Trending Topic
Bukan Cuma Melindungi Dari Virus, Ini Sisi Psikologis Memakai Masker

6 Apr 2020

Foto: shutterstock

Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO Dr Michael Ryan baru-baru ini menyetujui penggunaan masker di tempat umum oleh semua orang. Cara ini diyakini dapat mengurangi risiko penularan COVID-19 terutama dari orang yang terinfeksi namun tidak memiliki gejala (OTG). Hal ini diimplementasikan oleh Presiden Joko Widodo dengan meminta seluruh masyarakat untuk menggunakan masker saat berada di luar rumah. Gubernur DKI Jakarta pun kemudian mengharuskan pengguna kendaraan umum untuk memakai masker. 

Anjuran ini berubah dari sebelumnya. Pada awal COVID-19 mewabah, WHO merekomendasikan penggunaan masker hanya oleh mereka yang sakit, petugas medis, dan mereka yang merawat orang sakit.  Demi mencegah kelangkaan masker, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta warga yang sehat tak perlu memakai masker. 

Virus corona penyebab COVID-19 adalah virus yang baru dikenal. Karena itu masih banyak yang belum diketahui, dan mulai dipahami sedikit demi sedikit seiring dengan berjalannya penelitian terhadap virus yang hingga hari ini (6/04/2020) telah menginfeksi lebih dari 1,2 juta orang dan merenggut lebih dari 70 ribu jiwa di seluruh dunia.

Ini semakin menguatkan masker sebagai simbol pandemi. Saat ini setiap melihat gambar orang mengenakan masker di berbagai berita di media, imbauan, dan iklan layanan masyarakat, orang langsung mengaitkannya dengan COVID-19.

Bagi kebanyakan masyarakat Eropa dan Amerika, memakai masker adalah sebuah hal baru. Namun di kebanyakan negara Asia, memakai masker sebetulnya sudah lama menjadi hal yang lazim terlihat di mana-mana.

Masyarakat di dataran tinggi Tibet biasa memakai masker dalam kehidupan sehari-hari untuk melindungi diri dari udara dingin. Selain melindungi diri dari udara dingin, saat memasuki musim semi di Jepang, masker jadi pelindung dari serbuk bunga yang menyebabkan alergi pada sebagian orang. Di Tiongkok dan Korea Selatan, masker dianjurkan untuk melindungi diri dari debu halus, akibat polusi. Di Indonesia, pengguna motor pribadi dan ojek menganggap masker sebagai pelindung dari debu dan polusi udara.    
Secara psikologis, sebelum pandemi, masker bagi pengguna kendaraan umum berfungsi seperti earphone, membatasi diri dari orang di sekitar, isyarat kalau tidak ingin diajak bicara.

Di satu sisi masker jadi bagian dari fashion, tapi di sisi lain masker jadi alat untuk menyembunyikan diri. Misalnya, saat belum berdandan. Sementara para artis Korea Selatan hampir selalu terlihat mengenakan masker saat berada di tempat umum untuk melindungi privasi. Baru-baru ini di Hong Kong, selain untuk  menyembunyikan identitas, masker, lebih tepatnya masker hitam, juga menjadi pernyataan politik. 

Terkait COVID-19, masker juga berhubungan dengan psikologis masyarakat. Ia memberi rasa aman dari hal yang tidak familiar, dalam hal ini virus corona. Memakai masker memberi perasaan bahwa kita memiliki kendali. Membuat kita berpikir, memakai masker membuat kemungkinan terpapar virus corona jadi lebih kecil. Dan semakin banyak melihat orang memakai masker, membuat seseorang terdorong untuk melakukan hal yang sama. Sehingga kini jika kita tidak memakainya, ada perasaan dan pandangan yang tidak enak, apalagi ini sudah menjadi anjuran bahkan kewajiban. (f)

Baca Juga:

Ini Cara Mencuci dan Melepas Masker Kain yang Tepat
Pemerintah Wajibkan Penggunaan Masker di Kendaraan Umum, Ini Syarat Masker Kain yang Dapat Mencegah Penyebaran COVID19
Siapkan Masker Kain, Mulai 6 April Dimulai Sosialisasi Kewajiban Memakai Masker di Transjakarta, LRT, dan MRT


Topic

#corona, #covid19, #masker

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?