Profile
Miwa Kato, Direktur Regional UN Women Asia Pasifik Terpikat Indonesia

12 Jan 2018



Foto: Dok. UN Women, Dok. Pribadi

Menjadi warga dunia yang berjuang untuk kesetaraan gender adalah pilihan hidup Miwa Panholzer Kato (47). Di tengah udara panas Sumenep usai acara peringatan Hari Perdamaian Internasional di Sumenep, Madura, awal Oktober 2017  lalu, femina berbincang dengan Direktur Regional UN Women Asia Pasifik itu tentang pergulatannya dengan dunia pemberdayaan wanita di UN Women, entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, dan cara ia menikmati hidup yang penuh dengan kesibukan.

Dorong Wanita Sebagai Agen Perdamaian
Pertemuan kami di Pesantren Annuqayyah, Sumenep, Madura, di Hari Perdamaian Internasional lalu dibuka dengan pujian atas karakter wanita Madura yang kuat dan pekerja keras. Memilih Madura sebagai lokasi acara bukanlah tanpa alasan. Ada pesan penting tentang perdamaian yang ingin disampaikan oleh UN Women dan Wahid Foundation.

“Seorang muslim yang baik juga mendukung pemberdayaan wanita merupakan salah satu cara menuju Indonesia yang lebih baik. Anda mendengarnya dari Presiden Joko Widodo yang juga duta #HeForShe, para ulama, dan pemimpin pesantren,” ujar Miwa, optimistis. Ia lalu menyoroti, secara global, ada kecenderungan perubahan negara-negara menuju konservatisme atas nama agama. Namun, jika ditelisik, sering kali itu bukanlah perkara agama, tapi politik yang mengatasnamakan agama.

Miwa yang menyukai buku Politic as a Vocation (Max Weber) itu menunjukkan keprihatinannya. “Saya rasa masyarakat Indonesia harus sadar dan didukung agar tidak kehilangan hal-hal esensial yang membentuk jati dirinya sebagai seorang Indonesia.” Indonesia sudah memiliki banyak sosok wanita pemimpin yang kuat dalam dunia politik dan bisnis. Ini merupakan perkembangan yang baik dalam agenda kesetaraan gender di Indonesia. Namun, Miwa mengingatkan untuk melihat lebih jauh, Indonesia bukan hanya Jakarta yang tampak di permukaan. Di pelosok, masih banyak kaum wanita yang menderita, tidak mendapatkan penghargaan yang layak atas kontribusi mereka untuk negara, tidak dikenal, mendapat posisi kedua, bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadi pengambil keputusan.

“Pendidikan dan akses untuk anak laki-laki dan anak perempuan makin baik, tapi hal itu tidak diterjemahkan menjadi mereka yang berhasil menyelesaikan pendidikannya bisa berkontribusi secara setara,” papar Miwa, yang mendapat gelar sarjana dan master untuk studi Hubungan Internasional dan Diplomasi dari Universitas Sophia, Jepang, dan gelar PhD dalam Ilmu Politik dari University of Vienna, Austria.

Tiap negara punya tantangan berbeda dalam mewujudkan agenda terkait gender, tapi yang terpenting adalah tidak menyerah begitu saja dan butuh aksi positif yang bisa cepat mendorong perubahan untuk mencapai sebuah tujuan. Menurut Miwa, suatu tempat yang sukses mengampanyekan tentang gender tidak harus selalu bicara tentang hak-hak asasi wanita.

Tapi, wanita sudah menjadi bagian dari berbagai isu perkembangan dan pembangunan sosial, seperti bagaimana cara menghadapi kerusakan lingkungan, mengatasi macet di kota-kota besar, isu keadilan sosial, pemberantasan teror dan radikalisme, serta bagaimana masyarakat menghadapi perkembangan media-media baru dan konektivitas media sosial.

“Ini bukan soal jumlah wanita yang hampir separuh dari populasi, tapi wanita cenderung memiliki perspektif sebagai pembawa konsensus dan membawa cara berbeda dalam mencari solusi sebuah masalah. Hal ini sudah terbukti di berbagai belahan dunia, wanita cenderung membuat keputusan-keputusan cerdas, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga bagi komunitas. Jadi, sangat penting dalam sebuah investasi untuk memastikan suara dan perspektif wanita, serta kesetaraan gender didengar sebagai bagian dari perencanaan dan kriteria penilaian pembangunan,” ungkap Miwa.

Selanjutnya: Perjuangan Berat untuk Walk The Talk
 


Topic

#wanitahebat, #profil

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?