Trending Topic
Iklim Positif Ekonomi

15 Mar 2014


Rasanya baru kemarin kita merayakan malam tahun baru 2013 dan mencanangkan resolusi hidup selama setahun ke depan. Eh, belum sempat kita mengevaluasi pencapaian di tahun itu, tahun 2014 sudah datang dan menuntut perhatian ekstra. Kenapa, sih, waktu begitu cepat berlalu? Belum sempat kita menikmati pencapaian demi pencapaian, tantangan lain sudah menanti untuk ditaklukkan. Seberapa kencang kita berusaha berlari, rasanya tak sanggup untuk menyejajarkan diri dengan waktu yang terus berpacu.

Berkejar-kejaran dengan waktu seakan-akan sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia urban. Tingkat kesibukan dan tuntutan mobilitas yang makin tinggi, ditambah dengan kondisi lalu lintas yang  makin tidak ramah, membuat waktu yang kita punya untuk menuntaskan to do list harian  makin sempit. Jika dulu kita punya istilah waktu adalah uang, mungkin kita kini perlu menggantinya menjadi waktu adalah berlian.
   
Sebenarnya, biang keladi utamanya bukanlah masalah kemacetan. Apalagi dengan teknologi komunikasi yang  makin canggih, kita bisa melakukan meeting di mana pun dan kapan pun. Jika kita memperlebar sudut pandang, permasalahan ini adalah dampak dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang  makin baik.
   
Menurut Dr. A. Prasetyantoko, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Komunikasi, Unika Atma Jaya, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2013 menurun dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya, kondisi kita termasuk yang terbaik di Asia. “Angka pastinya belum diumumkan, tapi diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 5,7%–5,8%. Untuk tahun 2014 diperkirakan 5,4%. Angka ini masih jauh lebih baik dibanding Singapura yang bahkan tidak mencapai 4%. Dengan bangga kita bisa mencapai posisi ke-2 sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di Asia, setelah Cina,” jelasnya.
   
Pertumbuhan ekonomi yang baik ini tentu memberi peluang bisnis yang luas. Apalagi kita juga diuntungkan dengan jumlah penduduk yang banyak. “Bahkan, di antara 250 juta penduduk Indonesia, jumlah kelas menengah kita relatif banyak,” jelas Prasetyantoko.
   
Jika mengikuti definisi World Bank, kelas menengah adalah kelompok masyarakat yang pengeluarannya antara 10-20 dolar Amerika per hari. Berdasarkan klasifikasi itu, 56% dari penduduk Indonesia adalah kelas menengah. Karena itu, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu menurun, beberapa kesempatan bisnis masih prospektif. Terutama, yang berhubungan dengan permintaan atau konsumsi domestik.

“Model ekonomi Indonesia sebagian besar diaktifkan oleh konsumsi masyarakat, bukan aktivitas ekspor atau aktivitas investasi. Jadi, sektor yang terkait dengan pemenuhan konsumsi masyarakat masih akan terus punya peluang,” lanjut Prasetyantoko.
   
Dengan kondisi ini, tak heran jika banyak perusahaan berlomba-lomba mendorong karyawannya untuk meningkatkan produktivitas demi memanfaatkan peluang bisnis yang baik ini.  Belum lagi, perkembangan teknologi komunikasi memberi kesempatan bagi para pebisnis untuk mengembangkan usahanya tak hanya di Indonesia, tapi juga regional Asia maupun global.
   
Staf pengajar Sosiologi FISIP UI, Dra. Ida Ruwaida Noor, MSc., berpendapat, berbeda dari beberapa dekade lalu di mana pola masyarakat Indonesia tergolong jelas, seperti masyarakat agraris atau industri, di masa kini tidak ada satu pola yang dominan. Saat ini, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat jasa dan information communication technology.
   
Teknologi komunikasi dan informasi juga memberi mereka pintu terhadap pembentukan relasi bisnis tanpa perlu interaksi tatap muka. “Kita bisa mengakses peluang di tingkat global atau mengontrol pekerjaan di luar kota tanpa perlu melakukan  perjalanan geografis. Ini sangat efisien,” jelas Ida.
    



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?