Money
Benarkah Daya Beli Masyarakat Menurun? Ini Fakta Tentang Pola Konsumsi dan Investasi Generasi Millenial

26 Sep 2017


Foto: Fotosearch

Akhir-akhir ini, berbagai diskusi tentang daya beli masyarakat kembali mengemuka. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penjualan pakaian pada Lebaran 2017 menurun hingga 15 persen. Berbagai tempat belanja pun digambarkan kosong. Padahal, pada saat perayaan hari besar inilah umumnya masyarakat akan menyerbu mal-mal besar dan membelanjakan uang mereka untuk aneka produk konsumtif kebutuhan hari raya. Kenyataan bahwa mal sepi pengunjung tentu menjadi pukulan dan tanda tanya besar bagi pelaku pasar.
 
Di lain sisi, ekonomi Indonesia dinilai mengalami perlambatan. Dari pertumbuhan 8%, empat tahun terakhir angka pertumbuhan ekonomi hanya berada di level 5%. Pengamat ekonomi melihat ada banyak faktor di dalam negeri yang berkontribusi dalam hal ini, selain tentu saja kondisi perekonomian dunia.
 
Meski Indonesia digadang-gadang memiliki bonus demografi, kendalanya adalah tenaga kerja yang banyak tersebut tidak mampu secara maksimal menggerakkan ekonomi. Kurangnya lapangan kerja, tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, masih menjadi penyebab klasiknya. Tapi, di sisi lain kecenderungan tenaga kerja untuk memilih sektor informal menjadi masalah baru. Lapangan kerja ada, namun dinilai kurang bermutu.
   
Kondisi tersebut kemudian melahirkan hipotesis tentang menurunnya daya beli masyarakat. Faktanya, jika melihat data internasional, soal daya beli Indonesia masih masuk posisi 10 besar, tepatnya diperingkat delapan. Masih di atas tiga negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Belanda. Selain itu, pertumbuhan kelas menengahnya terbesar ketiga di dunia. Apakah ini berarti daya beli masyarakat Indonesia memang menurun?

Pergeseran ke Belanja Online
Jawaban akan hal ini sempat dilontarkan seorang pengamat ekonomi, Rhenald Kasali, dalam sebuah artikel bahwa ia tidak setuju dengan anggapan ‘daya beli menurun’. Ia menyebutkan shifting, gaya belanja dari offline ke online menjadi penyebab mengapa kini banyak mal mewah yang sepi pengunjung dan omzet mereka turun. Dalam hal ini daya beli masyarakat tetap besar, tapi mereka kini memiliki lebih banyak pilihan dengan berbelanja online.  
 
Pendapat lain disampaikan pula oleh ekonom, Faisal Basri, dalam diskusi bertajuk Ekonomi dan Investasi Indonesia: Kreativitas di Tengah Perubahan yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP). Menurutnya, saat ini daya beli nasional tidak turun. Penurunan omzet dan laba beberapa outlet modern tidak bisa dijadikan acuan penurunan daya beli nasional. “Penyebabnya adalah perubahan perilaku. Kalau dulu uang digunakan beli baju, sekarang digunakan untuk beli ponsel dengan kamera bagus untuk selfie di tempat bagus dan berwisata," kata Faisal.
 
Berkembangnya teknologi digital dan media sosial dipercaya telah menggiring perubahan perilaku ini. Kalau dulu orang selalu ingin terlihat menarik dengan apa yang ia kenakan, sekarang eksistensi itu justru dilihat, misalnya dari tempat-tempat yang sudah dikunjungi. Semakin jauh dan terpencil dan belum banyak didatangi, semakin dicari para millennial sebagai tujuan liburan.
 
Terjadinya shifting dari non leisure (food dan apparel) ke konsumsi untuk leisure (hotel, restoran, dan rekreasi) terlihat dari data BPS. Sejak satu tahun belakangan ini, BPS menghadirkan kategori baru yaitu leisure dan non leisure. Dari data yang ada, angka pembelian tiket pesawat terbang meningkat. Ini artinya, masyarakat memilih untuk menyisihkan dananya untuk bepergian, mencari pengalaman baru di kota lain.
 
Millenial Sudah Melek Investasi
Selain itu, Faisal juga menyebut tren masyarakat saat ini adalah mengurangi sektor konsumsi untuk berinvestasi. Porsi pendapatan yang dibelanjakan turun, tapi seiring bertambahnya pendapatan, porsi pendapatan yang diinvestasikan justru semakin besar.
 
Kondisi tersebut tergambar dari laporan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Pada kwartal kedua tahun 2017 pertumbuhan DPK perbankan sebesar 20,77%, naik sekitar 2% dari kuartal yang sama tahun lalu sebesar 18,60%. Hal ini mengindikasikan bahwa minat masyarakat untuk menabung meningkat.
 
Tren investasi juga ditangkap oleh Vivian Secakusuma, CEO BNP Paribas Investment Partner, yang juga turut menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. "Tren investasi Indonesia saat ini justru meningkat pesat, contohnya reksadana. Saat ini bukan hanya masyarakat atas saja, tetapi masyarakat menengah, para millennial muda sudah banyak yang berinvestasi di reksadana. Mereka saat ini sudah lebih sadar pentingnya investasi," jelas Vivian.
 
Meski data pasti berapa peningkatan millennial yang berinvestasi belum ada secara resmi, namun trennya sudah menunjukkan jumlah millennial yang berinvestasi semakin signifikan. Lebih lanjut Vivian menjelaskan, investasi merupakan hal yang tepat dilakukan oleh masyarakat Indonesia. "Hanya saja, dalam berinvestasi perlu tahu tujuannya apa, profil investasinya seperti apa, dan jangka waktu investasinya," katanya.
 
Vivian dan Faisal sama-sama melihat bahwa para milennial yang sudah memiliki pemahaman tentang investasi lebih berani dalam menempatkan dana investasinya untuk dikelola. Mereka banyak menempatkan dana investasinya pada saham dan pasar uang dengan komposisi yang cukup rata. Kecenderungan lainnya adalah mereka berinvestasi di sektor usaha dengan membuka bisnis sendiri.
 
Menurut Vivian, ketika memiliki sebuah usaha, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pemisahan antara keuangan bisnis dan personal. Tentunya, untuk pengelolaan dana personal, para pebisnis muda ini juga bsia menggunakan instrumen investasi yang umum ditawarkan oleh manajer investasi.
 
“Intinya, ketika berinvestasi jangan berkonsep coba-coba. Cari tahu dulu investasi apa yang diinginkan dan informasi tentang investasi tersebut. Sesuatu yang terlihat terlalu menarik, misalnya menjanjikan buang yang besar dan tidak masuk akal, sebaiknya diwaspadai,” kata Vivian menutup diskusi dengan tip memilih investasi bagi millennial. (f)    

Baca juga:
Berencana Pensiun Dini? Ini 4 Hal yang Harus Dipertimbangkan!
Cek Ini Sebelum Anda Investasi Tanah dan Properti
Pilihan Produk Investasi Bagi Freelancer
3 Langkah Mudah Cek Saldo JHT - BPJS Ketenagakerjaan

Faunda Liswijayanti


Topic

#dayabeli, #keuangan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?