Sex & Relationship
Lebih Matang dari Suami, Ini Cara Saya Mengatasi Konflik

24 Oct 2017


Foto: 123RF

Anggapan bahwa perbedaan usia, wanita lebih tua dari pasangannya, bisa menjadi kendala dalam mengarungi bahtera rumah tangga, sepertinya tidak berlaku bagi tiga wanita ini. Memiliki usia lebih tua dari sang suami, mereka seakan mematahkan mitos tersebut. Kepada femina, ketiganya berbagi cerita tentang cinta beda usia dengan bekal kecocokan dan kepercayaan.
 
Melewati usia 25 tahun, saya (Wulandari, 33, Ibu Rumah Tangga) belum pernah menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Ada beberapa teman pria, tapi tidak ada yang spesial di hati, hingga akhirnya saya berpacaran dengan rekan kerja yang saya kenal dalam sebuah event. Beda usia kami cukup jauh, dia 10 tahun lebih tua dari saya. Di usia yang terbilang matang, ia berpikir untuk segera menikah. Sedangkan saya, jujur saja, masih belum ingin terikat dan ingin menikmati karier. Hubungan kami hanya berjalan 2 tahun. Ternyata, sikapnya yang sangat perhatian justru membuat saya tidak nyaman.
 
Kembali sendiri, saya memilih untuk fokus pada karier. Toh, saya pikir jodoh tidak lari ke mana. Saat ‘santai’ itulah saya justru bertemu dengan Reva (27), seorang konsultan yang dihire oleh perusahaan tempat saya bekerja untuk sebuah proyek. Awalnya komunikasi kami hanya sebatas di ruang meeting. Hingga suatu hari saya menemukan bungkusan berisi sepatu lari yang tertinggal di ruang meeting, yang ternyata milik Reva.
 
Dari sini saya jadi tahu ternyata kami punya hobi yang sama, lari. Obrolan kami pun tak lagi sebatas pekerjaan. Tak jarang kami membahas tentang olahraga lari, mulai dari sepatu hingga taman-taman di seputar Jakarta yang pernah dijajal Reva untuk lari. Pengalaman Reva yang banyak tentang lari --dibanding saya yang baru coba-coba– membuat saya senang-senang saja waktu diajak ikut lari bersama kelompoknya.
 
Ia juga yang memperkenalkan saya pada event maraton yang marak di Jakarta, meski saat itu saya ragu untuk ikut serta. Reva menemani saya mempersiapkan half marathon saya yang pertama. Tiap hari bertemu dan berlatih lari, bahkan di akhir pekan, chemistry di antara kami makin kuat.
 
Usia Reva 5 tahun lebih muda dari saya. Tapi jujur saja, saya merasa kematangannya tidak berbeda dengan mantan kekasih saya yang usianya 10 tahun lebih tua. Jika wanita lain mungkin berpikir bahwa memiliki pasangan yang jauh lebih muda akan menjadi masalah, saya justru merasa kecocokan menyatukan kami berdua.
 
Rupanya tidak hanya saya yang menyimpan rasa. Setelah sebelas bulan kami berteman, Reva menyatakan cintanya kepada saya. Sejak saat itu kami memutuskan untuk berpacaran. Sahabat dan keluarga dekat sempat menanyakan keseriusan hubungan kami. Mengingat saat itu saya sudah menginjak usia 30 tahun, sedangkan Reva baru 25 tahun. Keluarga pun sudah mulai ‘menyerang’ saya dengan pertanyaan tentang pernikahan.
 
Ketika itulah saya melihat bagaimana Reva mengatasi konflik dalam hubungan kami. Jurang usia itu serasa bukan kendala. Ya, sikap Reva lebih dewasa dari usianya. Ia bahkan berhasil mengambil hati kedua orang tua saya. Di lain sisi, orang tuanya pun bisa menerima kehadiran saya sebagai kekasih anak bungsunya.
 
Tapi memang, hubungan kami tidak mulus-mulus saja. Satu hal yang sempat menggoyahkan keyakinan saya untuk menikah dengan Reva adalah tentang pertemanannya. Saya merasa lingkungan pertemanan Reva sangat berbeda, membuat saya sulit untuk menyatu dengan teman-temannya. Sedangkan Reva justru sebaliknya, ia dengan mudah menjadi bagian dari pertemanan saya.
 
Alhasil, tiap kali Reva bertemu dengan teman-temannya, saya seperti mengalami kekhawatiran dua kali lipat. Hal tersebut sempat membuat kami bertengkar. Namun, saya berusaha untuk lebih santai  menyikapi perbedaan tersebut. Mau tidak mau saya harus siap menerima lingkungan pertemanan yang berbeda. Beruntung, Reva sangat memahami kegalauan hati saya itu, dan dia selalu menunjukkan sikap yang membuat saya percaya padanya.
 
Awal tahun lalu, kami resmi menikah. Seakan menjawab kekhawatiran banyak orang bahwa hubungan kami akan berlangsung singkat. Kami berdua sama-sama percaya dengan ikatan cinta kami. Ketimbang harus curiga terus-menerus dan menghabiskan energi, kami memilih untuk saling memberikan kepercayaan.
 
Sekarang, kami sedang menanti buah hati pertama. Dalam kondisi hamil lima bulan, Reva sangat memanjakan saya. Tiap hari ia berusaha untuk pulang tepat waktu agar kami bisa makan malam bersama dan ia bisa memastikan saya makan dengan benar. Ya, soal gizi untuk calon anaknya ini, Reva memang sangat protektif. Di mata saya, ia sekarang justru lebih romantis.(f)


Baca juga:

Faunda Liswijayanti


Topic

#hubunganbedausia

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?