Celebrity
Aviliani: Panggilan Untuk Mengabdi

25 Feb 2015


Panggilan untuk Mengabdi
Meski sudah menduduki posisi penting, lulusan Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial (Administrasi Negara) Universitas Indonesia ini mengaku tidak ingin meninggalkan passion dan perannya sebagai peneliti dan pengajar di perguruan tinggi. Berkiprah sebagai pengajar di STIE Perbanas sejak tahun 1989, wanita kelahiran Malang ini belum berencana untuk meninggalkan ‘rumah kedua’-nya itu.

Selain itu, Aviliani, SE, M.Si (53), juga kerap menjadi pembicara di berbagai seminar ekonomi, juga menjadi presenter di berbagai talk show radio dan televisi. Yang paling terakhir adalah Aviliani Views di stasiun televisi Berita Satu.

Anda masih sempat mengajar?
Ya. Saya tidak akan meninggalkan profesi saya sebagai pengajar, apa pun pekerjaan atau kewajiban saya yang lain. Saya belajar bahwa mengajar tidak bisa hanya berdasarkan textbook, tapi juga harus dari pengalaman di lapangan. Dari sinilah pengalaman dan pengetahuan saya sebagai praktisi di korporasi atau penelitian,  perlu saya share dengan para mahasiswa.
Memberikan seminar atau memandu acara talk show juga hal yang menambah ilmu saya. Ketika saya harus mewawancarai orang, artinya saya harus belajar tentang mereka dan bidangnya terlebih dulu. Saat saya memberi seminar, saya juga sering mendapat pertanyaan yang menjadi masukan. Pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat ini pada umumnya hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya.

Seperti apa proses belajar Anda?
Pertama, saya punya asisten yang menyortir berita atau isu-isu yang kira-kira menarik dan perlu saya perhatikan lebih lanjut. Kedua, saya selalu terlibat dalam komunitas ekonom. Di sana, kami berbicara tentang hal-hal  yang sedang tren. Sebab, ilmu itu tidak bisa dicari sendiri, tapi juga hasil berbagi dan belajar dengan orang lain.

Ini juga termasuk cara Anda beradaptasi dengan perubahan?

Betul. Pemimpin harus memelihara rasa ingin tahunya. Begitu ia tidak bisa melihat atau mengikuti perkembangan, ia akan ketinggalan dari anak buahnya. Pengetahuan ini akan tercermin dalam strategi dan kebijakan yang diambil seorang pemimpin.

Optimisme Pemerintahan Baru

Aviliani melihat sebuah tren sosial yang positif di mana wanita Indonesia  makin menunjukkan prestasi, baik di dunia kerja maupun dunia usaha. Sebagai ekonom, hal ini sangat ia amini. Sebab artinya, ke depannya wanita akan memiliki peran yang lebih besar dalam memajukan ekonomi bangsa.

Anda melihat wanita mulai peduli pada masalah ekonomi?
Ya. Terlihat dari  makin banyaknya wanita yang menjadi social entrepreneur. Artinya, mereka tidak hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, tapi juga orang lain. Ini terjadi pada pengusaha skala besar dan kecil. Kalau masyarakat memiliki daya beli tinggi, ekonomi negara juga ikut terbantu.
Ditambah lagi, di pasar modal juga banyak wanita yang menjadi investor domestik. Artinya, mereka juga paham soal uang, bukan soal belanja saja, tapi juga tentang saham dan iklim investasi.

Tantangan apa yang mereka hadapi sekarang?

Sayangnya di Indonesia saat ini belum ada pendidikan khusus untuk entrepreneur. Apalagi, kita dari kecil juga tidak pernah diajari untuk berani mengambil risiko. Padahal, bisnis adalah soal mengambil risiko. Tapi, setidaknya wanita memiliki disiplin untuk bisa mengatur dirinya sendiri. Ini juga menjadi kunci sukses.
Wanita pemimpin juga bisa menghadapi kondisi krisis, entah di perusahaannya, atau karena situasi ekonomi memang sedang menurun. Biasanya, wanita lebih bisa mengatasi masa krisis, tidak dengan cara yang putus asa dan mereka rela melakukan apa saja. Mungkin karena mereka tidak punya ego yang terlalu besar. Ini juga bukti lain bahwa wanita mampu beradaptasi pada perubahan.

Jadi, Anda optimistis dengan ekonomi Indonesia di masa mendatang?

Ya. Ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh faktor demografi. Sebab demografilah yang menjadi marker dan mereka yang punya daya beli. Indonesia sangat diuntungkan dengan bonus penduduk. Apalagi sebesar 70%-nya adalah usia 14-64. Mereka yang punya pendapatan dan konsumsinya tinggi.

Jadi, siapa pun pemerintahnya, kita sudah memiliki pasar yang bagus. Tinggal bagaimana caranya supaya bonus penduduk ini tidak malah menjadi beban. Lapangan pekerjaan harus terus diciptakan. Kita perlu investasi di negara sendiri, karena negara kita masih membutuhkan investasi yang sangat besar. Jadi, masyarakat harus punya keyakinan dan kepercayaan terhadap bangsa sendiri.

PRIMARITA S. SMITA


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?