Health & Diet
Gagal Jantung vs Gaya Hidup

1 May 2014


Penyakit gagal jantung bukan lagi risiko orang tua. Gaya hidup masa kini yang tak sehat dinilai menjadi salah satu faktor pemicu mengapa orang muda kini rentan dengan penyakit yang berujung kematian ini. Padahal, menurut dr. Siska Suridanda Danny SpJP  dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, jantung sebagai organ tubuh yang paling vital bekerja keras selama 24 jam. Jadi, jangan berikan beban lebih pada jantung agar ia bisa bekerja maksimal.

Gaya Hidup Kurang Sehat

Dalam tubuh manusia, jantung memiliki fungsi yang paling krusial. Organ tubuh ini bekerja 24 jam untuk memompa darah ke seluruh tubuh agar fungsi tubuh bisa berjalan dengan baik. Maka, ketika jantung dalam kondisi tertentu tidak bisa melakukan tugasnya, terjadilah gagal jantung. Ini adalah kondisi akhir di mana jantung gagal melakukan tugasnya.
    Menurut dr. Siska, penyakit gagal jantung itu  bermacam-macam, tergantung pada pemicu apa yang menyebabkan jantung gagal bekerja. Yang paling umum sebagai faktor penyebab adalah penyumbatan pembuluh darah koroner atau sering disebut sebagai penyakit jantung koroner.
Pembuluh darah koroner adalah pembuluh darah yang memberikan asupan makanan pada jantung. Saat terjadi sumbatan pada pembuluh darah koroner, maka otot jantung tidak mendapatkan aliran darah dan makanan sehingga terjadi kerusakan.
    Di Indonesia, angka penderita jantung koroner menempati posisi pertama sebagai penyebab penyakit gagal jantung. Diakui dr. Siska, faktor utama yang mendorong timbulnya penyakit jantung koroner adalah gaya hidup yang tidak sehat. Di antaranya adalah pola makan yang kurang sehat, obesitas, kurang berolahraga, kebiasaan merokok, dan hipertensi.
Hipertensi bisa terjadi karena dipicu oleh kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji. “Makanan cepat saji banyak mengandung sodium, baik dalam pengawet maupun penguat rasanya. Sodium ini berkolerasi dengan hipertensi,” tutur dr. Siska.  
Banyak mengonsumsi makanan berkolesterol tinggi tanpa diiringi dengan olahraga menyebabkan penumpukan plaque di pembuluh darah koroner berbentuk menyerupai bisul dan bisa membesar. Adanya plaque di pembuluh darah inilah yang perlu dikhawatirkan. Ketika penumpukan plaque di pembuluh darah makin membesar, yang terjadi adalah asupan makanan dan oksigen ke otot jantung makin berkurang dan jantung sulit melaksanakan fungsinya memompa darah secara optimal.
Bahaya lain adalah plaque yang menyerupai bisul itu bisa pecah. Pecahnya plaque atau bisul di pembuluh koroner akan memicu reaksi pembekuan darah sehingga darah akan menggumpal di dalam pembuluh darah koroner menyebabkan terputusnya asupan makanan untuk otot jantung sehingga menimbulkan kerusakan atau bahkan kematian sel jantung. Inilah yang disebut sebagai serangan jantung.
Kalau dilihat dari usia pasien yang masuk ke rumah sakit akibat penyakit jantung koroner, menurut dr. Siska, makin ke sini memang makin muda usianya. “Jika dibandingkan, kondisi di luar negeri rata-rata pasien penyakit jantung di usia 60-an, sedangkan di Indonesia berada di usia akhir 40-an hingga awal 50-an. Tapi, belakangan pasien usia 20-an hingga 35 tahun angkanya meningkat,” jelas dr. Siska.
Dokter Siska tak heran dengan kondisi ini karena, menurutnya, orang muda kini kurang menyeimbangkan asupan makanannya dengan olahraga. Selain itu, faktanya, merokok kini menjadi konsumsi bagi anak-anak usia sekolah, baik anak laki-aki maupun perempuan. “Terjadinya penyumbatan di pembuluh darah itu ada kontribusi yang besar dari gaya hidup. Jadi, sebenarnya bisa kita cegah dengan pola hidup yang sehat,” tekannya.  
Secara faktor risiko, sebetulnya pria lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner dibandingkan wanita. Hormon estrogen yang terdapat dalam tubuh wanita merupakan ‘penyelamat’ wanita dari penyakit mematikan ini. Selama wanita masih haid, dalam arti hormon estrogen dan progesteronnya masih seimbang, kecil kemungkinan terkena serangan jantung. Karena, hormon estrogen mampu membuat pembuluh darah melebar dan tidak gampang menyempit serta mencegah penumpukan lemak di pembuluh darah.  
Tapi, ketika wanita berhenti haid atau memasuki masa menopause, maka risiko terkena penyakit jantung koroner bisa saja sama dengan pria. Begitu pula bagi wanita yang merokok, punya hipertensi di usia muda, atau ada riwayat jantung koroner di keluarganya, risikonya akan lebih tinggi. (Faunda Liswijayanti)

Baca Juga: Resusitasi Jantung Paru


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?