Trending Topic
Sejarah Kesetaraan Gender di Era Kerajaan Nusantara

16 Sep 2019


Dok. Shutterstock




Fakta sejarah menunjukkan bahwa posisi wanita yang setara dengan pria nyatanya sudah terjadi bahkan sejak ribuan tahun lalu, ketika Nusantara masih terdiri atas banyak  kerajaan. Pada era itu, ada sejumlah kerajaan yang dipimpin oleh raja putri, sebutan untuk raja wanita.

Bahkan, beberapa dari raja putri ini memiliki jejak sejarah yang kuat hingga tercatat dalam berita Tiongkok. 

Misalnya seperti Ratu Jay Shima, raja wanita pertama yang menjadi penguasa di Kerajaan Kalingga pada tahun 674 M sampai 695 M, Tribhuwana Wijayatunggadewi, raja putri Kerajaan Majapahit tahun 1328 - 1351, hingga Ratu Wa Kaa Kaa dari  Kerajaan Buton yang memimpin dari tahun 1332 - 1366.

Memang posisi wanita sebagai pemimpin di era kerajaan Hindu - Buddha maupun di awal masuknya Islam tak sebanyak raja-raja pria. Dari era Mataram kuno (abad ke-8 M) hingga Majapahit (abad ke-16 M), tercatat ada 52 raja yang memegang takhta kekuasaan dan hanya ada 3 raja wanita yang berkuasa. Memasuki masa kekuasaan Majapahit, diketahui hanya ada 2 raja wanita.

Belum lagi, catatan sejarah tentang ratu-ratu ini juga tak begitu banyak, sehingga nama mereka tak cukup dikenal dengan baik. Contohnya, ketika berbicara tentang Kerajaan Majapahit, masyarakat akan lebih mengenal Raden Wijaya atau Hayam Wuruk dibandingkan Tribhuwana Wijayatunggadewi, yang justru berhasil melakukan ekspansi besar-besaran untuk memperluas daerah kekuasaan kerajaan.

Meski jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari dan tidak banyak dibicarakan, para raja wanita penguasa Nusantara ini diakui secara historis bahwa kekuatan mereka tak kalah dengan raja-raja pria. Bahkan, hingga ke mancanegara. 

Jika menilik pada keberadaan ratu-ratu hebat di masa lampau, menurut
Dra. D.S. Nugrahani, M.A., dosen arkeologi dari Universitas Gadjah Mada, ini tak lepas dari gemblengan yang mereka dapat sejak masih menjadi putri mahkota.

Dimulai dari menjadi penguasa daerah, masuk ke keraton menjadi pejabat tinggi birokrasi kerajaan, hingga menjadi ratu. Mereka mendapatkan ilmu yang dipupuk sejak kecil. 

Apalagi pada beberapa kerajaan zaman dahulu, tak ada batasan khusus bagi wanita menjadi penguasa kerajaan, selama mereka adalah putri atau putra raja yang lahir dari permaisuri. Jika tak ada, barulah dialihkan kepada keturunan raja dari selir atau kerabat paling dekat dengan raja. 


Titi Surti Nastiti, arkeolog senior di Pusat Arkeologi Nasional, yang menulis Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII – XV, menuturkan bahwa kesetaraan pria dan wanita dalam masyarakat Jawa kuno berakar pada budaya yang tak membedakan hak waris.

Begitu pula dalam buku
Nusa Jawa: Jaringan Asia, yang ditulis sejarawan Denys Lombard, perundangan Majapahit tak menyinggung soal wanita berstatus inferior hingga tak boleh memegang jabatan tinggi.

Dalam bukunya, Titi juga menambahkan bahwa pada masa Jawa kuno, wanita dan pria digambarkan sebagai mitra yang sejajar. Kesetaraan yang terlihat di semua aspek kehidupan masyarakat ini menunjukkan bahwa baik wanita maupun pria sama-sama dapat bergerak bebas di ranah domestik maupun publik.

Dalam bahasa Sanskerta,  akar kata wanita dan pria dimaknai setara. Wanita diambil dari kata
vanita, di mana van bermakna tercinta, istri, perempuan, dan anak gadis. Sementara kata pria diambil dari kata priya yang berarti tercinta, kekasih yang disukai, yang diinginkan, dan sebagainya. 

Namun, memang tak dipungkiri, ada pembagian kerja secara seksual yang diterapkan. Misalnya, pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik umumnya dilakukan oleh pria, sementara pekerjaan yang lebih ringan dilakukan oleh wanita.

“Tapi, jangan melihatnya sebagai pembeda.  Apa yang dikerjakan antara pria dan wanita itu justru saling melengkapi,” papar
Nugrahani.



(lanjut ke halaman berikutnya)


 

BACA JUGA :
4 Perjuangan Berat Wanita Asia Menuju Kesetaraan
Pentingnya Menggaungkan Kesuksesan Wanita
Era Kesetaraan Dan Inovasi

 



Topic

#kesetaraangender

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?