Profile
Rina Trisnawati, Lewat Tintin Chips Berdayakan Ibu-Ibu Yang Memiliki Anak Disabilitas

4 Jan 2019


Foto: dok. Femina
 
Dalam panel 2 konferensi Indonesian Women’s Forum 2018 kerjasama Femina Group dengan Womenwill Initiative by Google pada 8 November 2018 dengan tema Wanita Mandiri Ekonomi, Rina Trisnawati mencuri perhatian sekitar 900-an hadirin dengan kisah inspiratifnya mengembangkan Tintin Chips.

Dengan gaya ceplas-ceplos dan apa adanya, Rina bercerita upayanya mengembangkan bisnis yang ia rintis sebagai cara memberdayakan ibu-ibu yang memiliki anak disabilitas. Perjalanan yang membuatnya harus banyak belajar, dari belajar membuat kue yang enak, hingga menggunakan internet untuk memasarkan produknya.
 
Bila melihat bagaimana Tintin Chips dikemas, kita akan sepakat bila Rina memang serius dalam mengelola bisnisnya. Produk makanan ringan berbentuk cookies tipis kering dari kacang almond, rengginang, dan keripik kentang itu dikemas menarik dan modern, sesuai dengan konsep terkini bahwa kemasan produk tidak sekadar bungkus tetapi juga sebagai branding untuk meningkatkan penjualan.

Dengan harga Rp60.000 per kaleng, target market Tintin Chips adalah kelas menengah atas. Namun, Rina memahami bahwa pasar sangat kompetitif. “Mungkin ada lebih dari seribu orang yang memiliki produk yang sama dengan kami, tentu kami harus memiliki pembeda, mengapa orang harus membeli Tintin Chips? Ada banyak hal, tetapi yang pertama adalah produk kami harus enak dan kemasannya harus bagus dan cameragenic,” kata Rina.

Pemahaman itu sudah ada dalam benak Rina sejak pertama kali merintis bisnis tahun 2014 yang ia beri nama dari nama ibundanya, Tintin. “Selain hobi masak dan mencoba-coba resep di rumah, termasuk resep dari Femina, saya juga hobi jualan makanan. Apa saja saya jual. Tetapi dulu, produk yang saya jual adalah buatan orang lain,” ujar wanita asal Bandung yang bekerja di Jakarta ini.

Namun Rina memendam cita-cita untuk memiliki usaha sendiri sebagai persiapan rencananya untuk pensiun dini dari kantor konsultan publik tempatnya bekerja. Karena itu, pada tahun 2014, ia pun memberanikan diri membuka bisnis sendiri. Di saat bersamaan, Rina yang sebelumnya mengelola dana santunan dari teman-temannya untuk anak-anak penyandang disabilitas di lingkungannya, tergerak untuk memberdayakan ibu-ibu yang memiliki anak disabilitas seperti penderita cerebral palsy dan down syndrome.

“Bagaimana pun tidak baik juga ya terus-terusan mengharapkan bantuan orang. Kalau bisa menghasilkan uang sendiri tentu bisa lebih percaya diri. Lagipula, ibu-ibu tersebut fisiknya kan sehat, tapi waktunya mereka terbatas karena sebagian besar waktu mereka untuk mengurus anak-anak,” kata Rina. Ia pun mengajak adiknya, Wulan Diahsari, untuk bersama-sama merintis bisnis ini.

Langkah pertama adalah ia kursus membuat cookies tipis kering yang saat itu sedang booming. “Dengan modal Rp600.000 saya memulai usaha. Waktu itu, selain untuk membeli bahan-bahan kue, modal saya belikan oven tangkring karena saya takut sama oven gas. Saya takut meledak,” ujarnya, disambung tawa.
 

Foto: dok. Tintin Chips
 
Namun, setelah kuenya jadi, dan dikemas dengan ala kadarnya, Rina merasa rasa cookies-nya tidak sempurna. Rasanya ada yang kurang. “Alhasil, produk pertama itu tidak jadi saya jual tapi kami bagi-bagikan saja ke keluarga dan teman-teman,” katanya.

Gagal diusaha pertama tidak membuat Rina menyerah. Menjelang Lebaran, uang THR dari kantor ia belikan oven gas yang bisa memberikan panas yang stabil dan bisa diatur sesuai kebutuhan. Persoalan kualitas cookies pun terselesaikan.

Dasarnya terbiasa jualan, Rina awalnya juga menjual produknya secara langsung, baik kepada teman-teman maupun di workshop-nya di kawasan Cileunyi, Bandung. Namun, ia juga menyadari bahwa di zaman internet dan sosial media ini, ia pun harus bisa memanfaatkan untuk mengembangkan bisnisnya. “Saya tidak punya mentor dan ilmu, tapi saya tetap menggunakan salah satu platform sosial media untuk memasarkan produk saya sebisanya,” ujar Rina sambil bercerita ia kemudian bergabung dengan komunitas dan organisasi pengembangan bisnis UKM.

Lewat komunitas dan organisasi yang ia ikuti, jejaring Rina otomatis bertambah dan membuat produknya bisa masuk ke toko produk UKM milik Kemeterian Koperasi dan UKM, SMESCO. Tintin Chips juga mendapat tawaran untuk ikut pitching memasok chips ke maskapai Garuda Indonesia.

“Ketika mendapat tawaran itu, saya sempat ragu. Karena, artinya saya harus bisa menyediakan produk dalam jumlah besar mengingat penerbangan Garuda itu banyak. Namun, ketika saya memutuskan untuk tidak, teman saya yang mendorong saya untuk menerimanya,” ujar Rina.

Rina mengikuti pelatihan Womenwill untuk memanfaatkan teknologi bagi pengembangan bisnisnya. Apa saja yang ia pelajari? Simak halaman berikutnya.
 


Topic

#google, #womenwill, #wanwir, #iwf2018, #indonesianwomensforum18, #bisnisukm, #kisahsukses

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?