Trending Topic
Ramai PHK Buruh, Dampak Langsung Perkembangan Ekonomi Digital?

5 Feb 2018


Foto: Pixabay

Otomatisasi, robot, kecerdasan buatan, dan internet of things mewakili era Industry 4.0, yang oleh World Economic Forum dinamai sebagai Revolusi Industri ke-4. Pemerintah Indonesia menyambut perubahan ini dengan penuh semangat sebagai Ekonomi Digital. Dalam laporan World Economic Forum, Future of Jobs, peralihan teknologi kali ini akan melahirkan 2,1 juta lapangan kerja, akan tetapi juga akan menghilangkan 7,1 juta yang lama.
 
Kondisi semacam ini mendorong SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi) untuk menyusun kertas posisi yang berisikan temuan dari serangkaian focus group discussion yang melibatkan sejumlah perwakilan pekerja dari berbagai sektor industri dan para pelaku di ekonomi digital. SINDIKASI menemukan berbagai dampak dari ekonomi digital yang belum diantisipasi, terutama oleh para pembuat kebijakan.
 
Berbagai temuan dan rekomendasi yang disusun SINDIKASI termuat di dalam kertas posisi “Ongkos Tersembunyi Ekonomi Digital: Realitas Pekerja dalam Menopang Masa Depan Ekonomi Negara” yang disampaikan dalam diskusi yang menghadirkan Ellena Ekarahendy (Ketua SINDIKASI), Ari Juliano Gema (Deputi V BEKRAF), Valentine Offenloch (ILOGlobal), dan Irvan Tengku (Peneliti PRAKARSA).

Dalam kertas posisinya, SINDIKASI menyatakan bahwa perkembangan industri digital adalah hal yang tidak bisa dihindari, akan tetapi narasi-narasi perkembangan itu hanya soal penanaman modal, bagaimana setiap orang menjadi pengusaha, atau sebatas bagaimana anak muda membuat sebuah start-up. Narasi yang berkembang tersebut tidak menyentuh perspektif pekerja.
 
Salah satu dampak dari ekonomi digital adalah penyisihan tenaga kerja manusia terutama pada sektor jasa, telekomunikasi, percetakan, dan pabrik multinasional. Diperkirakan ada sekitar 20.000 pekerja tol di Indonesia yang akan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) ketika otomatisasi gardu tol berjalan. KSPI juga mencatat ada sekitar 50.000 buruh di seluruh Indonesia telah di-PHK, dan ribuan pekerja lainnya terancam PHK, termasuk di industri transportasi, retail, serta kesehatan.
 
Otomatisasi ini juga berdampak cukup besar di industri jasa keuangan, seperti perbankan. Keberadaan petugas teller dan customer service yang dulu menjadi ujung tombak dalam layanan konsumen perbankan kini digantikan oleh mesin ATM dan internet/mobile banking. Bank Danamon, misalnya, deklarasi perubahan dari padat karya (tenaga manusia) ke padat modal (otomatisasi) telah merumahkan sekitar 16 ribuan karyawan.
 
Sayangnya, banyak pemutusan kerja yang tidak sesuai prosedur, bahkan berindikasi melanggar aturan ketenagakerjaan. “Ekonomi digital bukan sesuatu yang perlu kita musuhi. Namun, kita perlu ingat, bahwa tanpa adanya persiapan yang matang dan berperspektif pro-pekerja, langkah-langkah pembuat kebijakan dalam menyambut ekonomi digital hanya akan tetap menempatkan para pekerja dalam posisi yang paling rentan,” ujar Ellena Ekarahendy, Ketua SINDIKASI.

Apabila tidak diantisipasi sejak dini, perbenturan antara faktor kesempatan dan ancaman dari pergerakan ekonomi digital ini akan menjadi kontraproduktif terhadap harapan pencapaian yang diangankan pemerintah. Irvan Tengku, misalnya, menjabarkan mengenai kondisi eksploitasi yang harus dihadapi para pengemudi ojek online sebagai akibat dari disrupsi teknologi ini.

Apalagi, saat ini Indonesia tengah bersiap untuk memaksimalkan bonus demografi, di mana angka tenaga kerja produktif Indonesia diperkirakan mencapai 64% dari jumlah populasi. Bonus demografi ini menjadi modal utama Indonesia untuk masuk dalam lingkaran 5 besar negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Valentine menyebutkan bahwa dampak perkembangan teknologi terhadap ekonomi dan ketenagakerjaan ini sendiri merupakan salah satu isu besar yang memang menjadi persoalan bersama di berbagai belahan dunia. Namun, sebagai salah satu negara yang menjadi anggota ILO, Indonesia perlu mematuhi nilai-nilai pro-pekerja yang disepakati bersama ILO.

Menurut Ari Juliano Gema, Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Bekraf, pekerja kerap berada di posisi yang tidak menguntungkan, namun semestinya itu bisa diseimbangkan dengan undang-undang ketenagakerjaan, yang mengatur mengenai tunjangan, cuti, waktu kerja dan sebagainya. "Kunci masalahnya ada pada pengawasan" ujar Ari. Pemerintah seharusnya menguatkan fungsi pengawasan dari daerah hingga ke pusat sehingga hak-hak pekerja bisa dijaga. (f)

Baca juga:
Penting! Kemampuan TIK Jadi Modal Utama untuk Hadapi Era Kecerdasan Buatan
Kunci Transformasi Digital: Perubahan Pola Pikir Pemimpin
 


Topic

#ekonomi, #pekerjakreatif, #digitallife

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?