda tidak akan minum minuman beralkohol lalu mengendarai kendaraan. Atau, jika akan minum-minum, janganlah menyetir.

Begitu juga dengan masalah lainnya, misalnya obesitas. Bisa jadi berat badan berlebih karena Anda tidak bertanggung jawab pada pola makan. Atau Anda berutang sampai dikejar-kejar debt collector? Mungkin itu karena Anda tidak pernah berpikir  panjang saat menggunakan kartu kredit Anda. Atau yang lebih parah, Anda terkena penyakit menular seksual. Ini bisa terjadi karena Anda tidak bertanggung jawab pada kehidupan seks Anda. “Dalam hidup,  tiap tindakan pasti ada konsekuensinya,” ujar Ratih Ibrahim, psikolog dari Personal Growth. Hidup kan bukan untuk hari ini saja. Karenanya, bisa saja konsekuensi gaya hedonisme itu tidak segera Anda rasakan, tapi muncul setelah bertahun-tahun menjadi gaya hidup Anda.

Efek minuman beralkohol yang dikonsumsi terus-menerus tanpa rem, misalnya, punya konsekuensi segera berupa mabuk. Jika dilakukan terus-menerus tanpa kontrol, konsekuensinya bisa bermacam-macam. Berbagai lembaga dan pakar kesehatan seperti Centers for Disease Control and Prevention, Amerika Serikat, menemukan  antara lain; kegemukan, karena minuman beralkohol, cenderung tinggi kalori. Itulah alasan munculnya istilah ‘perut bir’.

Alkohol dapat merusak saraf dan menimbulkan mati rasa atau rasa kesemutan pada jari tangan dan kaki dan disebut alcoholic neuropathy. Alkohol juga meracuni, membuat luka dan menimbulkan sirosis hati (pengerasan hati). Akibatnya, hati kehilangan fungsinya, dan bisa menyebabkan kematian. Tapi, apakah dengan begitu kita tidak boleh kita bersenang-senang? “Boleh, tapi pakailah akal sehat Anda baik-baik,” tegas Ratih.(f)



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?