True Story
Inilah Kisah Tria Aditia Utari, Pramugari Garuda Indonesia yang Selamat dari Gempa dan Tsunami Palu

11 Oct 2018


Foto: Dok. Pribadi
 
Gempa 7,4 skala richter disusul oleh gelombang tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 menimbulkan ribuan korban jiwa dan ribuan lainnya masih hilang. Tria Aditia Utari, Pramugari Garuda Indonesia adalah salah satu yang selamat berbagi kisah.
 
Tria mengisahkan, sekitar pukul 17.00 WITA ia dan teman-temannya sesama crew sampai di Mercure Hotel, Palu. Dalam kamar yang berada di lantai tiga hotel tersebut, ia bersama dengan seorang rekannya sesama pramugari bernama Kartika.
 
Sebelumnya, ia memang sudah mendapatkan informasi bahwa telah terjadi empat kali gempa di sana. Rekan-rekannya pun berpesan untuk lebih waspada. Walau sudah diingatkan oleh rekan-rekannya, namun Tria menganggap semuanya pasti baik-baik saja.
 
Tak lama setelah bersih-bersih dan hendak istrahat, gempa pun mengguncang kota Palu. Ia yang tadinya duduk di atas ranjang memilih jongkok di lantai mengikuti rekannya yang jongkok di dekat pintu kamar mandi.
“Goncangannya tidak hanya ke kanan dan kiri, tapi juga ke atas dan ke bawah. Kami sangat takut dan bingung harus bagaimana. Cuma bisa jongkok saja meluk temen sekamar,” ujar Tria, ngeri.  
 
Kaca kamar mandi pecah, begitu pula gelas yang berada di atas meja jatuh dan pecah. Sembari menangis, mereka pun tak henti-henti berteriak minta pertolongan. Pembekalan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat yang mereka dapatkan ternyata tidak begitu bemanfaat saat itu. “Sebenarnya agak berbeda. Sebab kami dipersiapkan untuk situasi darurat di udara, pendaratan darurat di darat dan di air,” katanya.
 
Beberapa saat kemudian, goncangan berhenti, itulah saatnya bagi Tria dan rekannya untuk segera keluar untuk menyelamatkan diri. Sebelum keluar, dengan sigap ia mengambil ponselnya yang berada atas ranjang.
 
Kondisi di lorong hotel berantakan, plafon yang rubuh menimbulkan debu yang bergitu tebal berterbangan seperti layaknya asap yang pekat. Dari kamar sebelah kiri kamar mereka muncul seorang wanita yang juga meminta pertolongan.
 
Dari kamar lain ada dua orang pria. Secara bersama-sama mereka menuju pintu dararut. Namun sulit untuk mendobrak. Mereka pun mengurungkan niat untuk lewat pintu darurat sebab bila dipaksakan maka plafon akan rubuh mengenai mereka.
 
Pilihan lain adalah mereka keluar dari jendela kamar dengan berpegangan pada pipa besi yang mengarah ke lantai bawah. Satu per satu mereka turun dengan penuh kehati-hatian karena masih ada beberapa goncangan gempa berskala kecil.
 
“Tempat kami berada memang sudah tidak terlalu tinggi karena lantai dasar sudah hancur, rata dengan tanah,” ujar Tria.
 
Mereka pun berhasil turun, sayangnya wanita yang bersama mereka sempat terjatuh dan mengalami luka di bagian belakang kepalanya. “Teman saya urutan kedua, ibu itu ketiga, kemudian saya yang ke empat. Saya pun cepat-cepat turun memberikan pertolongan kepada ibu itu dengan menempelkan tangan menahan darahnya,” kata Tria.
 
Ketika hendak menyelamatkan diri di tempat yang dirasa lebih aman. Beberapa orang meneriakinya untuk tidak kemana-mana lagi. Ia pun diarahkan untuk naik ke tempat yang lebih tinggi menggunakan tangga yang telah disediakan oleh beberapa staf hotel.
 
“Kami berkumpul di rooftop hotel tersebut. Ibu yang bersama kami sebelumnya juga demikian. Kepalanya sudah dililit kain untuk menahan darah. Di sana juga saya bisa bertemu dengan teman-teman saya yang lainnya,” katanya.

Tak berapa lama terdengar suara gemuruh. Dan itu adalah tsunami! Tak pernah sekalipun Tria mendengar suara gemuruh yang sekencang itu. “Saya sangat takut dan gemetaran. Mungkin saya akan meninggal di sana dan jasad saya tidak akan dikenali,” tuturnya.
 
Mercure Hotel, Palu memang berada sekitar 100 meter dari pinggir pantai. Wajar saja bila Tria dan orang-orang yang bersamanya panik dan khawatir.
 
Beruntung, apa yang mereka khawatirkan dan takutkan tidak terjadi, gelombang tsunami setinggi 1,5 – 2 meter memang sampai di hotel tersebut, namun hantamannya tidak terlalu kencang karena sudah lebih dulu menghantam bangun lain sebelum hotel.
 
Tria, rekan-rekannya dan orang-orang lainnya pun selamat. Kaki dan tangannya memang terluka, tapi tidak terlalu serius.
 
Tria mengungkapkan, banyak sekali pelajaran yang ia ambil dalam kejadian itu. Sebagai crew yang kerap menginap secara berpindah-pindah di berbagai kota tentu bakal cari tahu situasi dan kondisi kota yang disambangi. “Saya akan update berita terbaru kota tersebut, serta aware sama keadaan sekitar,” ucapnya.    
 
Ia pun berharap masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan untuk memantapkan edukasi mengenai kesigapan menghadapi bencana, tanpa terus-menerus mengharapkan pemerintah.

“Masyarakat juga harus mau membuka diri dan menerima ilmu sebanyak-banyaknya untuk pembekalan diri terhadap bencana. Karena bencana itu tidak bisa diprediksi. Tapi bila pembekalan yang kita terima sudah maksimal, maka kita akan lebih sigap menghadapinya,” kata Tria. (f)

Baca Juga:

LAPAN Aktifkan Jalur Komuniasi Radio Amatir via Satelit Pasca Gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah
Selain SMS, Inilah Platform Untuk Mendapatkan Informasi Peringatan Dini Tsunami



 


Topic

#tsunamipalu, #trustory, #gempapalu, #gempa

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?