Money
Ramai Pemberitaan Investasi Bitcoin, Bank Indonesia Menegaskan Kalau Uang Digital Tidak Diakui Sebagai Alat Pembayaran

16 Jan 2018


Foto: Pixabay

Sejak tahun 2017, uang virtual, khususnya bitcoin, menjadi salah satu topik pembicaraan terpopuler. Maklum, nilai uang ini terus melonjak hingga mencapai ratusan juta rupiah. Beberapa negara pun telah menerima uang virtual. Di Kanada misalnya, restoran cepat saji ayam goreng melakukan transaksi pembayaran tipe ini.
 
Tingginya minat masyarakat dan investor global membuat banyak masyarakat Indonesia yang juga tertarik untuk berinvestasi. Seperti yang dikutip dari Kompas, menurut CEO Bitcoin Indonesia Oscar Dharmawan, pengguna Bitcoin Indonesia terus meningkat—rata-rata didominasi oleh generasi millennial yang rata-rata berusia 17-35 tahun.
 
Melihat kecenderungan ini, Bank Indonesia (BI) melalui websitenya memberikan pernyataan resmi tentang larangan penggunaan uang virtual. Di surat tersebut, Agusman selaku Direktur Eksekutif BI menegaskan kalau virtual currency, termasuk Bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga penggunaannya dilarang di Indonesia. Hal ini diatur dalam  PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan PBI 19/12/PBI 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
 
Virtual currency adalah uang digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara pembelian, transfer pemberian (reward), atau mining (proses menghasilkan sejumlah virtual currency baru). Virtual currency ini dikontrol oleh komunitas pengguna serta digunakan dan diterima oleh anggota komunitas virtual. Berdasarkan data dari BI, saat ini ada sekitar 1.300 virtual currency di dunia. Lima besar di antaranya adalah Bitcoin, Ethereum, Ripple, Bitcoin Cash, dan Cardano.
 
Mengapa BI memperingatkan agar seluruh pihak tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan uang virtual? Ini beberapa alasannya.
 
1/ Virtual currency bukanlah mata uang dan nilai tukarnya sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko pengelembungan bubble yang berpotensi merugikan masyarakat. Bahkan, investor senior Warren Buffet memperingatkan kalau uang digital ini akan berakhir buruk.
 
2/ Teknologi yang digunakan dalam virtual currency memungkinkan transaksi ‘samaran’ sehingga berpotensi digunakan untuk tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. BI pun memberikan contoh kasus pelaku bom Mall Alam Sutera (Leopard) yang mengancam manajemen mal dengan bom dan minta tebusan 100 BTC.
 
3/ Tidak ada otoritas yang bertanggung jawab dan tidak ada administrator resmi. Dengan minimnya pengawasan, tingkat perlindungan terhadap konsumen pun sangatlah rendah.
 
Bagi Anda yang memang sedang mencari instrumen investasi, dibandingkan uang virtual, sebaiknya coba memilih saham, reksa dana, atau logam mulia. Apalagi, jika Anda tergolong ‘pemula’ dalam berinvestasi. Investasi tipe-tipe ini sudah berada di bawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sehingga lebih aman dan terdapat perlindungan terhadap konsumen. (f)
 
Baca juga:
3 Strategi Investasi Reksa Dana
Logam Mulia Menjadi Jenis Investasi yang Paling Diburu
5 Pilihan Saham Untuk Investor Pemula


Topic

#uangdigital, #virtualcurrency, #investasi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?