Trending Topic
Cuci Uang Dan Korupsi

6 Sep 2013


Di Indonesia, praktik pencucian uang banyak terjadi, mengingat negeri ini berada di peringkat pertama negara terkorup dari 16 negara lainnya di Asia Pasifik (Survei Political & Economic Risk Consultancy, 2010).

 “Jika melihat hasil riset lembaga Transparansi Internasional (TI) yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup, maka besar kemungkinan banyak terjadi tindak pencucian uang di Indonesia berasal dari tindak korupsi,” papar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP

Sayangnya, penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia baru dimulai sejak disahkannya UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan UU No. 25/ 2003. Setelah ada undang-undangnya, baru pada tahun 2004 dilakukan tuntutan pertama atas kasus pencucian uang yang dilakukan oleh Adrian Waworuntu atas korupsi dana di Bank BNI senilai Rp1,3 triliun. Adrian diganjar vonis seumur hidup.     
 
Dalam perkembangannya, kemudian UU ini diperbarui lagi menjadi lebih luas cakupannya dalam UU No. 8/ 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Baru pada  tahun 2010  KPK diberi kewenangan untuk menjerat pelaku pencucian uang yang sumber uang hasil kejahatannya berasal dari korupsi.  

Menurut UU 8/2010 ini, yang dimaksud dengan hasil tindak pidana atau ‘uang panas’ adalah semua dana yang bersumber dari tindak korupsi, suap, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, kejahatan perbankan, pasar modal, asuransi, pabean, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, kejahatan bidang perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih, yang dilakukan di Indonesia atau di luar negeri.

Untuk memberantas money laundering, diberlakukan regulasi perbankan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah yang dinyatakan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 dan No.14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Sejak diterapkannya regulasi itu, bank harus menelusuri asal dana yang akan disimpan nasabah dan wajib memberi informasi tentang nasabah kepada penegak hukum saat dibutuhkan.

Sekalipun sudah ditetapkan dalam hukum, sayangnya, tindak penelusuran praktik pencucian uang belum benar-benar optimal diterapkan. Salah satu kendalanya adalah karena praktik money laundering sangat kompleks dan selalu berkembang.

“Sejauh ini, masih banyak praktik yang belum terungkap. Apalagi KPK juga baru diberi kewenangan untuk menindak pelaku pencucian uang,” kata Johan, yang mengatakan, KPK telah menjalin kerja sama dengan badan-badan pemberantasan korupsi di Singapura, Hong Kong, Malaysia, Korea, Cina, dan Vietnam. Beberapa kasus pencucian uang yang berhasil diungkap oleh KPK,  yaitu kasus Wa Ode Nurhayati, Irjen Djoko Susilo, Muhammad Nazaruddin, dan Luthfi Hasan Ishaaq - Ahmad Fathanah.  

Dalam pengusutannya, KPK bekerja sama dengan lembaga Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dibentuk sejak tahun 2002, terutama mengenai informasi terkait rekening tersangka. PPATK juga bisa memberikan informasi kepada KPK jika menemukan transaksi yang mencurigakan.

“KPK tidak perlu pembuktian akan kejahatan awal, dalam hal ini korupsi, untuk bisa mengusut tindak pencucian uang. Jika sudah menduga seseorang melakukan korupsi, maka KPK berwenang untuk menyita dan melakukan penyelidikan,” jelas Johan.  

Tindak pencucian uang harus dihentikan karena aktivitas ini amat merugikan negara dan masyarakat. Money laundering selain memberi kesempatan pada para pelaku kejahatan memperluas kegiatan operasinya, juga dapat memengaruhi kestabilan ekonomi. “Jika uang tersebut dicuci ke dalam pendirian perusahaan, maka bisa tercipta persaingan tak sehat dan akan mematikan UKM,” kata pakar pencucian uang, Dr. Yenti Garnasih, S.H., MH.

Perusahaan ‘topeng’ yang didirikan dari uang hasil money laundering tujuannya tidaklah mengejar keuntungan. Tak jarang, perusahaan-perusahaan ini menetapkan harga jauh di bawah harga pasar.  

Lembaga keuangan yang mengandalkan pada dana hasil kejahatan juga dapat menghadapi bahaya likuiditas, jika uang dalam jumlah besar yang baru saja ditempatkan (dicuci) di lembaga tersebut tiba-tiba menghilang karena dipindahkan melalui wire transfer. Oleh karena itu, mata rantai pencucian uang harus segera diputuskan  sedini mungkin, yaitu di lapis pertama (placement) karena apabila uang tersebut telah berhasil dicuci berlapis-lapis, maka akan  makin kabur asal uang itu.

Masyarakat juga bisa melaporkan pada para penegak hukum, KPK, atau PPATK, jika berhubungan dengan seseorang yang dicurigai melakukan aksi money laundering. “Pastinya, ada perlindungan terhadap pelapor,” ucap Yenti. (REYNETTE FAUSTO)




 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?