Trending Topic
Alasan di Balik Ketentuan Halal

16 Jun 2018



Foto: 123RF
 
Kata halal tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Tapi, belum tentu semua tahu apa makna sebenarnya. Halal adalah istilah Arab yang berarti boleh, diizinkan, atau tidak dilarang. Kata ini pun sudah diadopsi oleh bahasa Indonesia dengan arti yang sama.
 
Penganut Islam tentunya mengerti mana yang boleh dan dilarang. Tapi, bagi masyarakat nonmuslim, mungkin mereka hanya mengetahui bahwa teman muslimnya tidak boleh mengonsumsi segala sesuatu yang mengandung babi dan khamar (minuman yang memabukkan).
 
Selain kedua itu, ada beberapa kriteria hewan yang dilarang dalam Islam untuk dikonsumsi. Di antaranya, bangkai, hewan bertaring, burung bercakar tajam (pemangsa), dan hewan pengganggu (tikus, cecak, kalajengking). Bahkan, hewan halal menjadi haram jika ia memakan benda najis atau benda yang menjijikkan.
 
Tata cara menyembelih juga menjadi perhatian. Seekor sapi atau kambing yang halal akan menjadi haram jika mati dicekik, dipukul, atau mati tanpa proses penyembelihan. Disembelih dengan alat yang tidak tepat dan tanpa menyebut nama Allah juga membuat daging hewan tersebut menjadi tidak halal, dalam perspektif Islam.
 
“Penyembelihan yang sempurna tidak mendatangkan rasa sakit dan memfasilitasi pengeluaran darah yang optimal,” terang Prof. Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Menurutnya, tertinggalnya darah dalam tubuh hewan akan menjadi media berkembangnya kuman dan daging juga cepat busuk. Itu pula yang membuat darah tidak boleh dikonsumsi.
 
Logo halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi salah satu cara mudah untuk memastikan makanan yang ia konsumsi benar-benar halal.
 
Apakah hanya negara dengan mayoritas penduduk muslim yang concern pada sertifikat halal? Ternyata tidak. Beberapa waktu lalu, Helianti Hilman, founder produk pangan artisan lokal Javara, menceritakan pengalamannya mengenai sertifikat halal di Jepang melalui akun Instagram-nya. Selama ini ia lebih mengutamakan sertifikat organik yang menjadi kekuatan produknya. “Tapi, realitas berbicara lain. Kami justru lebih dulu ditanyai sertifikat halal,” tulisnya. Tak hanya itu, buyer di Swiss dan Afrika Selatan juga menanyakan hal yang sama.
 
“Sebenarnya, masalah halal-haram bukan masalah umat muslim saja, tapi umat manusia secara universal,” jelas Lukmanul Hakim, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat- obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Beliau mengatakan makanan halal bisa dipastikan sehat bagi semua jadi, ada unsur faedah besar di untuk banyak orang.

Misalnya saja, tak banyak yang tahu bahan walau teksturnya lembut, daging babi sulit dicerna. Perlu waktu enam jam untuk mencerna seporsi daging babi tanpa lemak. Babi mencerna makanan dalam waktu empat jam, racun yang semestinya dieliminasi justru disimpan dalam jaringan lemak. Karena tidak memiliki kelenjar keringat, mereka tidak bisa mengeluarkan racun dari tubuh mereka.
 
Selain itu, tubuh babi membawa banyak parasit, salah satunya cacing pita penyebab penyakit berbahaya trichinosis. Walau daging dikonsumsi matang, beberapa parasit masih mungkin bertahan.
 
Beda lagi dengan minuman beralkohol. Walau tidak terlalu berisiko jika dikonsumsi dalam batas tertentu, namun dalam jangka panjang bisa menimbulkan kerusakan pankreas, jantung, bahkan, pembuluh darah, bahkan otak. Lebih jauh, kebersihan juga termasuk dalam penilaian untuk proses sertifikasi halal. (f)

Baca Juga:

Jepang dan Taiwan Jadi Pilihan Wisata Halal, Ini 5 Destinasi Favorit Wisatawan Muslim
Malaysia dan Singapura Duduki Posisi Puncak Wisata Muslim Dunia

 
 


Topic

#produkhalal, #halal

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?